"Di mana putraku?!" tanya Alex datar dan menatap nanar orang yang telah menculik putranya."Apa yang dilakukan tuan William terhormat di sini?" balas Gio, menatap remeh Alex yang berada di depannya. Awalnya dia terkejut mendapati keluarga William yang sudah berdiri di depan mansionnya. Anehnya mereka tak membawa pengawal kecuali satu pengawal yang berada di belakang mereka.
"Aku tanya sekali lagi, di mana putraku, sialan!"
"Alex, tenanglah. Kita bicarakan ini baik-baik," ucap William tenang. "Bisa kan, kita berbicara di dalam dengan tenang?" tambahnya bertanya pada Gio. Dan Gio mengangguk pertanda memperbolehkan mereka masuk.
Gio tak tahu apa yang sudah pak tua di depannya ini rencanakan. Tapi dia harus bersiap-siap untuk kejadian yang tak memungkinkan.
Seperti rencana William, mereka menerobos langsung di kediaman Gio. Dan gilanya William juga tak mengizinkan Alex membawa pengawal kecuali Bima. Mereka hanya berlima termasuk dengan Dion dan Austin.
Mereka masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu dengan tenang. Tak lupa, Gio menyuruh seorang maid untuk membawakan tamunya kopi dan beberapa camilan.
Eh tunggu kenapa mereka malah bersilaturahmi! Batin Bima.
Sedari tadi alis Alex berkedut, kenapa ayahnya begitu santai. Terlalu santai!
"Kami tau bahwa cucuku, Darel, ada di sini," ucap William mulai serius setelah menghabiskan satu gelas kopinya. Gio mengernyit, padahal rencananya sudah sangat matang kenapa dia bisa ketahuan. Dia salah perhitungan, perlukah dia membawa Darel pergi ja-
"Kau bisa kalau ingin merawat cucuku juga." Ucapan William membuat pemikiran Gio terhenti.
"Apa maksud ayah!" seru Alex, tak terima dan menatap nanar ayahnya. Sementara Dion dan Austin tetap bungkam dan hanya menyimak.
Kenapa mereka sangat santai oi!
"Kau diamlah dan dengarkan perkataan ayah, ini demi kebaikan kita semua!" ucap William menekankan semua perkataannya membuat Alex terdiam.
"Aku tau Gio, kau tak akan melakukan hal yang membahayakan cucuku," kata William. "Oleh karna itu, aku memperbolehkan kamu untuk ikut serta dalam merawat Darel," tambahnya yang membuat Gio terdiam.
"Ayah ta-"
"Diam Alex!" bentak William dan Alex kicep. Sementara Bima di belakang menahan tawanya.
"Bagaimana Gio?" tanyanya pada Gio.
"Apakah itu bukan kebohongan?"
"Apa kau pernah mendengar bahwa aku berbohong? Dan lagi jika aku berniat menipumu aku tak akan ke sini tanpa pengawalan. Bukankah itu terlalu beresiko," ucap William meyakinkan.
"Aku tau apa yang terjadi pada keluarga kecilmu dulu Gio, maka dari itu aku akan mengizinkan kamu untuk ikut serta dalam merawat dan menjaga cucuku. Kita juga bisa bekerja sama, dan berhenti untuk bermusuhan," ucap William membuat Gio bergeming.
William menepuk pelan bahu Alex. "Alex ayah tau kamu sangat menentang keputusan Ayah. Tapi ayah lakukan ini semua demi kebaikan cucuku, demi Darel. Percayalah pada ayah, kita bisa bersama sama menjaga nya. Bukankan itu keputusan yang bagus," tambahnya meyakinkan putranya.
"Aku setuju dengan keputusan opa," ucap Dion yang sedari tadi hanya menyimak.
"Sepertinya itu ide bagus," tambah Austin.
"Baiklah, aku juga setuju. Kau bisa merawat dan menjaganya, dan jangan pernah membawa Darel ke dalam hal berbahaya dan jangan menyakitinya jika aku melihat kau menyakiti Darel, saat itu aku akan membunuhmu," final Alex dan itu membuat William tersenyum.
Gio perlahan meneteskan air matanya haru. "Terimakasih, Aku berjanji akan menjaganya," ucap Gio dengan sedikit menahan tangisnya. "Aku juga berjanji tak akan menyakitinya, jika itu terjadi kau bisa melakukan apapun yang kau mau," tambahnya dan menatap Alex bersungguh sungguh.
Semua yang ada disana tersenyum tulus, akhirnya masalah ini selesai.
"Tapi di mana Darel?" tanya Dion.
"Ah dia masih tertidur. Perlu di ingat kalian ke sini tepat pada jam 2 pagi," cibir Gio. Membuat Dion menggaruk tengkuknya yang tak gatal sedangkan yang lain hanya mendengus.
Darel terbangun karna mendengar suara keributan dari luar. Darel melihat jam dinding, di sana jarum kecil itu menunjukkan angka 2, yang berarti ini masih jam 2 pagi. Dia beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan keluar kamar.
Setelah sampai ruang tamu tempat dimana keributan itu berada. Darel melihat disana sudah ada keluarga daddynya. Apa mereka tengah menjemputnya?
"Loh ngapain kalian di sini?" tanya Darel memastikan. Suaranya membuat mereka yang ada di sana sontak saja menoleh pada Darel.
"Baby!" ucap Alex dan langsung menghampiri Darel dan langsung memeluknya.
"Daddy ngapain di sini?" tanyanya lagi.
"Tentu saja untuk menjemputmu. Kamu tak apa kan? Tak ada luka, kan?" Alex memutar tubuh Darel takut-takut ada luka di tubuhnya. Serasa tak menemukan apapun, Alex memeluk kembali putranya. "Daddy merindukanmu"
"Hei, aku tak menyakitinya!" seru Gio tak terima. Namun seruan Gio rupanya tak di dengarkan.
"Maafkan daddy yang lupa menjemputmu," lirih Alex penuh sesal.
"Dad kan sudah tua dan rentan, jadi tak heran kalau pelupa," cibir Darel.
"Hey, dad masih muda, kuat nan gagah gini. Yang tua itu opamu noh," balas Alex tak terima dan menunjuk William yang tengah meminum kopi milik Alex.
"Jangan salah, tua gini ayah masih kuat untuk menggempur ibumu," sembur William yang ternyata sama tak terimanya dikatakan tua.
Sedangkan yang lain hanya menatap keduanya jengah.
Darel menatap orang-orang di depannya bingung. Karna tak mau ambil pusing Darel membalikkan badannya untuk kembali melanjutkan tidurnya.
"Mau ke mana baby, kita harus pulang." Darel sangat kesal dengan panggilan itu.
"Berhenti memanggilku Babi daddy. Dan aku akan melanjutkan tidur karna suara bising kalian aku terbangun. Lagian kalo mau jemput itu ngotak dong, jemput kok tengah malam!" Cerocos Darel dan pergi dari sana, meninggalkan keluarganya cengo. Lain halnya dengan Gio yang tak kuasa menahan tawa.
"Oh iya Gio," panggil Alex setelah selesai dengan cengonya.
"Hm?"
"Kau harus pindah ke mansion kami. Bukankah kau tinggal sendiri?" tawar Alex.
"Ah, apa tak apa?"
"Tentu saja tak apa."
"Baiklah, aku terima tawaranmu, besok aku akan mengurus semuanya."
"Karna ini masih tengah malam, kalian menginap dulu di sini."
"Kalau begitu aku dan Austin akan tidur di kamar Darel," ucap Dion.
"Baiklah, karna aku punya 3 kamar, tuan William bisa tidur di ruang tamu."
"Lalu aku dimana?" tanya Alex.
"Ah kami tak menerima mu dad, iya kan kak," balas Austin yang di angguki Dion.
"Ayah juga menolakmu." Jawaban mereka membuat Alex pundung, lagi-lagi dia ternistakan.
"Kau bisa tidur di kamarku kalau mau, aku bisa tidur di sofa nanti," tawar Gio.
"Lagian mansion gede gini punya kamar cuma tiga," cibir Alex.
"Dulu kan aku hanya tinggal bersama mendiang istriku dan calon anakku. 3 kamar itu wajar."
"Dah lah."
Mereka pergi ke kamar yang sudah di putuskan masing masing. Mengabaikan satu orang yang sedari tadi menjadi saksi bisu percakapan para tuannya.
"Apa mereka melupakan ku?"
Nasib babu ya gini.
TBC.