Beberapa mungkin bisa dinilai dari materi.
Namun, tidak sedikit yang rupanya tak ternilai.
Ternyata satu sudut hati bisa mematahkan semua.
Apa yang tak ternilai itu rupanya tumbuh dari sudut.
Sudut hati terdalam berwujud peduli.(L.K)
🍁🍁🍁
Beberapa pengumuman menghiasi story whatsapp dan beranda facebook. Selama tiga hari ini keluarga SMAPSA fokus pada satu berita, yaitu hilangnya Arina. Biru dan Ardan berbagi tugas.
Saat Biru fokus untuk menemani Erza di masa pemulihannya, Ardan menyusuri jalan dan berharap bisa menemukan Arina. Kedua orang tua Arina meminta bantuan beberapa teman hingga pihak sekolah untuk tetap membantu.
Ketika semua masih kebingungan karena hilangnya Arina, ada satu orang yang justru tampak tenang saja. Seorang Rajasa Adiguna tampak santai duduk di kantin sekolah sembari menikmati secangkir kopi panas.
"Heh, pacarmu hilang kok nggak ada khawatirnya?" tanya seorang kakak kelas menegur Rajasa.
"Dia hilang paling kabur sama yang lain, ngapain ikut susah? Hilang satu tumbuh seribu, masih bisa nyari yang lebih cakep dari dia." Rajasa menjawab dengan senyum sinis menghias bibirnya.
"Yakin bisa dapat yang lebih sabar dari Arina? Selama ini cuma dia yang tahan sama kamu, Ja!" timpal yang satunya.
"Aku yang ngejalani kenapa kalian yang repot dan kepo?"
"Awas kualat, loh! Tingkahmu yang begini ini bikin aku curiga, jangan-jangan kamu yang nyembunyikan Arina." Salah satu siswi melintas dan langsung nyeletuk.
"Suka-suka aku!" Rajasa beranjak dan meninggalkan kantin.
Di lain tempat, Biru bersandar pada sofa di ruang konseling. Setelah beberapa kali bolak-balik ke rumah sakit, akhirnya setelah Erza diperbolehkan pulang. Banyak hal yang didapat selama menemani Erza.
Anak didiknya itu rupanya harus mendapat pendampingan dari psikiater karena depresi mengahadapi sang ayah menggugat cerai ibunya. Di belahan bumi mana pun tidak ada anak yang mengharap orang tuanya berpisah.
Berbekal curahan hati Erza, Biru berusaha menjadi jembatan untuk keluarga itu. Dia ingin yang terbaik untuk anak didiknya. Pendekatan secara personal dia lakukan untuk bisa membatu Erza dan mengurangi depresinya.
Penat yang dirasakan Biru mungkin sudah sampai puncaknya. Lelaki itu bahkan terlelap di sofa. Beberapa hari ini pekerjaannya menguras tenaga dan pikiran. Apalagi Arina belum juga ditemukan.
"Pak Biru, boleh saya mengganggu?" Biru tampak terlelap, tetapi telinganya masih mendengar suara Ardan yang memanggilnya.
Lelaki itu mengerjapkan mata dan menegakkan punggungnya. Sosok Ardan sudah berada di seberang meja. Dia membuka ponsel dan meletakkannya di meja.
"Coba di lihat, Pak. Apa ini tidak bisa menjadi titik terang untuk mencari Arina?"
Biru meraih ponsel Ardan dan melihatnya dengan saksama. Sebuah adegan lagi-lagi mencubit hatinya. Kejadian yang sama persis saat dia menyelamatkan Arina dari amukan Rajasa.
Ada sekitar lima video dengan sudut pengambilan gambar yang berbeda dan hari yang berbeda pula. Hal itu bisa dilihat dari seragam yang Arina dan Rajasa kenakan.
Biru mengusap wajahnya kasar. Dia kembali menyandarkan punggungnya, menghela napas yang terasa sangat berat. Ardan yang berada di seberang meja juga turut merasakan hal yang sama.
"Mas Dan sanggup ngadepin Bos Besar?"
"Si Bos Kecil sudah keterlaluan, kalau bisa saya basmi sudah dibasmi dari dulu, Pak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memiliki Kehilangan ✔
Ficção GeralAku seorang Biru, berharap meneduhkan setiap yang melihatku. Jika kalian hitam, berhentilah sekarang. Apakah kalian tahu? Dasar hitam itu adalah putih. Maka kembalilah pada putihmu. Namun bagiku, kalian adalah jinggaku. Pemberi warna dalam hidup, pe...