24 ~ Mengukir Janji (?)

810 100 38
                                    

Tak mampu melepasnyaWalau sudah tak adaHatimu tetap merasa masih memilikinyaRasa kehilangan hanya akan adaJika kau pernah memilikinyaPernahkah kau mengira kalau dia 'kan sirnaWalau kau tak percaya dengan sepenuh jiwaRasa kehilangan hanya akan adaJ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak mampu melepasnya
Walau sudah tak ada
Hatimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia 'kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah memilikinya

(Letto – Memiliki Kehilangan)

🍁🍁🍁

Memilih untuk menyembunyikan sesuatu tidak salah. Namun, banyak yang salah paham jika salah satu orang terdekat yang melakukannya. Akan muncul banyak praduga yang tidak jarang berujung pada prasangka buruk.

Ketika ada yang disembunyikan, mungkin itu adalah pilihannya. Dia tidak ingin menjadi beban bagi orang lain. Jangan dulu salah paham, mencari jawaban itu tidak harus menggunakan emosi.

Berbicara dari hati ke hati hingga menemukan solusi terbaik. Ketika yang mereka tetap kukuh pada pendiriannya dan tidak ingin membuka pada khalayak ramai, mungki benar, ada hati yang harus dijaga supaya tidak ikut sakit hati.

Sabiru Anggara selalu saja diam saat sang kakak dan ayahnya mengajak bicara. Beberapa kali pertanyaan hanya dijawab dengan gumaman saja. Dia terlampau kesal pada dua lelaki itu.

Ibu Dewi yang baru saja datang langsung melihat aura dingin di sekitas putra bungsunya. Tatapan matanya tajam menatap sang ayah dan Bang Lano yang tengah asyik menyantap makan siang.

"Kalian nggak nawarin Adek buat makan?" tanya Ibu Dewi.

"Anaknya lagi pundung. Mogok makan katanya." Ayah Awan terus melahap nasi rames yang dibeli oleh Bang Lano.

"Dek, makan dulu, ya?" Ibu Dewi langsung menarik meja di samping ranjang dan menata makanan yang berasal dari rumah sakit.

Si bungsu tetap dengan mode diamnya. Ibu Dewi Jelita menyodorkan sendok berisikan bubur tepung beras dengan kuah bening dan lauk putih telur yang ditim dengan taburan seledri.

Biru yang tidak fokus pada isi sendok  langsung meraihnya dan memasukkan ke dalam mulutnya. Baru dua kali mengunyah, Biru membekap mulut dan menahan untuk tidak muntah. Ibu Dewi meraih tisu dan menyodorkan pada si bungsu.

"Seledrinya, Bu!"

"Maaf, Ibu lupa. Minum dulu, Dek," ujar Ibu Dewi sambil mengangsurkan gelas pada Biru. "Makanya jangan ngambek, lihat dulu sama yang mau dimakan."

"Yang nyuapin Ibu, yang salah Adek, ya? Ayah sama abang bikin ulah. Mereka cerita sama Arina dan Raja kalau Adek sakit."

"Memangnya kenapa? Nggak apa-apa 'kan?"

"Belum cukupkah rasa khawatir kalian pas lihat Adek sakit? Adek tuh nggak mau orang lain terbebani. Rasanya jauh lebih sakit daripada sakit fisik kayak gini. Lihat saja besok, kalau sampai anak-anak datang rame-rame ke sini, Ayah sama Bang Lano yang harus nemuin. Adek nggak mau!"

Memiliki Kehilangan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang