19 ~ Bencana

383 68 0
                                    

Kau memiliki bahu kokoh untuk menopang.
Meski begitu, kau juga memiliki hati lembut dan perasa.
Sebuah tanggung jawab berat akan datang.
Sambutlah dan letakkan di pundakmu, tetapi jangan tinggalkan hatimu.
Biarkan hatimu juga turut memainkan perannya.

(L.K)

🍁🍁🍁

Mendung yang sejak tadi bergelayut akhirnya meluruhkan rintik hujan. Satu persatu hingga ribuan tetes lainya menyusul. Mobil yang dikendarai dengan pelan dia parkirkan tidak jauh dari orang-orang yang berkerumun.

Dia mengabaikan teriakan sang kakak, mengabaikan hujan yang membasahi tubuhnya. Entah mengapa Biru sangat yakin ada seseorang yang dikenal dalam kerumunan itu.

Dia meminta izin untuk lewat dan menyibak kerumunan. Seseorang yang dikenalnya tampak lunglai dan tidak sadarkan diri. Gadis manis dengan rambut berekor kuda itu berada dalam rengkuhan seorang ibu yang tidak dikenalnya.

"Mohon maaf, Bu, dia murid saya. Kalau boleh tahu ada apa dengan dia?"

"Saya kurang tahu juga, Mas. Dari tadi adik ini diam saja. Katanya numpang meneduh karena hujan semakin deras. Pas saya tinggal beberes dagangan dia malah pingsan begini."

Ibu pemilik warung itu terus saja berusaha menghangatkan tangan Arina dan mengoleskan minyak angin untuk menyadarkannya. Namun, segala usaha itu tampak sia-sia.

Biru mencoba membangunkan Arina, tetapi tetap saja mata itu tidak terbuka. Suhu tubuhnya sangat kontras dengan tangan yang sedingin es. Biru meliarkan matanya dan menoleh pada mobil yang terparkir.

Rupanya sang kakak sudah turun dan mendekati kerumunan. "Gimana?" tanya Delano tanpa suara pada adiknya.

Biru hanya mengangguk dan meminta sang kakak untuk mendekat.

"Bu, saya mau bawa anak ini pulang. Dia sudah beberapa hari pergi dari rumah. Orang tuanya juga sudah kebingungan."

"Silakan, Mas. Ada baiknya dibawa ke RS supaya dapat penanganan. Demamnya tinggi sekali. Takut ada apa-apa."

"Biar Abang yang bawa dia." Bang Lano mendekat, membuka jaketnya dan mengenakannya pada Arina dengan bantuan ibu pemilik warung.

Sementara itu si guru BK berlari menerobos hujan dan membuka pintu belakang mobil. Sesuai kesepakatan, Biru yang sudah menelepon sang ibu memilih untuk membawa pulang anak didiknya ini ke rumah keluarga Anggara.

Sesampainya di rumah, Biru membawa Arina ke ruang tamu. Ibunya sudah menunggu dan menyiapkan kamar tamu untuk ditempati Arina. Ibu Dewi meminta si sulung dan si bungsu untuk bergegas mandi, sementara Arina diurus olehnya.

Ibu Dewi mendengar suara anak bungsunya bersin-bersin. Dia bergegas keluar ruangan setelah memeriksa dan mengganti pakaian gadis manis yang dibawa oleh kedua putranya.

"Dek, itu muridnya yang beberapa hari nggak pulang?" tanya Ibu Dewi begitu keluar dari kamar tamu.

Biru yang menuruni tangga mengangguk sambil membersit hidungnya yang mulai berair. Air hujan ternyata berdampak langsung. Lelaki itu memilih duduk di sofa ruang tamu.

"Gimana, Bu? Perlu diberi obat nggak? Apa dibawa ke rumah sakit?"

"Nggak apa-apa, dia kelelahan, tekanan darahnya rendah, dan dehidrasi. Biarkan istirahat dulu buat menenangkan pikiran. Dia sempat bangun dan nangis. Kita harus ketemu sama orang tuanya."

"Biar besok Adek antar ke rumahnya. Mereka pasti sudah rindu sama Arina."

"Hm ..., apa Adek tahu kalau dia itu lagi hamil?"

Memiliki Kehilangan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang