07|Bang Yuda, Pria Tertampan Sekos Haekal.

339 105 129
                                    

❣Jangan lupa memberi tahu author jika ada typo atau kalimat yang kurang jelas.❣
Saya sedang belajar 😁

°°°○•○°°°

Langit menyendu, menutup temaram jingga yang mulai memudar. Menunggu seraya menghitung waktu akan tangis lembut. Menatap pemuda yang tengah mengadah, menjulur tangan merasakan tetes air mata langit. Lantas tersenyum memukul pelan sang motor putih bernama Jessica, "Akhirnya lo mandi ya, Jes." Ujar Haekal mendapat gelengan Jaka.

"Sekali-kali si Jes lo mandiin yang bener gitu, Mas." Ujar Jaka merasa kasihan kepada motor yang merangkap menjadi kakak iparnya itu.

Haekal menoleh seraya mendecak, "Jangan, Jes buluk aja gue cinta Jak. Gimana kalo glowing mirip pantat bayi, bucin kelas dewa nanti gue." Jawabnya seraya mengelap body si motor.

Tak ambil pusing, Jaka masukan uang duapuluh ribuan di genggamannya ke dalam kantong celana. Lantas merebahkan diri di pondok samping Haekal. Melupakan titah Cemal yang menyuruhnya membeli dua indomie goreng. Menatap mendung di atas bisa menjadikannya alasan tidak bisa membeli. Terlebih jiwa magernya yang tiba-tiba meronta untuk di turuti. Muales tenan, sumpah!

Jaka terdiam, menulikan suara-suara Haekal yang bersiul dan bernyanyi secara random. Sejenak ingatannya mengorek sang bunda yang akan berteriak meminta ketiga putranya masuk rumah ketika mendung seperti ini. "Nang! Sinang! Ndak masuk rumah digondol wewe gombel loh!" ujar beliau disuatu sore, hingga menyebabkan Jaka yang tengah memainkan pasir bangunan tetangga berlari kalang kabut. Maklum, siapa bocah yang tidak takut wewe gombel?

"Mas..." panggil Jaka pelan.

Seperti biasa Haekal berdehem dengan tangan tetap mengelap Jessica. Melihat apakah ada goresan yang berani mampir di body aduhainya.

"Kangen ibuk."

Singkat dan jelas, gerakan pemuda itu terhenti. Perlahan menghembuskan nafas, menatap sang adik yang kedap-kedip menegok langit. Hingga tak lama Haekal ikut merebahkan diri di samping Jaka. Netranya menerawang, mencari celah antara gumpalan abu di atas sana.

"Mas juga kangen." Jawabnya pelan.

Setelah kalimat yang lebih tua terucap mereka terdiam, menyelami pikiran masing-masing. Menunggu tetes berikut yang akan mengeras dan deras.

"Jak..."

"Iya Mas?"

"Ibuk pernah ngomong kaya gini waktu nenek meninggal." Potong Haekal sejenak, " Mas Kal, semua manusia akan pulang pada akhirnya. Kita yang ditinggal wajib bersyukur, karena semua tugas yang diberi tuhan buat nenek udah tuntas. Walau tak ada peluk, rasa nyamannya bakalan tertinggal kaya permen karet Cemal di bawah kolong tempat tidur. Memang ampasnya kita buang, tapi rasa manis yang keluar bakal teringat dan tersimpan dalam sini." Ujarnya menyentuh ulu hati Jaka.

"Ibuk dan bapak emang pergi tanpa pamit, tapi semua rasa manis yang ditinggal mereka tetap ada di kita Jak. Rasa kangen memang bakalan terus ada, tetapi nginget kalo tugas mereka sudah selesai. Kita harus bersyukur, Bapak Ibuk udah terlalu hebat. Sampe tuhan nyuruh mereka istirahat." Tatap Haekal membisu Jaka.

Hening, dua anak manusia itu terdiam. Menelaah kehidupan yang tuhan berikan kepada mereka, berusaha bersyukur seraya meratap. Takdir tidak lucu, mereka berjalan sebagaimana mestinya untuk sekedar menguji rasa manis dan pahit. Iya, Haekal sadar. Ia tak harus selalu menyalahkan semesta, ia harus menerima. Peluk hangat dua manusia yang ia jadikan samudra telah pamit tanpa salam.

Isak tangis lirih terdengar, Haekal menoleh lantas tersenyum menatap Jaka yang mulai terisak bersamaan tangis langit. Tak berselang lama pun, pemuda yang lebih tua perlahan ikut meneteskan air dari sang netra, terduduk diam menatap Jessica yang akhirnya mandi setelah tiga bulan menjadi gadis buluk.

Samudra Haekal || Lee Haechan NCT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang