Samudra Haekal || Lee Haechan NCT.

Suara Haira #1

Dunia, 25 Februari

Saat ini, aku kira langit tengah merundungku dengan tangisnya. Merengek dengan gelegar gema yang mengalun pelan, seakan mengajakku kembali bernostalgia tentang masa lampau. Hari-hari gila yang aku lalui dengan manusia yang sama gilanya.

Haekal Aksa Suryowibowo.

Dalam kehidupan sehari-hari, "Kak Haekal." Aku memanggilnya.

Manusia biasa dengan kenakalan yang masih di dalam nalar, menjadikan jenglot sebagai boneka tidur misal. Aku tahu memang terlihat abstrak, tetapi aku menyukainya. Senyumnya, pipi gembilnya, perut onepacknya. Aku menyukai semua yang berada di dalam raga manusia itu, walau terkadang memang rada-rada dia. Silahkan panggil aku bucin, karena itu memang nyatanya.

Ah! ia juga sedikit berlebihan, sebagai contoh saat Kak Haekal mengetahui jika aku tahu ia pernah menjadikan Jenglot boneka tidur. Waktu itu, mata bundarnya membola kemudian berucap, "Dek Ra, Fix kita jodoh!" tak lama setelah itu ia berteriak keras.

"WOY! HAIRA TAHU KALO GUE PERNAH JADIIN JENGLOT BONEKA TIDUR!"

Malu? Tentu saja, rasanya ingin sekali aku menghilang dari muka bumi. Tapi tidak jadi, masih pengen naik haji aku masalahnya.

Sejenak aku menengok, mengambil note kecil yang selalu kak Haekal bawa kemanapun ia berada. Hingga di toilet sekolah pun ia tetap membawanya, bacaan jika sang emas ngambek buat keluar katanya.

Aku buka lembar pertama note ini, hingga kutemukan foto seorang anak kecil yang tengah tersenyum dengan pelampung berwarana biru. Lalu pandanganku beralih pada tulisan tangan rapi yang selalu memberikan bumerang rasa sesak padaku.

"Samudra Haekal."

Iya, judul note kecil yang menjadi penghias ingatan setelah bertahun-tahun lamanya. Bukti hidup seoarang Haekal Aksa Suryowibowo dengan diriku, Maharani Haira Natya.

Sejenak, aku terkekeh. Menghalau air mata yang ingin keluar, menatap pujangga hujan yang begitu semangat menjatuhkan diri.

"Kak Haekal, Haira rindu." 

Mari, aku ajak berkenalan siapa dia.

Haekal Aksa Suryowibowo.