09|Salam dan Pamit.

296 91 81
                                    

❣Tolong ingatkan apabila ada typo ataupun kalimat yang kurang dimengerti❣
Saya sedang belajar 🥰
•••
Uhuk! Sekedar mengingatkan untuk menekan tombol bintang di pojok bawah sebelah kiri 💚
•••

Sepi, Haira terdiam menatap langit-langit kamarnya. Memahami peristiwa yang untuk pertama kali terjadi dalam hidup gadis itu. Ah, ternyata ini yang orang sebut penghianatan –sakit ternyata. Gadis itu terkekeh, merasa bodoh. Tunggu, apa ia kelewat bodoh selama ini? harusnya ia sadar dan curiga tentang kedekatan Fajar dengan Lia, terlebih mengingat berita yang menyebabkan Lia terang-terangan sangat agresif mendekati Fajar beberapa bulan terakhir.

Sudah berapa lama mereka berhubungan di baliknya? Satu minggu? Satu bulan? Satu tahun?

Netra Haira kembali memanas, membanyangkan dirinya yang begitu bodoh percaya dengan apapun yang diucapkan Fajar. Bahkan sampai saat ini pesan gadis itu belum terbalas oleh –bagaimana Haira menyebutnya? Mantan? Calon mantan? Atau manusia berengsek?

Isak kembali keluar dari mulutnya, merasakan dada yang terkoyak berpuluh kali. Gadis itu menepuk dada keras, menenggelamkan wajah pada permukaan bantal. Berusaha meredam teriakan nanar yang membuat telinga siapapun merasa iba. Seperti waktu Haekal memberikan jaket untuk menutupi wajahnya. Hingga membuat siapapun yang melewati mereka menunjukkan tanda tanya besar, ada apa dengan gadis itu?

Setelah beberapa saat Haira lelah, kembali gadis itu menengok langit-langit kamar dengan airmata yang tetap mengalir perlahan. Berusaha menghalau kenangan yang secara otomatis berputar bagai film usang. Oh Tuhan, kenapa sangat sesak?

Tok! Tok! Tok!

"Nduk Ra... ada temen kamu di luar."

Sedikit tersentak, Haira membisu. Ia tutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut, malas bertemu dengan siapapun saat ini. Biarkan ia menikmati sepi yang begitu meremat jiwa. Ia tak ingin di ganggu.

Ibu Haira terdiam di depan pintu kamar sang anak. Menghembuskan nafas pelan, mulai memasukkan selembar tulisan yang berhasil membuat beliau tersentuh ke celah bagian bawah pintu. Ia paham jika putrinya membutuhkan waktu sendiri setelah Dirga menjelaskan apa yang terjadi. Sejujurnya ia kaget mengetahui apa yang dilakukan Fajar di balik kepercayaan putrinya. Bahkan suaminya sampai membisu mendengar segala cerita Dirga.

Dasar anak-anak, batinnya.

Setelah memasukkan kertas beirisi tulisan yang membuat beliau mesem-mesem sendiri, segera ia keluar. Menemui pemuda yang tiba-tiba nyengir ketika ia membuka pintu rumah.

"Nak Haekal..." panggilnya pelan.

Haekal yang tengah memainkan kunci motor segera berdiri lalu tersenyum manis. "Hairanya endak mau diganggu dulu ya buk?" tanyanya mendapat anggukan yang lebih tua.

"Biarin dia sendiri dulu ya, nak."

Haekal mangut-mangut, lalu menyerahkan martabak manis yang sengaja dibelinya sebelum kemari, "Buk, ini saya beli martabak dua. Yang satu buat Haira sama keluarga ibuk nggih... endak kuat saya makan banyak-banyak. Perut saya tambah gede nanti hehe..." cengirnya mendapat kekehan Ibu Haira yang menerima uluran martabak.

"Aduh, terima kasih ya nak Haekal. Nanti Haira, Ibuk paksa buat makan ini."

Haekal tersenyum, "Saya pamit dulu buk, Assalamuallaikum.." salamnya menyalami Ibu Haira, sejujurnya Haekal sedikit lega karena Ayah gadis itu tengah rapat RT saat ini. Maksudnya allhamdullilah belum ketemu bos besar calon mertuanya gitu, belum siap mental dia.

Menyalakan Jessica, Haekal menundukkan kepala ketika mengegas si motor, "Duluan nggih buk.."

"Iya.. Hati-hati.."

Samudra Haekal || Lee Haechan NCT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang