03|Percaya.

496 123 167
                                    

❣Harap memberi tahu author jika terdapat typo maupun kalimat yang kurang jelas.❣
Saya sedang belajar 😊
°°°●•●°°°

Malam ini, petikan gitar menjadi sajak tak tertulis. Menengok langit bergambar titik bintang, seakan chord tak langsung bagi pujangga. Helaan angin memberat, menulikan desis suara pemilik malam. Haekal mendongak, menatap purnama yang tengah tersenyum di antara sejuta bintang. Memandang sosoknya dan terdiam.

Di samping, Jaka Cemal menemani malam tenangnya. Saling bersilat lidah, tidak memperdulikan sang kakak yang tengah bergelung dengan pemikirannya sendiri.

"Mas Haekall!!! CEMAL PUNYA CEMCEMAN!!!"

"Cepu! Lo!"

Jaka tertawa puas melihat wajah merah Cemal. Balas dendam karena si kembaran meninggalkan sosoknya pagi tadi. Dia kesal, bagaimana Cemal menaiki motor bekas sang kakak dan membiarkannya berjalan sendiri seperti anak hilang. Terlebih alasan jika dirinya ditinggal agar jok belakang bisa di gantikan Lala, adik kelas mereka yang kata Cemal. Insyallah, calon kakak ipar lo Jak. Heleh, bocah. 

Tidak mendapat respon sang kakak, Cemal lantas menyikut Jaka. Jaka yang tengah tertawa keras mengaduh sakit mendapat sikutan persis pada ulu hatinya.

Mereka terdiam, menatap Haekal kembali menjadi manusia bak kehilangan dunia. Sorot mata putus asa, petikan gitar sarat akan kerinduan. Air mata yang diam-diam menggenang secara perlahan. Mereka mengerti, mereka paham jika sang kakak merindukan Bapak Ibuk di atas sana.

Perlahan dua kembar itu meninggalkan kamar mereka bertiga, memberikan ruang pada sang kakak tuk menyurat kerinduannya. Berdoa agar semesta sudi menerima teriakan atau ujaran yang Haekal elukan dalam sukma. Berharap sang angin dan rembulan menjadi jelmaan Bapak Ibuk. Memeluk jiwa kosong yang terdiam di balik jendela.

Merasa sepi Haekal menoleh, tidak di temuinya dua curut yang sedari tadi bergelut lidah saling mengolok. Pemuda itu menghembuskan nafas, menutup jendela yang tengah diterpa bulan. Lantas merebahkan diri.

Ia teringat informasi yang berasal dari grub chat orang tua murid. Kedua adiknya itu telah menempati kelas tiga, berarti tahun besok mereka akan menaiki tingkat yang lebih tinggi. Biaya pendaftaran, uang gedung, seragam sekolah. Darimana ia akan mendapat uang sebanyak itu? Terlebih keinginan Cemal memasuki sekolah swasta favorit di kotanya.

"Pak... Buk..." Pemuda itu terdiam sesaat, "Tolongin, mas..."

Menatap langit-langit lamat, kembali Haekal mengingat lembar demi lembar yang terasa utuh untukknya. Ocehan wanita yang selalu bergelut di dalam dapur, kalimat-kalimat jika dirinya akan mendapatkan 10 adik. Tawa keras pria bersarung yang lebih memanjakan burung peliharaannya ketimbang istrinya sendiri. Teriakan dirinya karena jeweran sang wanita. Dua adiknya yang akan meminta gendong sang ibu secara bersamaan. Gorengan, opak panas, teh dan susu coklat hangat yang senantiasa menemani mereka menghabiskan sore bersama.

Rindu, Haekal rindu semuanya.

Sejujurnya, merasa sepi selama 3 tahun membuat sesaknya tak lantas hilang. Haekal tahu hal ini tak baik, merelakan merupakan hal wajar atas rasa kehilangan. Tetapi bagaimana jika sukma terdalam menolak tegas, lebih memilih menyimpan ketimbang membuang? Haekal tak tahu. Ia tak memiliki jawaban atas kalimat retoris yang selalu terpasang dalam kepalanya. Walau beribu quotes tentang ditinggalkan telah ia baca berulang kali, ia tetap tak paham. Ralat, lebih tepatnya ia tak ingin menerima. Menerima rasa tertinggal yang takdir torehkan padanya, ujian hidup yang secara kejam tuhan curahkan pada sosoknya.

Perlahan, pemuda itu memejamkan mata. Berusaha mencari mimpi yang akan disinggahi oleh orang tuanya. 

Yah, ia ingin melarikan diri sejenak.

Samudra Haekal || Lee Haechan NCT.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang