Aku baru saja keluar dari swalayan yang terletak di sebelah gedung apartemenku saat tiba-tiba ponselku berdering. Aku langsung mengaduk isi tas, mengambil ponsel dan tersenyum saat melihat layar.
"Dianaaa!"
Aku reflek menjauhkan ponsel dari telinga saat mendengar suara lengkingan dari seberang sana.
"Hann, lo tau nggak suara lo bisa membantu Pak Polisi mengurai kemacetan saking kencengnya."
Hannah hanya terkekeh mendengar komplain dariku.
"Lo lagi di luar?"
"Hm-hm."
Aku melangkah perlahan. Sebelah tanganku memegang ponsel yang ditempelkan di telinga. Sebelah lainnya mengayun-ayunkan kantong belanjaan berisi sampo, pembalut, pembersih kamar mandi, beberapa makanan ringan dan minuman pereda nyeri datang bulan.
"Heh, lo baru pulang kerja ya?"
Sebelum aku menjawab lebih jauh Hannah sudah lebih dulu nyerocos, lebih tepatnya mengomel.
"Ini udah jam sebelas malem!" Omel Hannah.
Dan lagi aku tidak sempat menanggapi.
"Diana dengerin gue, kerja sewajarnya karena kalo lo mati yang sedih itu gue, keluarga lo. Kantor lo tinggal cari orang lain. Lo juga butuh piknik sekali-kali, kalo nggak, lo bisa gila tau nggak!"
Aku mendesah sembari berjalan menghampiri kursi taman yang terletak di halaman apartemen.
"I wish I could." Gumamku sambil duduk di salah satu kursi. Sebelum Hannah kembali mengomel aku segera mengganti topik pembicaraan.
"Ngomong-omong gimana rasanya jadi warga New Jersey? Mertua lo nggak aneh-aneh kan?"
Hannah tertawa pendek. "Untung mertua gue rada gila kalo enggak gue bisa mati gaya disini."
"Emang disana ngebosenin?" Tanyaku penasaran.
"Ya enggak si, cuma rumah mertua gue di pinggiran kota jadi rada sepi."
"Terus apa lagi?"
"Lo percaya nggak?" katanya lagi dengan nada misterius. "Gue tinggal di komplek dimana banyak seleb hollywood mondar-mandir disini."
"Eh serius?!"
"Coba tebak gue kemaren liat siapa?"
"Siapa?"
"Michael Fassbender sama istrinya lagi joging lewat depan rumah mertua gue."
Seketika mulutku terbuka lebar, tidak percaya.
"Lo minta tanda tangannya nggak?"
"Enggak lah, gue kan bukan fansnya. Ngapain gue minta tanda tangan."
Aku mendecakkan lidah. "Heh, lo emang bukan fansnya tapi sahabat lo yang terbaik ini penggemar beratnya." Kataku dengan nada penuh kekesalan.
"Malu lah gue, lagian biasanya seleb disini nggak suka kalo me time mereka diganggu."
Aku mengangguk-anggukkan kepala menyetujui pemikiran Hannah. Siapapun tidak suka diganggu jika sedang me time tidak peduli dia artis atau bukan.
"I envy you so much." Kataku dengan nada merenung sambil menerawang jauh. "Young, beautiful, smart and soon to be a Phylosophy of Doctor. You got married, got an amazing husband, amazing parent in law. Gue berani bertaruh selesai lo mempublikasikan desertasi lo, dunia bakal cari-cari lo Hann..."
Entah kenapa mulutku berbicara seperti itu tanpa bisa kukendalikan. Aku hampir membuka mulutku untuk berceloteh lagi kalau saja Hannah tidak segera memotong.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...