Aku duduk di salah satu sofa di ruang kerja Chris yang cukup luas sambil memandang berkeliling mengamati sekitar sementara dia sibuk meneliti dan menandatangani berkas-berkas yang baru saja diserahkan oleh seorang perempuan kepadanya. Ini pertama kalinya aku disini dan aku tidak datang kemari atas kemauanku sendiri.
Setengah jam yang lalu Chris tiba-tiba saja muncul di rumah sakit dengan wajah cemas tepat setelah aku selesai menjalani medical check up rutin disana. Aku cukup terkejut karena dia tiba-tiba saja muncul setelah lebih dari sepuluh hari tanpa kabar lalu mengajakku kemari katanya ada sesuatu yang ingin diberikan padaku.
Telepon di mejanya berdering. "Yes?" katanya setelah menekan tombol speaker.
"Mr. Ambrosse, Mr. Lukas Hopkins wants to see you," kata seseorang di ujung sana.
Kepalaku otomatis mendongak mendengar nama yang tak asing di telingaku itu lalu aku melihat Chris yang seperti sedang menimbang-nimbang.
"I'll call him later, Sabrina."
"Yes, sir."
Beberapa menit kemudian Chris berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah lemari. Setelah mengambil sesuatu dari sana dia kemudian berjalan ke arahku dan menyerahkannya padaku.
"Maaf membuatmu menunggu, ayo kuantar pulang."
"Apa ini?" tanyaku sambil mengintip ke dalam paper bag berwarna merah maroon yang baru saja diberikan padaku.
Chris mengangkat bahu. "Dari Jane, dia mengancam akan membunuhku jika membukanya. Jadi aku tidak tahu."
Sebelum aku mengatakan sesuatu dia sudah meraih bahuku dan membuatku berdiri.
"Ayo kuantar pulang,"
"Aku bisa pulang sendiri, kamu tahu?"
Dia menggeleng. "No. Hannah akan membunuhku jika aku tidak mengantarmu dengan selamat."
"Hannah?"
"Nanti kujelaskan di mobil. Come on!"
Dia lalu mendorongku berjalan keluar dari ruangannya. Aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja atau memang Chris sepertinya ingin segera keluar dari sini.
"Aku mendapatkan dua ancaman pembunuhan karenamu, menakutkan sekali!" gerutunya sambil berjalan menuju ke gedung parkir.
***
"Hannah menghubungimu berkali-kali tapi kamu tidak menjawab jadi dia menghubungiku dan menyuruhku mencarimu, memastikan bahwa kamu baik-baik saja."
Dia menjelaskan setelah mobil melaju meninggalkan gedung parkir.
"Oh, I lost my phone."
Lima detik kemudian dia mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. Ponselku.
Mataku melebar kaget.
"Bagaimana bisa ponselku ada padamu?"
"Temanmu menemukannya tergeletak di toilet."
Aku mendesah dengan dramatis mendapati betapa cerobohnya diriku.
"Aku menghubungi Rina karena kamu tidak bisa dihubungi." Jelas Chriskemudian tanpa kutanya.
"Maaf aku nggak bermaksud membuat kalian khawatir." kataku dengan nada menyesal. "Tapi aku baik-baik saja, terimakasih."
"Aku menemukanmu di rumah sakit, apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa, hanya pengecekan rutin."
Tiba-tiba aku tidak bisa menahan senyum yang tersungging begitu saja di wajahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...