9. PMS Day 1

1.9K 218 3
                                    

Seperti ucapannya waktu kemarin, Jennie dengan pagi-pagi sekali berangkat menuju apartemen Vano. Bahkan, Ayahnya sendiri tidak mengetahuinya, dia hanya izin kepada Bundanya yang sangat amat mengerti dirinya tersebut. Kalau saja, Ayahnya mengetahui entah apa yang akan terjadi.

Jennie menatap handphonenya dengan mata yang tidak bisa diam mengarah ke belakang. Dia takut, kalau ada Ayahnya dibelakangnya. "Pak Vano lelet banget sih". Keluhnya, dia bahkan berkali-kali menelepon bosnya itu.

Setelah sekian purnama, mobil bewarna hitam itu sudah berada di depannya, dengan langkah yang cepat dia segera membuka pintu mobil itu, dan menutupnya cukup kuat. "LELET BANGET, KAYAK SIPUT!". Vano mengacak-acak rambut perempuan bermata kucing itu. "Maaf ya, saya tadi telat bangun". Jennie mengembungkan pipinya lucu, Vano dengan gesit mencubit pipi chubby itu. "Kamu marah?". Mata kucing itu melihat ke arah lain, seolah-olah tidak melihat pria tampan yang ada di sampingnya itu. "Pikir aja sendiri". Vano yang gemas mengunyel-unyel pipi milik Jennie.

Setelah itu, dia segera menjalankan mobilnya menuju apartemennya dengan senyum yang tidak pernah luntur di bibirnya. Sesekali Vano bersenandung, sepertiny, mood pria ini sangat amat bagus,berbanding terbalik dengan mood perempuan di sampingnya saat ini. "Berisik!". Seolah tak mendengarkan ucapan sekretaris itu, Vano menambah volume senandungnya. Jennie hanya pasrah, dia menyenderkan dirinya di benda empuk itu, saat dirinya mulai memejamkan matanya. Dia mendengar sayu-sayu suara burung di pagi hari, tak lupa suara senandung yang dikeluarkan oleh manusia tampan di sampingnya.

Vano menepikan mobilnya di depan minimarket. "Jennie, kamu ngga mau beli apa-apa gitu? Mumpung kita ada di depan minimarket". Vano tidak menyadari, jika perempuan yang dia ajak bicara tengah tertidur lelap. Tangannya terulur mengambil hoodie miliknya dan dia letakkan hoodie itu ke tubuh Jennie. "Huh...tahu gini, mending masak sendiri. Ngerepotin aja". Jennie membuka matanya dan menatap tajam Vano. "Ooh...ngerepotin ya?". Vano menggeleng gemas dengan mengibas-ibaskan tangannya. "Yaudah, turunin saya disini sekarang!".

"Kamu kayak anak kecil aja, dikit-dikit ngambek". Jennie memincingkan matanya, dia bersiap-siap untuk turun dari mobil sport itu. Saat tangannya hendak membuka pintu mobil, dengan cepat Vano menghentikannya. "Saya minta maaf". Jennie memutar bola matanya. "Kalau minta maaf itu yang ikhlas, Bapak ngomongnya kayak ngga ikhlas gitu". Ingin rasanya Vano memakan perempuan ini. "Saya menyesal karena bilang kamu ngerepotin, saya juga menyesal karena tidak meminta maaf sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Dengan nama Gevano Adrian, secara resmi meminta maaf dengan seikhlas-ikhlasnya kepada Jennie Nazeef. Sekian, terima kasih". Rasanya Jennie ingin tertawa saat itu juga, tetapi kekesalannya kepada bosnya ini belum surut. "Ngga saya terima".

Vano memijat pelipisnya. "Mau kamu apa, hm? Kamu mau saya ngomong ke seluruh orang yang ada didunia ini, bahwa saya menyesal karena bilang kamu ngerepotin?". Jennie memukul lengan berotot itu dengan cukup kuat. "Kata-kata ngerepotin ngga usah diulang-ulang juga kali!". Kali ini Vano tersenyum sangat amat manis, jika orang lain yang melihat manusia tampan ini tersenyum tanpa beban pasti akan dibuat serangan jantung. "What do you want?".

"Ice cream!". Vano mengelus rambut milik sekretarisnya itu. "Mau berapa?". Jennie mengetuk tengkuknya. "10 ice cream! ". Vano mengacak-acak rambut Jennie sekali lagi. "Tunggu dulu ya, saya beliin dulu". Jennie memberi jempolnya, Vano segera pergi menuju minimarket untuk membeli yang sekretarisnya minta tadi. Semua indra Jennie tertujuh ke handphone milik bosnya, dengan melihat ke semua arah. Takutnya bosnya sudah kembali, dengan cepat Jennie mengambil benda pipih itu.

Raut mukanya menjadi kesal sekesalnya saat melihat nama si pengirim.

+628897***

Pak Vano, ini saya Manda
Nanti kita makan siang bareng yuk.

Baby BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang