12. Temen Bangsat

1.4K 181 5
                                    

Kaki milik sekretaris dari Gevano Adrian itu berjalan menuju ke ruangan bosnya. Saat dia memasuki ruangan itu, dia dikejutkan dengan Vano yang tengah menghisap sebatang rokok, dengan raut yang marah Jennie menghampiri Vano dengan cekatan dia mengambil rokok tersebut, dan membuangnya di sebuah asbak.

"Bapak lupa, terakhir kali Pak Vano ngerokok langsung sesak napas? Sekarang malah di ulangin lagi". Seolah tak mendengar apa yang di ucapkan sekretasinya, Vano mengeluarkan lagi sebatang rokok. Saat ingin menyalahkan korek api, sebuah tangan mengambil sebungkus rokok beserta korek apinya.

"NGEYEL AJA TERUS!". Vano berdecak kasar. "Kamu mau apa kesini, ngerazia saya?". Sebuah map biru berisikan berkas itu Jennie letakkan di meja. "Saya mau minta tanda tangan Pak Vano di berkas ini". Vano mengangguk, tangannya terulur untuk mengambil sebuah bulpoin dan segera menandatangani berkas tersebut.

"Jadwal hari ini?". Jennie berdehem. "Kosong, jangan senang dulu. Lusa, Bapak harus ke Bali untuk acara pembukaan hotel disana"

"Kamu siapkan yang dibutuhkan". Jennie memberi hormat kepada Vano, pertanda semuanya akan aman-aman saja jika ditangannya. "Ehm...Pak, kita ga ada niatan liburan juga kesana? Maksud saya disini itu baik Pak, kan Pak Vano ga pernah healing kan. Nah, ini kesempatan ba-".

"Saya ga peduli". Potong Vano."Kamu ini ga bisa bedain ya, mana kerja mana liburan?". Jennie berdecak kesal, apakah bosnya ini seorang robot, tidak pernah berhenti memandangi komputer didepannya itu.

"Ga asik!"

"Ga peduli!". Tekan Vano. Jennie menghentak-hentakkan kakinya itu, hendak dirinya ingin pergi. Suara dari Vano menghentikan langkahnya.

"Tolong, buatkan saya camilan". Tubuh mungil itu menghadap kembali ke arah bosnya. Dengan ekspresi sangar Jennie memandang bosnya seakan dia tidak sudi untuk membuatkan dirinya makanan. "Ga peduli!". Ucapnya meniru nada bicara Vano.

Vano melipatkan kedua tangannya di depan dada. "Yaudah, saya nyuruh Manda aja kalau begitu". Mata Jennie melotot seketika mendengar pernyataan Vano. "IYA-IYA SAYA BUATIN. PUAS?!".

Suara tertawa khas milik Vano terdengar diseluruh ruangan itu. Jennie baru sadar, kalau bosnya sangat amat manis jika tertawa lepas seperti saat ini.

Suara deheman mampu membuat Jennie tersadar dari lamunannya. "Cemburu ya?". Dengan cepat Jennie menggelengkan kepalanya. "Amit-amit, saya pamit dulu, Pak".

Setelah Jennie keluar dari ruangannya suara dering handphone mengalihkan pandangan Vano. Dia mengambil benda persegi panjang tersebut, mata elangnya membaca nama yang meneleponnya. Raut wajahnya berubah 180° setelah melihat siapa yang meneleponnya. Dengan berdecak kesal Vano mengangkat panggilan tersebut.

"Apa njing?"

"Ahahaha....santai napa bro, masih inget gue ga?"

"Inget, lo yang hobinya ngerebut pacar orang kan?"

"Njir...kasar amat lo, lagi ngapain nich?"

"Lagi nanam beni"

"Heh yang bener aja, sama siapa? awas lo kalau emang bener lo macem-macem gue cepuin ke tante Eliza"

"gue lagi kerja"

"Dikantor kan?"

"Di dengkul lo!"

Baby BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang