29. Kedatangan Sagara

425 95 11
                                    

"Eh, Bang Arkan mau kemana?" Sang mama berteriak ketika melihat Arkan tiba di ujung anak tangga. Tampilannya tidak bisa dibilang istimewa, seperti biasa saja, kaus warna putih dengan logo kecil di bagian dada kirinya, dipadu jeans dan converse putih. Yang membuat berbeda hanya wajah Arkan yang terlihat lebih ganteng karena sudah mandi. Biasanya di sabtu pagi mukanya persis bantal kucel. "Pergi main inget pulang, loh! Mama nggak mau kamu ingkar janji, ya."

"Ingkar janji gimana? Emang Arkan janji apa?" Arkan mengambil satu anggur hijau di meja, kemudian mendaratkan tubuhnya di sofa. Sang mama di sebelahnya sontak langsung mendekat dan menghirup aroma wangi yang menguar dari tubuh putranya. "Ya Allah, Ma! Ketek Arkan nggak usah dicium juga."

"Wangi anak Mama."

Arkan mengangguk setuju, "Yaiyalah, parfum mahal."

"Dibeliin siapa?"

"Dibeliin Ndoro Ibu Mama." Arkan memaksakan cengiran sehingga mukanya jadi terlihat lucu. Ia mengambil tangan kanan mamanya, menciumnya cepat tanpa mengeluarkan sepatah kata.

"Ih, mau kemana? Jawab dulu Mamanya."

Arkan berdiri, sebuah senyum berbeda terbit di wajah anak lelaki itu. Dia bingung bagaimana menyampaikannya kepada mama, tapi hal ini juga tidak akan bisa disembunyikan lama-lama. "Mau jemput Sagara, Mam, ke bandara."

Seperti dugaan Arkan, mata sang mama terbelalak dengan mulut terbuka. Wanita itu tentu saja terkejut. Anak dari sahabat yang paling ia sayang tiba di kota ini, setelah bertahun-tahun lamanya mereka berpisah semenjak kematian Sabina. Arkan menepuk pundak mamanya dengan lembut, dia sendiri juga tidak tahu harus mengatakan apa untuk membuat keadaan jadi lebih baik. Karena, Arkan sendiripun juga sedang kalut. Belum lagi memikirkan pertemuan nanti malam bersama Tirto dan Sarah.

"Arkan pergi dulu," ujar Arkan dengan suara kecil. Ia berlalu menuju pintu utama dan keluar menuju mobil. Sejenak Arkan tersentak di depan benda roda empat itu, dia bertanya-tanya siapa gerangan yang memanaskan mobilnya. Tidak mungkin mama. Lalu ayah?

Tuhan, Arkan paling tidak suka perasaan sendu seperti ini. Dia sudah terbiasa dengan batasan dingin antara dirinya dan ayah. Sangat keterlaluan apabila ayah memulai kembali untuk menyayanginya disaat Arkan sudah terbiasa tumbuh tanpa kasih sayang dari sosok pemimpin keluarga tersebut. Arkan memukul pelan kap mobilnya, mencoba menyadarkan diri untuk tidak termakan dengan ini semua. Anak lelaki itu masih mencoba mencari alasan untuk terus membenci sang ayah, dan ia menemukannya. Lihatkan? Bekerja di hari sabtu dan meninggalkan istri seorang diri di rumah adalah hal yang buruk.

Arkan masuk ke dalam mobil, dia lega karena masih menemukan alasan demi alasan untuk membenci ayah. Pria paruh baya itu tidak layak mendapatkan welas asih dari Arkan.

Ketika sudah duduk di belakang setir, Arkan mengeluarkan ponsel untuk mengirimkan pesan singkat kepada Sagara.

Arkana Caesar |
Gue jalan sekarang.

≥ s a k a n á ≤

Arkan mengembangkan kedua tangannya penuh semangat ketika melihat sosok di depannya. Pria yang tingginya lebih 5 senti daripada Arkan, berwajah khas timur tengah tanpa brewok. Mukanya bahkan terlihat lebih bersih dari terakhir kali mereka bertemu. Arkan merasa seperti anak bebek yang kerap jatuh ke lumpur kalau mereka berdiri terlalu dekat. Sagara, dia benar-benar penuh karisma apalagi kalau sudah tersenyum seperti sekarang. Alih-alih menyambut pelukan Arkan, pemuda itu malah melemparkan hoodienya penuh semangat. Arkan menangkapnya dengan gesit, namun ketika baru akan memeluknya, gerakan Arkan terhenti. Dia mengendus hoodie hijau lumut tersebut dan mendapati aroma yang begitu ia kenal. Jo Malone.

SakanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang