26. Sial & Beruntung

650 125 17
                                    

Sarah membuka pintu ruang OSIS dan langsung menemukan Hugo yang sedang duduk di kursinya, menatap fokus ke arah laptop di hadapannya. Sarah mendekat, dengan muka ditekuk dia melemparkan hardcopy yang semalam diminta Hugo tepat di sebelah laptop lelaki itu. Hugo terlonjak, ia mendongak dengan mata melotot dan tangan memegang dada. Ketika dilihatnya Sarah dengan ekspresi persis Hulk ketika jutek, helaan napas Hugo perlahan mulai tenang. Walau dalam hati Hugo merutuk juga, kalau bukan Sarah, sudah dipastikan laptop yang ia pakai melayang pada subjek yang membuatnya terkejut. Karena ini adalah mantan pacarnya, seseorang yang masih ia sayang, bagaimana bisa Hugo melayangkan laptop. Bisa-bisa ia yang menangis 3 bulan lamanya.

Sarah di posisinya memutar bola mata sebal, "Puas, Ketua?"

Hugo berdehem, dia memperbaiki duduknya dan mencoba memasang emosi kesal pula untuk membalas Sarah. "Lo yang minta gue kaya gitu."

"Gue? Gue yang minta? Sarap lo?"

"Kenapa jadi gue yang lo katain sarap?"

Sarah menahan sumpah serapah dari mulutnya, tapi sulit sekali, dia benar-benar ingin memuntahkan segala kesalnya kepada Hugo mengingat semalaman suntuk dirinya harus berkutat dengan dokumen. Pekerjaan yang awalnya terasa menyenangkan saja mendadak jadi pekerjaan paling menyebalkan setelah Hugo berulah di teras rumahnya. Sarah mendekat, menumpukan kedua telapak tangannya di meja dan menatap Hugo tajam. "Iya, Go, lo manusia paling sarap yang pernah gue kenal, dasar nggak punya hati nurani."

"Jaga omongan lo."

"Gue bakalan jaga omongan gue kalau lo bisa lebih jaga sikap. Awas aja kalau nih proposal nggak lo cek dan malah lo anggurin kaya beberapa proposal yang udah lewat."

Hugo berdiri, membuat Sarah sontak jadi sedikit mundur dengan wajah kaget. Hugo mendekat, dengan wajah jutek mengambil posisi tepat di depan Sarah dan duduk di tepian meja. Tangannya bersedekap di depan dada, dia pantang dipancing seperti ini. "Lo sekretaris acara ini. Gue akui lo punya banyak kelebihan, tapi apa perlu gue ulangin lagi apa kelemahan lo, Ra? Lo lamban! Keong, sadar nggak lo? Gue paling nggak bisa berhadapan sama partner lamban apalagi soal kerjaan di organisasi, Ra. Gue minta hardcopy-nya hari ini biar seenggaknya gue bisa ngehindarin keterlambatan lo semisalnya bener-bener kejadian. Urusan mau gue cek kapan biar jadi urusan gue karena kerjaan gue juga banyak. Seenggaknya, gue tau waktu dan nggak lamban."

Sarah menahan panas di matanya mati-matian, dia ingin sekali menampar Hugo tapi enggan mengotori tangannya dengan menyentuh lelaki itu. Selalu saja begini, pedasnya Hugo selalu membuat dadanya sesak. Kalau saja Sarah bisa membandingkan kepedasan ucapan Hugo dengan cabe ayam geprek yang dijual di kantin sekolah, sudah dipastikan Hugo menang. Paling tidak, lima menit lagi Sarah akan pergi ke kamar kecil karena perutnya mendadak mules. Hugo sialan! rutuk Sarah dalam hati.

Dia menatap dokumen yang baru diselesaikannya subuh tadi sebelum beranjak mandi, kemudian menatap mata Hugo tepat di manik lelaki itu. Dengan sisa kesabaran yang Sarah punya, dia akhirnya menyuarakan sesuatu yang selama ini menjadi harapan Hugo. "Gue keluar."

Hugo menaikkan sebelah alisnya, dia menatap Sarah dalam diam dan tenangnya kemudian mengarahkan pandangan pada ambang pintu yang terbuka luas. "Pintu keluarnya di sebelah sana."

Sarah tersenyum miris, dia balik badan dan berjalan menuju pintu dengan perasaan sakit sekali. Ketika di ambang pintu, Sarah berhenti dan kembali memandang Hugo yang bahkan tidak melihatnya sama sekali. Anak lelaki itu sedang memegang dokumen hardcopy yang Sarah berikan dan baru saja membuka lembaran pertama. Susah payah Sarah menahan suaranya agar tidak lolos dari tenggorokan, namun sayang tangannya tidak bisa diam. Sarah melepas salah satu sepatunya, dan dengan gerakan sempurna melemparkan converse putih itu sehingga sukses mengenai dada kanan Hugo.

SakanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang