10. Arkan dan Sarah

3K 337 21
                                    

Arkan menatap ponselnya dengan sangsi. Takut kalau permintaannya ditolak. Sebenarnya lelaki itu juga tidak mau melakukan ini, tapi memohon pada Alessia agar ikut serta, itu juga bukan ide yang bagus. Alessia bukan tipe orang yang mau disalahkan walau ia sebenarnya salah. Gengsi dan ego perempuan berstatus pacar bagi Arkan itu terlalu tinggi. Dalam hubungan mereka pun, bisa dikatakan Arkanlah yang akan selalu setia mengalah walau dirinya tidak salah sama sekali.

Arkan melihat lapangan parkir dengan satu persatu kendaraan mulai pergi. Ia masih berada di sekolah sejak bel pulang berbunyi. Malas menunggu di tempat lain, akhirnya ia memilih di mobil. Zafran---sohib Arkan---entah sudah terbang kemana meninggalkan Arkan sejak tadi. Katanya, ada turnamen bermain PUBG di hall sekolah.

Kalau bukan karena tanggung jawab yang diberikan oleh Buk Lovely, Arkan mana mau duduk diam seraya berdoa berharap Sarah mau ikut serta. Lebih baik ia bergabung bersama Zafran dan teman-teman yang lain dalam turnamen games PUBG.

Arkan membuang lagi pandangan pada sekitar. Menghela napas yang terasa berat. Jika dilihat-lihat, tampaknya tidak ada harapan sama sekali dari Sarah. Toh Arkan sendiri sebenarnya bisa menilai bahwa Sarah segitu menaruh benci terhadapnya. Mau bagaimana lagi, Arkan harus berusaha menekan kuat-kuat egonya hanya agar Sarah luluh.

Hampir sepuluh menit setelah Arkan mengirimkan pesan pribadi kepada Kesha yang kontaknya ia dapati dari group angkatan sekolah, akhirnya ponselnya Arkan berbunyi. Lebih dari yang Arkan harapkan sebab Kesha ternyata meneleponnya.

"Halo," sapa Arkan pelan dengan nada tidak yakin.

"Lo dimana?" Pertanyaan tersebut dari Sarah. Dia yang sengaja menyuruh Kesha agar menelepon saja biar lebih cepat.

"Parkiran," jawab Arkan dan Sarah di tempatnya refleks melihat sekitar.

"Gue juga di parkiran. Lo dimananya?"

"Di dalem mobil, bentar biar gue keluar." Arkan membuka pintu mobil, kemudian keluar dan celingak-celinguk ke sekitar. Lelaki itu berusaha menebak dimana mobil Sarah dan Kesha. "Lo dimana?"

"Di dalem mobil Kesha." Sarah menjawab, belum berniat keluar dari mobil. "Mau ngapain nanya alamat gue?"

Arkan terlihat diam, tangannya bergerak ke belakang kepala dan menggaruk pelan di sana. Dia sudah berpikir bahwa Sarah tentu saja meletakkan kewaspadaan karena Arkan bertanya tentang alamat. Padahal, Arkan begitu sebab Sarah tidak memiliki ponsel. Lelaki itu sama sekali tidak memiliki niat lain sedikitpun. Arkan hanya ingin agar Sarah menemaninya sebentar kemudian ia dapat meminta maaf secara langsung pada gadis itu.

"Gue cuma pengen lo nemenin gue, itu doang." Arkan berkata, mencoba membuat Sarah yakin.

Sarah tidak berubah, dia masih duduk diam sambil memperhatikan Arkan dari dalam mobil. Ponsel milik Kesha masih terus berada di telinga sebelah kiri. Gadis itu terlihat berpikir, apakah ia harus menerima permintaan Arkan atau langsung pergi begitu saja. Lagipula, Sarah tidak memiliki kewaijban terhadap lelaki selengek-an tersebut. Sarah mana tahu kalau setelah insiden marah-marah kecil tersebut, ia malah jadi terlibat bersama Arkan.

"Dia serius kayaknya minta ditemenin doang, Ra," kata Kesha yang masih dapat didengar oleh Arkan. "Temenin ajalah, kasihan."

Sarah tidak memberikan jawaban, melainkan memutuskan sambungan telepon dan mengembalikan benda pipih itu pada Kesha. Dia menarik napas, lalu mengeluarkannya dengan pelan. Baru setelah itu dibukanya pintu mobil dan keluar. Kencangnya angin refleks membuat Sarah menyipitkan mata serta merta mengatur rambut yang ikut beterbangan. Dilihatnya Arkan yang juga tengah menatapnya sambil berjalan mendekat.

"Lo mau?" tanya Arkan ketika Sarah masih sibuk menyelipkan anak rambutnya di balik telinga.

"Ya menurut lo ngapain gue keluar dari mobil kalau nggak mau?" balas Sarah sedikit menekan gas dalam nadanya.

SakanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang