18. Kabar dari Ara

1.5K 201 23
                                    

Tempat duduk di mobil rasanya tidak pernah senyaman ini, suasana Jakarta pun terasa tidak pernah seindah ini, begitupula dengan perasaan Sarah—tidak pernah selega ini. Setelah melihat wajah cantik mamanya malam tadi, mood Sarah berubah naik drastis sekali.

Hari ini, secara istimewa Sarah diantarkan oleh papanya ke sekolah. Dia duduk di sebelah sang papa yang asik menyetir dibalik kemudi. Sesekali, obrolan tentang mama muncul lagi. Tampak tidak ada beban diantara keduanya karena Sarah dan papa tampaknya sudah sepakat untuk berdamai pada masa lalu. Walau Sarah tidak sepenuhnya, karena hatinya tiba-tiba saja berubah dingin pada keluarga sang mama yang terlampau keterlaluan. Tetapi yang pasti, Sarah yakin bahwa mamanya merupakan wanita baik dan sama halnya dengan sang kakak—Sagara.

Mengingat bahwa pulang sekolah nanti ia akan pergi ke toko ponsel, Sarah sudah berencana akan memasang potret sang mama dan kakaknya, Sagara, sebagai lockscreen dan potret sang papa sebagai homescreen di ponsel barunya nanti. Ah, Sarah sudah tidak sabar. Rasanya benar-benar seperti mimpi bahwa ia akan memiliki sebuah ponsel.

Kalau dipikir-pikir, cukup masuk logika apabila selama ini sang papa membatasi Sarah dengan tidak memberinya ponsel. Sarah akui memang konyol, ketinggalan zaman, dan sulit untuk dipercaya. Bagaimana mungkin seorang remaja SMA yang tumbuh di ibukota, tidak memiliki ponsel sama sekali dan sanggup bertahan di tengah hingar bingarnya teknologi yang kian maju. Sarah sadar konsekwensinya, gadis cantik itu terpaksa tumbuh menjadi manusia zaman batu yang jarang sekali tahu perihal perkembangan zaman. Namun mungkin hanya dengan cara seperti itu, dia tidak akan ditemukan apabila keluarga besar neneknya memang tengah mencari.

Sejujurnya, hati kecil Sarah sangat mengapresiasi apa yang diputuskan oleh papanya. Alih-alih tidak suka dan merasa dijauhkan dengan sang mama, Sarah malah ingin sekali memeluk sang papa karena ia sadar bahwa menjadi seorang ayah yang bijak dan teguh pada pendirian di zaman sekarang memang tidak mudah. Menghadapi kecerewetan Sarah terhadap ponsel tentulah harus dihadapi dengan akal pintar agar gadis itu mau menerima. Karena Sarah paham, bahwa papanya tidak pernah ingin memisahkan Sarah dari mama dan kakak, melainkan hanya tidak ingin keluarga neneknya menyentuh Sarah dan mengambil Sarah dari papa. Sesederhana itu, bahwa sang papa tidak ingin sendirian.

Sarah mengusap matanya yang kembali terasa panas. Dia membuang pandangan ke luar jendela untuk menghindari rasa penasaran papa. Sekelebat bayangan masa lalu muncul satu-satu di kepala Sarah. Potongan-potongan momentum berharga yang sempat diabadikan oleh sel-sel otak Sarah mencoba memberi pertunjukan kembali padanya. Tawa Sarah yang bahagia setiap papa membelikannya rambut nenek sepulang dari taman kanak-kanak. Senyum seorang gadis berambut kotak khas Dora yang bahagia karena papa membawakannya minuman cokelat sekali seminggu dari gerai toko kopi ternama. Pergi ke bioskop di awal bulan walau hanya satu kali dalam sebulan dan Sarah diizinkan untuk memilih popcorn kesukaannya. Hingga kini, rasa caramel tetap menjadi juara.

Di sekolah dasar, Sarah akan selalu diajak jalan-jalan ke Kota Bandung manakala ia sukses mendapatkan peringkat di kelas. Walau harus menggunakan bus antar kota, tetapi Sarah bahagia luar biasa karena ia dapat bepergian. Ketika Sarah sakit, entah itu akibat alergi susu sapi, atau asma akibat berlari, maka sang papa akan dengan telaten merawat Sarah. Hingga ketika pertama kali papanya mendapat pekerjaan bagus di sebuah perusahaan global, sang papa pulang dengan senyum lebar dan langsung menggendong Sarah. Sama halnya ketika papanya membeli mobil baru dan berteriak pada Sarah, "Ara! Princess, ini mobil buat Ara. Ayo, kita bolak-balik Bandung juga sikat Papi anterin!!"

Air mata Sarah yang sontak jatuh membuat ia sadar dari lamunannya. Papanya yang peka buru-buru bertanya dengan nada panic, dan Sarah malah tertawa. "Ara cuma abis keinget masa lalu bareng Papi."

"Loh? Random banget anak Papi."

Sarah mencebik lucu, "Bukan gitu, Papi!"

"Jadi apa, dong?"

SakanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang