9. Tiba-tiba

2.3K 315 6
                                    

Suasana dalam ruangan OSIS terasa tegang. Beberapa anggota terlihat sudah gerah berada lama-lama dalam ruang tersebut, tidak peduli sedingin apapun suhu sebab air conditioner, jika manusia yang memimpin di dalamnya masih Hugo, Juret, dan Alta, maka lupakan saja duduk santai. Hugo yang akan terus menatap tajam dan tidak menerima apabila ada anggota yang tertawa. Juret yang tidak senang apabila anak-anak di dalam permisi bahkan untuk sekedar buang air kecil, karena baginya hal tersebut sama saja dengan membuang waktu. Kemudian Alta, murid laki-laki berkacamata yang jauh sekali dari kata culun, senang menyindir serta bermulut kasar pada siapa yang tidak bisa menghargai orang lain. Keberuntungan kecil, sebab ketiga lelaki itu hanya akan keluar brutalnya ketika berada dalam forum OSIS---seperti sekarang.

Sarah yang duduk tepat di sebelah Beti sejak tadi memilih diam. Dia memang tidak bersuara sejak tadi sebab tidak ada alasan untuknya melakukan itu. Yang Sarah inginkan hanya pulang, tapi keadaan memenjarakan langkah gadis itu. Dia mana mungkin bisa permisi jika ada Juret, kemudian akan dihardik oleh Alta, dan terakhir terpaksa menghadapi wajah Hugo. Sarah tidak mau. Lebih baik duduk sampai bokongnya perih daripada berhadapan dengan ketiga malaikat maut itu.

"Ra," bisik Kesha diam-diam dari belakang. Sarah yang kaget langsung menoleh sedikit untuk menanggapi.

"Apa?" Sarah balas dengan berbisik juga.

"Cabut, yuk?" Sarah melotot karena ajakan gila Kesha. Jangankan untuk cabut, berbicara kuat-kuat menanggapi Kesha saja Sarah tidak berani. "Bosen gue gini-gini mulu, Ra."

"Ke, gue beneran males dengerin Juret kalau dia udah ceramah."

"Ya gue juga!" Kesha berbisik gemas, sampai Beti sendiri juga ikut-ikutan penasaran kenapa dua gadis di sebelahnya jadi heboh tidak jelas. "Tapi emangnya lo nggak enek dengerin tuh tiga cowok ngomong mulu di depan? Males, Ra, ayolah cabut."

"Bilang apaan?"

"Tenang!"

Sarah menunggu Kesha sampai gadis itu menunjukkan aksi. Ketika temannya itu berdiri, Sarah sampai menahan napas karena takut. Ia mengintip Kesha, berdoa supaya teman sakit jiwanya itu tidak melakukan kesalahan.

"Awas aja kalau salah nggak mau ikut-ikutan," cetus Sarah pada dirinya

Kesha yang mendengar ingin sekali menekan kepala Sarah dari belakang. Tapi ia buru-buru ingat pada rencananya. Kesha mengangkat tangannya, memberikan wajah lusuh.

"Kenapa?" Juret bersuara, nadanya sudah tidak enak. Padahal belum apa-apa.

"Itu, ini girl's problem sih. Gue lupa bilang ke kalian tadi kalau gue mesti beli obat bareng Sarah. Boleh, nggak? Takutnya kalau gue di sini sampai rapat selesai, yang ada tempatnya tutup."

Juret menatap Kesha dari tempatnya berdiri. Tidak cukup jauh, tapi Juret dapat melihat gadis di depannya dengan jelas. Mencari kebohongan dalam gelagat Kesha. Beruntung, karena Kesha pandai mengatur ekspresi diri agar tidak terlihat panik dan berlebihan.

"Serius banget, nih?" Juret bertanya, masih tidak mau melepaskan salah satu anggotanya agar pergi. "Emangnya problem apa?"

"Ya gue mana bisa kasih tau lo, Joe." Kesha melotot, wajahnya dibuat terkesan tidak suka dengan pertanyaan Juret. Sebab ketidaksukaan Juret terhadap orang-orang yang permisi sudah diluar zona normal. Lelaki itu butuh pengobatan tampaknya. "Ya kalau lo nggak percaya, nih telfon dokter pribadi gue. Gue beneran mesti pergi ambil obat bareng Sarah."

"Kenapa harus sama Sarah?" Kali ini, Hugo yang bertanya. Sarah mana tahu menau. Dia hanya mengikuti rencana gila Kesha dan tidak akan membuka suara apa-apa untuk ikut membuat alasan.

"Gue udah bilang ini tuh masalah perempuan, kan? Bisa nggak jangan nanya-nanya lebih detail. Gue juga nggak mungkin jelasin apa-apa selain gue butuh pergi ambil obat sekarang bareng Sarah."

SakanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang