Demi menyongsong kesuksesan misi empat hari yang sudah seperti mimpi buruk ini, aku mengambil alih sebuah ruangan yang paling nyaman dan jauh dari peradaban di kantor untuk dijadikan markas sementara timku yang berjumlah enam orang. Dan untuk menjaga agar kami tetap sehat dan waras, aku berhasil membajak dua orang office boy yang bertugas secara bergantian membantu urusan logistik kami seperti menyiapkan minum, membelikan makanan, membereskan sampah dan sebagainya. Terhitung sudah tiga malam kami tidak pulang, ada yang bahkan tidak mandi. Kondisi ruangan sudah pasti berantakan sama seperti penghuninya. Aku cinta kebersihan dan kerapian, dan biasanya aku sangat terganggu tapi thank God, kali ini ternyata aku berhasil untuk tidak peduli.
"Gus..." aku bergumam pelan tanpa mengalihkan tatapanku dari layar laptop. Tapi yang dipanggil tidak menyahut. "Woi, Agus!"
Orang yang bernama Agus langsung menoleh padaku. Aku mengangkat tangan kananku memintanya mendekat. "Coba lo masukin script ini, semoga bisa optimalin fitur pencarian." Kataku pada Agus sambil menunjukan sesuatu di layar laptopku.
"Udah lo coba?"
Aku mengangguk mantap.
"Yaudah lo kirim ke gue, lo istirahat dulu sana."
Ide bagus. Hal itulah yang dari tadi ingin kulakukan. Tapi sebelum itu, aku harus memastikan semuanya berjalan sesuai yang direncanakan.
"Keneth, bugs, report!" seruku.
"I'm working on it." sahutnya entah dari mana asalnya suara itu.
"How much time do you need?"
"I will be looking in to that."
"Besok pagi beres ya?"
"Aman."
Tanganku berlarian diatas nuts-nuts keyboard memperbarui jurnal harian lalu berteriak lagi. "Suci, migrasi data, report!"
"70 persen mbak."
"Mas Ade!"
"Beres, Di."
"Mas Ade gantiin Suci. Ci, lo istirahat dulu sana."
"Mas Ikhsan, laporan."
"Finishing, Di."
Aku mengetik sembari menghembuskan napas lega karena akhirnya bisa menyelesaikan tantangan berat ini sesuai waktu yang diberikan. "Alvin, what's your status?"
Sedetik dua detik tiga detik tidak ada sahutan. Aku yang sedang duduk menjeplak di atas lantai lantas berdiri. "Kemana Alvin?"
"Tadi keluar, ada yang nelepon apa." Jawab Suci yang sedang mengaduk isi tasnya.
Saat aku sedang berjalan untuk memeriksa ke luar, ponselku berdering. Nomor tanpa nama. "Ya!" Aku spontan berseru dengan nada yang terdengar ketus tanpa kusadari.
"Hei, it's me."
Oh, Chris. Suaranya terdengar cemas.
"Hei, what's up?" tanyaku pelan dengan sendirinya.
Aku berjalan menjauh ke pojok ruangan dengan jendela kaca besar dan memandang keluar.
"Where are you now?"
"At the office."
"Are you busy?"
"I was. I've just-"
"Could you come in here, please?" Dia menyela sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Nada suaranya terdengar lemah.
"Hei, what's wrong?"
"I'm running out of food and I'm so starving like I'm gonna die."
Aku otomatis menoleh ke arah sisi ruangan dimana office boy meletakkan makanan untuk makan malam kami. "I'll be there, in a second."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...