"ANOTHER WEDDING"

127 16 0
                                    

Tepat pukul 19.00 WITA aku dan Chris sudah tiba di tempat resepsi pernikahan. Sepertinya penjaga pintu sudah diberitahu sebelumnya karena aku langsung diarahkan untuk masuk melalui jalur khusus setelah menunjukan undangan. Sementara Chris tidak, dia rupanya harus melewati pintu masuk umum yang letaknya lumayan jauh dari pintu masuk khusus, akan tetapi setelah ku jelaskan bahwa Chris adalah partnerku dan kebetulan di undangan tertera Aisyah Puteri Diana and Partner akhirnya penjaga pintu mengizinkan Chris untuk bisa masuk denganku. Aku bisa melihat Chris yang menatapku dengan penuh tanya saat aku memberitahunya bagaimana dirinya bisa masuk melewati jalur khusus.

"Ini pertama kalinya kamu datang ke acara seperti ini disini, aku nggak mau mendapat masalah kalau terjadi sesuatu denganmu."

Aku beralasan sebelum dia sempat bertanya. Sementara dia mengangguk-angguk setelah terlihat berfikir sebentar. Sebagai informasi, akhirnya Chris memutuskan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan berbicara menggunakan bahasa Indonesia di hampir semua kesempatan. Awalnya aku agak tidak sabaran karena membutuhkan waktu yang agak lama untuk berkomunikasi dengannya tapi aku menghargai usahanya itu. Terkadang malah jadi hiburan saat mendengarnya melafalkan kalimat dalam bahasa Indonesia karena terdengar lucu. Namun aku takjub, dia belajar dengan sangat cepat.

Ruang resepsi didekorasi dengan begitu indahnya, didominasi oleh warna emas dan putih. Sudah ada banyak orang disana, beberapa yang kukenal berusaha menyapaku ditengah-tengah obrolan mereka. Resepsi pernikahan dilangsungkan dengan adat Bali yang kental. Firasat Chris rupanya tidak meleset, banyak diantara tamu undangan yang memakai pakaian adat tapi tetap saja wajah Chris yang kebarat-baratan dikombinasikan dengan pakaian adat yang dikenakannya berhasil menarik perhatian banyak orang. Beberapa ibu-ibu bahkan berebut ingin berfoto dengannya. Aku tersenyum melihat wajahnya yang aku yakin sudah lelah itu tetapi tetap memaksakan sebuah senyum karena harus melayani permintaan berfoto yang tidak ada habisnya. Sesekali dia melihat ke arahku dengan tatapan meminta pertolongan yang kutanggapi dengan gelengan kepala sambil tersenyum. Untung saja prosesi acara akan segera dimulai sehingga memberi kesempatan bagi Chris untuk melepaskan diri dari belenggu ibu-ibu. Selanjutnya mungkin acara yang Chris tunggu-tunggu, acara resepsi ini lebih terlihat seperti acara pagelaran budaya. Jujur aku belum pernah menghadiri acara resepsi pernikahan dengan adat Bali jadi aku tidak tahu apakah memang seperti ini adanya atau sudah diimprovisasi sedemikian rupa. Untung saja Chris tidak bertanya apa-apa padaku tentang adat ini, sebaliknya dia sibuk menyaksikan tari kecak di depannya dengan mata berbinar-binar. Aku yakin dia menyesal setengah mati karena tidak diperbolehkan membawa kamera atau sejenisnya mengingat mungkin pertunjukan tari kecak merupakan salah satu objek yang wajib untuk didokumentasikan.

Andre datang setengah jam kemudian, mengomel tentang betapa Bali sekarang tidak ada bedanya dengan Jakarta dalam hal kemacetan. Sementara aku mengernyitkan kening sembari menatap Andre dengan tatapan menelisik.

"Lo datang sendiri? Mana Dini?" tanyaku menyebut nama istrinya.

Aku bertanya karena dia datang tidak dengan istrinya yang kutahu sangat possesif. Dia harus selalu ikut setiap suaminya itu menghadiri suatu acara. Dua tahun diatas kami, sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara karena harus mengikuti suaminya disini. Dulu cukup sering berkomunikasi denganku meskipun tidak terlalu intens, sebagian besar untuk urusan seperti menanyakan suaminya dimana, sedang apa, sama siapa.

Tepat pada saat itu ponselku bergetar. Sebuah pesan masuk.

Diana, gw titip Andre ya, jangan biarkan dia melirik wanita manapun disana. I count on you.

Panjang umur. Pesan dari Dini.

"Siap mbak!"

Aku membalas singkat.

AFTER HEARTBREAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang