Aku baru saja melepas mukenaku saat telepon yang tergeletak di meja dekat tempat tidur berbunyi. Andre memanggil.
"Di, lo udah tidur belom?" suara Andre langsung menerjang gendang telinga begitu telepon ku jawab.
"Baru mau tidur, kenapa?"
"Turun sekarang, cepet. Gue udah di lobi."
Aku meraih jam tangan yang tergeletak di meja. Pukul 23.15.
"Mau ngapain sih?" sergahku.
"Udah cepetan, pokoknya penting."
"Awas kalo ternyata nggak penting ya." aku mengancam sembari beranjak dari tempat tidur menyeret kaki dengan langkah malas menuju lemari, menyambar kerudung dan keluar menuju lobi.
"Gue cuma punya waktu sepuluh menit, jadi tolong jawab pertanyaan gue dengan singkat padat jelas. Yang paling penting jujur."
Aku bahkan belum benar-benar duduk saat dia menjelaskan, dari gerak-geriknya sepertinya memang ada yang serius.
"Oke?"
Tanyanya karena aku masih belum menanggapi.
Aku mengangguk dengan serius. Rupanya keseriusannya menular padaku secara otomatis.
Dia memperbaiki posisi duduknya lalu bertanya tanpa basa basi, "Lo sama Alvin baik-baik aja kan?"
Aku sepenuhnya menyadari, pertanyaan ini cepat atau lambat pasti akan kudengar dari mulut Andre. Yang aku tidak tau adalah apakah Andre juga sudah menanyakan hal yang sama pada Alvin? Jika sudah, aku tidak ingin jawabanku bertolak belakang dengan jawaban Alvin. Jika Alvin mendapat pertanyaan yang sama, kira-kira dia akan menjawab apa. Bukannya menjawab pertanyaan Andre aku malah sibuk menebak-nebak.
"As you can see." jawabku akhirnya.
Andre menghela napas, terlihat kecewa dengan jawabanku.
"Dari yang gue lihat, ada something wrong. Am I right?"
Kamu benar, Ndre. Tapi tidak mungkin aku menjawab demikian bukan? Ini masalahku dengan Alvin aku tidak ingin menyeret siapapun ke dalam urusan ini.
"You're absolutely wrong and we're absolutely alright!" aku menjawab yakin. "Lo kenapa sih?"
Aku heran kenapa Andre terlihat begitu serius dan gelisah dalam waktu yang bersamaan.
"Ada yang salah." ia bergumam.
"Apa yang salah?"
Andre tidak langsung menjawab. Ditatapnya wajahku lamat-lamat sampai aku merasa risih ditatap seperti itu. Lalu dia menggeleng.
"Apaan sih, lo nggak jelas ah." gerutuku.
Aku hendak berdiri meninggalkannya namun Andre berhasil meraih tanganku dan menarikku duduk kembali.
"Look, apa lo yakin kalau Alvin dan Julie bener-bener bertunangan?"
Aku mengernyitkan kening. Kenapa Andre bertanya seperti itu. "Kenapa mereka harus bertunangan bohong-bohongan?"
"Maksud gue, apa lo yakin kalau mereka bertunangan karena saling mencintai satu sama lain?"
Matanya berkali-kali melirik ke arah jam tangannya.
"Ndre, dari yang gue lihat, mereka terlalu bahagia untuk pasangan bohong-bohongan."
Entah kenapa aku merasa sebenarnya sedang ada yang berkecamuk di kepalanya, dia mendatangiku dengan harapan mendapatkan opini yang sama dengan yang saat ini ada di kepalanya. Akan tetapi sepertinya jawabanku tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.
"Gue tanya sekali lagi, kalian baik-baik aja?"
"Entirely!"
"Apa Alvin pernah cerita ke lo tentang Julie sebelumnya?"
Aku menggeleng.
"Dia pernah cerita ke lo kalo dia menyukai seseorang?"
Alvin sangat tertutup untuk urusan pribadi. Jadi aku kembali menggeleng.
"Dia pernah cerita ke lo kalo dia berencana akan menikahi seseorang?"
Kali ini aku mengangguk. Mengingatkanku pada kejadian malam itu.
"Kapan?"
"Dua bulan yang lalu."
Tepatnya dua bulan dua hari dua jam lima belas menit yang lalu. Aku membatin. Kejadian itu belum bisa hilang sama sekali dari kepalaku walau hanya sedetik.
Andre menganggukkan kepalanya entah tanda apa. Lalu dia kembali melirik jam tanggannya.
"Yaudah kalo gitu, waktu gue hampir habis." dia lalu beranjak berdiri. "Gue lega kalau kalian baik-baik aja." tambahnya.
Aku berdiri sementara dia berjalan menuju halaman parkir setelah mengucapkan selamat malam padaku.
"Ndre," aku memanggilnya tepat ketika dia hampir mencapai pintu keluar.
Dia membalikan badannya.
"Kenapa lo tanya kayak gitu?"
Dia mengangkat bahu lalu menjawab.
"Karena menurutgue, Alvin nggak seharusnya bertunangan dengan Julie."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...