Hari ini aku diundang makan siang oleh Andre dan Istrinya di Rumah mereka, melalui pesan whatsapp yang dikirim pukul 12.45 dini hari tadi namun baru kubaca tepat pukul 05.00.
Besok siang lo nggak usah kelayapan cari makan siang, dateng aja ke rumah. Raul udah nanyain lo mulu tau lo ada di sini. Ini permintaan anak gw ya, jadi nggak usah beralasan ngejar flight
Lagi pula flight lo masih besok pagi
Jangan lupa bawa pacar bule lo itu, katanya anak gw mau kenalan sama omnya
Aku mendesah berat saat membaca pesan bernada santai namun sarat akan paksaan itu. Aku memang belum memberitahu Andre perihal Chris yang sebenarnya datang sebagai perwakilan dari kantornya, disamping aku tidak mendapatkan kesempatan untuk memberitahunya semalam juga, ah sudahlah, aku akan memberitahunya nanti, untuk sementara biarlah seperti ini dulu, biarlah Andre mengira Chris adalah pacar buleku dan Alvin mengira Chris datang untuk menemaniku. Entah bagaimana hal itu justeru membuat suasana hatiku sedikit lebih baik dan aku merasa tidak lagi terlihat terlalu mengenaskan dimata Alvin. Yah aku tidak ingin terlihat tidak berdaya dengan kabar yang sangat mengejutkan itu meskipun yang kurasakan justru sebaliknya.
Aku kembali berbaring diatas tempat tidur menatap langit-langit. Aku yakin Andre tidak hanya mengundangku, tapi juga Alvin dan tunangannya. Di acara semalam aku bisa menahan diri untuk tidak langsung keluar dari gedung resepsi pada saat itu juga karena ada banyak hal yang bisa kujadikan pengalihan, tapi apakah nanti aku masih bisa bertahan dengan semuanya disaat tidak ada yang bisa kusaksikan selain melihat kebersamaan mereka? Apakah sebaiknya aku tidak usah datang? Atau bagaimana kalau aku merubah jadwal kepulanganku saja nanti siang supaya ada alasan untuk tidak datang? Tapi pasti akan mengecewakan Andre dan istrinya. Lagi pula besok senin libur, aku tidak punya alasan yang kuat untuk merubah jadwal kepulanganku.
Gue nggak janji, Ndre. Gue lg kurang enak b...
Aku hendak membalas tapi segera aku hapus lagi. Alasan kurang enak badan terlalu mudah ditebak bahwa aku hanya beralasan untuk tidak perlu datang, justru nanti akan menambah kecurigaan Andre tentang hubungan persahabatanku dan Alvin yang sudah hampir ke neraka ini. Merasa tidak tahu harus bagaimana, akhirnya aku beranjak turun dari tempat tidur berganti pakaian, memakai running shoes dan berderap ke luar hotel.
Ada sebuah pantai tidak jauh dari hotel tempatku menginap, lari pagi di pinggiran pantai sembari menunggu sunrise adalah ide yang bagus untuk sedikit mengurangi rasa sesak di dada. Udara pagi juga bagus untuk kesehatan, siapa tau dengan suplai udara segar ke otak bisa membuatku berpikir jernih, tidak memulu memikirkan tentang Alvin.
Aku berlari melewati gapura yang merupakan pintu masuk ke pantai dan langsung disambut oleh hamparan pasir, deburan ombak, semilir angin dan kelap kelip dari lampu pesawat yang tengah tinggal landas dari runaway Bandara I Gusti Ngurah Rai. Pantai cukup sepi hanya ada beberapa orang pelayan restoran pinggir pantai yang sedang melipat kursi dan meja kayu untuk dimasukkan ke dalam restoran serta satu dua nelayan yang sedang merapatkan perahunya. Aku menyapa satu dua orang sambil tersenyum lalu melanjutkan lari pagiku, menghirup udara sebanyak-banyaknya, sepuas-puasnya.
Setelah beberapa ratus meter berlari menyusuri pantai, aku memperlambat kecepatan lariku saat samar-samar kulihat sesosok orang yang sepertinya tidak asing sedang tiduran di atas kursi pantai. Aku melangkah pelan mendekati orang itu untuk memastikan apakah tebakanku benar atau salah. Dan benar, dialah Chris. Dia tersenyum dan membuka sunglasses-nya saat aku menyentuh bahunya dengan ujung jari telunjukku.
"Hai, Di. Jogging?"
Aku mengangguk.
"Kamu ngapain disini pagi buta begini?" tanyaku
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...