Ketika aku dan Olivia sampai di meja makan, sudah ada Alvin disana dan aku nyaris tertawa ketika melihatnya memakai kaos turtle neck warna pink juga outer dengan warna senada hanya saja lebih gelap. Kalau aku tidak ingat dengan table manner, pasti aku sudah tertawa terbahak-bahak.
"What's so funny?"
Alvin bertanya dengan ekspresi kesalnya yang malah terlihat lucu begitu menyadari aku menertawakan penampilannya. Aku hanya menggeleng, masih menahan tawa, lalu menarik kursi di depannya.
"You look good on a dress." godaku saat aku sudah duduk. Dia melihat ke arahku dengan wajah masam.
"It's not a dress!" balasnya lirih, menyadari aku hanya menggodanya.
Beberapa menit kemudian, orang tua mereka datang. Aku mendadak merasa gugup, terlebih saat mereka menghampiriku.
"Selamat datang di rumah kami, Diana. Kuharap Olivia tidak merepotkanmu." kata Ayah mereka dengan ramah sembari menjabat tanganku.
"Paap......" Olivia memprotes dari kursinya.
Sementara aku yang dilanda gugup luar biasa hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terimakasih dengan canggung.
"Terimakasih sudah datang, Diana. Kamu lebih cantik dari yang kubayangkan."
Kali ini ibu mereka, dia memberiku pelukan hangat, membuatku grogi setengah mati. Setelah itu kami semua duduk. Diam. Hening. Dengan tidak mencolok aku melirik ke arah Alvin, Olivia dan kedua orang tua mereka. Apakah selalu seperti ini suasana makan bersama setiap keuarga crazy rich? sungguh hanya suara detik jarum jam yang terdengar. Banyak menu sudah terhidang di atas meja dan peralatan makan pun sudah tertata rapi pada tempatnya, apalagi yang ditunggu?
Dua menit serasa dua jam. Tepat setelah itu layar monitor ukuran kurang lebih 42 inci yang menggantung di bawah langit-langit seketika menyala. Dua detik kemudian seorang laki–laki dengan mengenakan polo shirt berwarna pink muncul disana dan berseru dengan suara nyaring yang cukup mengagetkan.
"I'm sorry, I am late, I am late, I am late."
Dia terlihat duduk dengan terburu-buru, lalu membuka sebuah bungkusan dan mengeluarkan isinya ke atas meja. Kalau aku tidak salah lihat, dari tulisan yang tertera disana itu adalah chinesse food.
"Hai pap, hai mam, hai bunny!"
Dia menyapa semua orang kecuali aku dan Alvin. Dia baru menyadari keberadaan kami beberapa detik kemudian.
"Hei, there you are!"
Dia melebarkan kedua matanya seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Apa kabar, Vin?" tanya Alvin lebih dulu. Aku masih belum tahu hubungan keduanya, maksudku siapa yang kakak siapa yang adik.
"I'm better because I finally see you, home!"
Reflek aku melirik ke arah Alvin. Ini perasaanku saja atau hubungan keduanya tidak seperti yang kubayangkan. Yang ada di bayanganku adalah, selayaknya hubungan kakak beradik pada umumnya. Tapi mereka berdua terkesan seperti dua orang yang sudah lama sekali tidak saling kontak. Dan jawabannya terdengar seperti sindiran.
"And I believe, there must be uh, the famous Diana, right? I am kevin by the way."
Aku reflek mengangkat kepalaku mengahadap layar monitor mendengar lagi-lagi famous diana. Apa yang sebenarnya telah terjadi.
"Hai, pleasure!" hanya itu yang keluar dari mulutku.
Aku sempat bersitatap dengan Alvin untuk beberapa saat sebelum kemudian Ibu mereka mengambil alih situasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...