BAGIAN (3)

307 45 16
                                    

Hazel merasakan tubuhnya menegang dan peluh mulai bercucuran di seluruh badan.

Lift berguncang dan lampu berkedip-kedip tak beraturan. Dia sudah tak bisa berpikir jernih dan ketakutan setengah mati. Dengan reflek ia memeluk badan kekar pria di hadapannya. Hans terkejut, tapi membalas pelukannya agar tenang.

Tangan kiri Hans memeluk pinggangnya sedangkan yang kanan masih setia berpegangan pada dinding lift.

Guncangan semakin lama semakin keras lalu mendadak berhenti begitu saja, membuat tubuh keduanya jatuh kebawah.

Posisi Hazel kini berada di atas Hans dengan kepala berada tepat di dada bidangnya.

Pintu kembali terbuka dengan sendirinya. Tanpa di duga ternyata banyak orang yang menunggu di luar lift.

Ada seorang kakek yang melongo lebar.

Anak kecil yang melotot sambil memegang es krim. Ibu dari anak itu bergerak cepat menutup mata si buah hati dengan kedua tangan.

Office boy menatap tanpa berkedip.

Mereka semua terperangah melihat pemandangan gratis ini. Hazel yang menyadari lift berhenti. Dia mendongakkan wajah melirik ke arah Hans yang begitu dekat.

Hazel bangkit dari tempat dan betapa terkejutnya dia melihat banyak orang yang menyaksikan kejadian tadi.

Dia benar-benar malu luar biasa, tak terbayang pipinya sudah merah padam bak termos air mendidih.

"Sialan, cari kesempatan dalam kesempitan. Kau sengaja melakukan ini semua kan? Mengaku saja kau makhluk astral!"

Dia melayangkan pukulan pada lengan Hans terus-menerus.

"Tidak tau rasa berterimakasih ya?! Masih bagus ku tolong tapi responmu malah sebaliknya. Siapa duluan yang memelukku?" Hans jengkel.

Hazel memejamkan mata, ingin rasanya dia meremuk dan mencakar wajah tampan pria itu.

Tunggu- tampan? Hazel pasti hilang kesadaran karena menyebutkan kata tadi.

Semua orang tetap memperhatikan mereka berdua. Hazel berlalu dengan rasa malu dari tempat kejadian seraya menghentakkan kaki serta kepalan tangan kuat. Hans tersenyum menanggapi.

Dikamarnya, Hazel menggerutu kesal. Dia tak habis pikir kenapa bisa bertemu orang gila seperti Hans. Untuk menenangkan diri, ia mencoba tidur sebentar sebelum mandi dan berganti pakaian.

*****

Malam harinya, Hazel menuju restoran hotel untuk makan malam. Dia memakai gaun berwarna hijau tua dengan rambut tergulung ke atas memperlihatkan leher jenjangnya. Entah ini takdir... lagi-lagi, ia bertemu dengan Hans.

Dia langsung duduk dan memesan makanan.

"Tuhan, beri aku ketenangan malam ini saja." Tutur Hazel memohon dalam hati.

Pria itu berada diatas panggung memainkan alat musik piano sambil bernyanyi. Tangannya lihai bergerak menekan setiap Tuts menghayati nada mendalam tanpa keraguan.

This I Promise You - *NSYNC

Oh, oh
When the visions around you
Bring tears to your eyes
And all that surrounds you
Are secrets and lies
I'll be your strength
I'll give you hope
Keeping your faith when it's gone
The one you should call
Was standing here all along

And I will take you in my arms
And hold you right where you belong
'Til the day my life is through
This I promise you
This I promise you

I've loved you forever
In lifetimes before
And I promise you never
Will you hurt anymore
I give you my word
I give you my heart (give you my heart)
This is a battle we've won
And with this vow
Forever has now begun

Just close your eyes (close your eyes) each loving day (each loving day)
And know this feeling won't go away (no)
'Til the day my life is through
This I promise you
This I promise you

And I will take you in my arms (I will take you in my arms)
And hold you right where you belong (right where you belong)
'Til the day my life is through
This I promise you, babe

Just close your eyes each loving day (each loving day)
And know this feeling won't go away (no)
Every word I say is true
This I promise you

Every word I say is true
This I promise you
Ooh, I promise you

Semua orang yang ada disana bertepuk tangan meriah mengisi keheningan hingga ke penjuru ruangan ketika Hans berhasil menyelesaikan permainannya.

"Not bad... Dia bisa menjadi pria romantis hanya sebatas bermain alat musik. Uh- wait, what's your problem? Jangan aneh-aneh!"

Dengan rasa terpaksa Hazel juga ikut memberikan apresiasi walau gengsi karena tidak dapat dipungkiri kalau iringan lagu yang dimainkan sangat indah. Ia merenung sejenak memperhatikannya tanpa ekspresi seakan tertegun lalu membuang muka cepat serta membuyarkan isi pikirannya yang mulai kemana-mana.

Saat menyelesaikan nyanyian, mata tajamnya terpaku ke satu sudut meja penonton cukup lama. Tanpa basa-basi ia bangkit dari tempat dan turun dari panggung menghampiri seseorang yang dimaksud.

"Aku ijin mengajakmu berdansa, boleh?" mengulurkan tangannya.

Hazel berkedip-kedip, melihat dirinya dan Hans menjadi sorotan semua orang. Mau tidak mau, dia terima ajakannya meski hati terus menolak berdekatan dengannya.

ℳ o n s i e u r . [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang