Hans turun dari tangga dan berkumpul bersama ibu dan adiknya di meja makan. Sesekali melihat dekorasi ruang tamu yang belum lagi dibersihkan. Ia menghela napas dengan kasar. Naraya dan Marissa berpandangan masih penasaran dengan apa yang terjadi.
Suasana hening hanya berisikan dentingan sendok dan piring saling beradu. Hans setia dengan kebungkamannya. Tak tahan diselimuti rasa penasaran, akhirnya Naraya angkat suara.
"Edelmar, sebenarnya apa yang terjadi? kenapa Hazel tidak datang?"
"Dia tidak menepati janjinya," jawab Hans singkat.
"Kamu jangan berpikir negatif dulu. Sebaiknya kamu cari tahu alasan dia tak datang. Mungkin, bisa saja sibuk dan belum sempat mengirimkan pesan."
"Tidak, ma. Kami sudah berjanji jika salah satu diantaranya tidak ada yang datang maka tak perlu tahu alasannya."
Seketika Hans kehilangan selera dan mengaduk-ngaduk makanannya.
"Tetap saja, nak. Kamu harus cari tahu." Naraya keukeuh.
Tiba-tiba telepon rumah berdering. Pelayan menerima panggilan lalu memberikannya pada Naraya.
"Nyonya, ada telepon dari Giethoorn."
Naraya langsung mengambil alih.
"Hallo? ... wat?! ziek. Oké, we zullen er zijn!" Naraya terlihat semrawut.
Hans dan Marissa mengernyit heran.
"Siapa, ma?" tanya Hans setelah ibunya menutup telepon.
"Nenek Beltania. Dia sakit dan dilarikan ke rumah sakit."
"Nenek?!" ucap adik kakak itu bersamaan.
- - - - -
Saver mengerjapkan matanya yang kabur dan menyesuaikan penglihatannya. Dia melihat ruangan serba putih tak lupa tercium aroma khas obat-obatan.
"Hazel."
Hazel yang awalnya merebahkan kepala di pinggiran ranjang, sontak terbangun saat ada suara yang memanggil namanya.
"Saver, kau sudah bangun? Tahan dulu."
Ia refleks menekan tombol khusus agar mendapat perawatan. Tak berapa lama, dokter datang dan memeriksanya. Dokter menyarankan agar Saver banyak-banyak beristirahat karena luka bakar di punggungnya masih belum sembuh sempurna. Setelah memeriksa, dokter langsung pamit keluar.
Saver heran melihat Hazel yang masih ada disini bersamanya.
"Kenapa kamu ada disini? Bukankah seharusnya bertemu dengan Hans?"
"Tidak. Aku harus menemanimu. Kamu masih sakit."
"Aku tidak apa-apa, Hazel. Tak perlu khawatir ya? jangan karena aku, kalian gagal bertemu satu sama lain."
"Aku tak bisa menemuinya lagi," sambung Hazel menyembunyikan wajahnya.
Saver merasa ada yang aneh dengan perilaku Hazel.
Dia harus tahu alasan kenapa dibalik Hazel tidak bisa menemui Hans.
"Ceritakan padaku."
Hazel memberanikan diri menatap wajah saver, dengan ragu tapi pasti ia mulai bercerita secara perlahan.
- FLASHBACK ON
"Kau ini siapa?!" Hazel penasaran dengan telepon dari seseorang yang tidak dikenal tapi berani mengancamnya.
"Tidak perlu tahu siapa aku. Kau tidak boleh menemui Hans! Jika berani, nyawa anak-anak jadi taruhannya. Kebakaran kemarin masih awal, Hazel. Nekat lapor polisi? Jangan salahkan saya kalau kamu melihat satu persatu mayat anak panti itu berada di pintu gerbang yayasanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ℳ o n s i e u r . [SLOW UPDATE]
RomancePetinggi mafia terkenal dan pemilik perusahaan ternama dikalangan masyarakat bukanlah hal baru untuk seorang bernama Hans Gruber. Hidup lebih dari berkecukupan, menjadi incaran kaum hawa diluar sana adalah makanan sehari-harinya. Bagaimana tidak? Pi...