Part 10_Sakit tapi tak berdarah

1 3 0
                                    

Assalamualaikum

Bismillahirrohmanirrohim

.

.

.

Ini hati bukan untuk dimainkan, aku manusia bukan boneka yang di mainkan seenaknya. Aku punya perasaan yang harus tetap kujaga agar tidak terluka.

_Friend Or Fake_

Sepulang dari pesantren muka Deolinda kelihatan sedih banget, mata berkaca-kaca menahan air mata.

Entah obrolan apa saja yang dia tanyakan kepada Bu Nyai seputar pohon di halaman pesantren yang di tebang.

Perasaannya semakin hancur, bercampur aduk jadi satu. kegalauannya perihal pacarnya belum sembuh di tambah lagi dengan peristiwa ini.

"Apa yang terjadi? kenapa peristiwa ini terjadi bersamaan dengan renggangnya persahabatanku saat ini. petanda apa Ya Rabb!" Deolinda termenung di kamar tercintanya.

Derai tetes air matanya terus mengalir membasahi pipi, apalagi teringat perkataan Bu Nyai dia tak bisa berkata apa-apa hanya air matalah yang mewakili betapa pedihnya hati ini.

"Pohon itu di tebang karena halaman pesantren sering becek, banyak genangan air. Kemarin pengurus dan pengasuh pondok pesantren rapat halaman akan di paping biar kelihatan bersih dan tidak banyak lubang-lubang air ketika hujan. Iya, awalnya Bu Nyai tidak setuju karena ketika siang hari akan panas kalau ada pepohonan kan sejuk, adem anginnya sepoi-sepoi. Tapi demi kemaslahatan bersama ya mau bagaimana lagi. Iya itu semua sudah di musyawaakan terlebih dahulu sebelum pohon di tebang." Kata Bu Nyai mencoba menjawab pertanyaan Deolinda.

Jawaban Bu Nyai yang selalu menyelimuti pikirannya, entah kenapa hati ini begitu sakit apalagi menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika pohon persahabatan itu di tebang dan rubuh sampai jatuh ke tanah. Dan mendengar penjelasannya dengan telinga sendiri langsung dari Bu Nyai.

Percaya nggak percaya memang itu yang terjadi, sekarang tak ada lagi yang namanya pohon persahabatan.

"Jika memang persahabatan ini sampai di sini doang, dengan ikhlas hati aku merelakan kalian semua walau begitu berat." Gumam Deolinda sembari melihat foto empat sahabatnya yang di tempel di dinding kamarnya.

Visi dan misi yang mereka buat empat tahun yang lalu kini hancur sekerika di telan gergaji mesin, semua itu tinggal kenangan dalam sekejap.

Apakah cuma pohon persahabatannya yang hancur? apa yang terjadi kenyataannya apakah persahabatan mereka baik-baik saja atau di ambang kehancuran juga.

Kesedihan Deolinda semakin mendalam tak kuat rasanya melihat itu semua dengan mata kepalanya sendiri. Dia meraba mencari ponselnya kemudian berencana menelfon Indira dan menceritakan ini semua.

Air matanya terus mengalir membasahi pipi, tangannya berlarian di layar ponsel untuk mencari ko tak Indira.

Tut...

Tut...

Tut...

Berdering...

Friend Or FakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang