3. Cinta Pertama Luka Pertama

3.3K 432 103
                                    

Cek ombak dulu dehhh

Mana nih yang nunggu Dangerous Choice update? Ayo ayo vote sama komennya. Kalo ga rame-rame banget ya slow update dulu. Tunggu rame aku up part selanjutnya😏

Suara ketukan heels terdengar tegas dan teratur. Berjalan perlahan menyusuri lorong panjang sebuah hotel mewah di Valley Hills. Kamar paling ujung, privat, tidak ada kamar lain pada satu lantai yang sama. Sebuah penthouse milik anak semata wayang keluarga Park. Pria yang akan Da In temui malam ini.

Memencet bel kamar hotel, tidak butuh waktu lama untuk pemilik ruangan menampakkan diri. Tubuhnya setinggi rata-rata. Tentu saja masih lebih tinggi dari Da In meski gadis itu memakai hak tinggi. Gadis yang berdiri diambang pintu mendongak mencari wajah yang menyebabkan sorot matanya menjadi tajam. Menatap penuh waspada.

Detik berikutnya, pemuda Park mendekatkan wajah. Berusaha mencuri sebuah kecupan namun dengan segera Da In berpaling. Berjalan melewati tubuh padat pria dihadapannya. Menciptakan senyum asimetris perlahan muncul di wajah pria itu.

Duduk menempatkan diri dengan satu kaki jenjang bertopang keatas paha, Da In sama sekali tidak terusik dengan situasi ini. Berusaha terlihat setenang mungkin pada kenyataan bahwa dia sedang berada dikandang singa. Seolah mengumpankan diri untuk diterkam hidup-hidup. Bahkan dengan berani menatap penuh intimidasi pada pemilik penthouse yang kini berjalan mendekat sambil membawa wine ditangan.

"Kau menyuruh anak buahmu untuk menangkapku?" cetus Da In setelah menempatkan bokong pada sofa mahal disana.

Belum saja Park menuangkan wine pada gelas, Da In sudah melontarkan pertanyaan dengan nada kesal. Bahkan wajahnya terlihat lebih menyeramkan sekarang. Akan tetapi pria itu mengabaikan. Tetap menuang anggur tua salah satu koleksinya dan memberikan pada Da In. Sementara dirinya duduk pada sofa yang lebih kecil.

"Minumlah. Kau harus membasahi tenggorokanmu sebelum memaki-makiku," sahutnya tenang. Mengeluarkan sebatang rokok kemudian menyulutnya.

Da In mendengus kesal. "Aku tidak sedang bermain-main. Ini diluar kesepakatan. Kau hampir membahayakanku, Jimin!"

Pria bernama Jimin itu tergelak. Mengembus kepulan asap kemudian tertawa sambil bertepuk tangan. Entah apa yang ditertawakan. Da In jadi mawas. Jimin belum meneguk alkohol sedikitpun namun sudah terlihat seperti orang mabuk.

"Kesepakatan apa yang kau bicarakan sayang? Ini bukan kesepakatan," sahut Jimin membuat kening Da In berkerut. Tubuhnya semakin condong kedepan dan menatap tajam gadis dihadapannya. "Kau, melakukan apa yang aku perintahkan." Melihat kemarahan dari raut Da In, Jimin tersenyum simpul. Berhasil menyulut emosi gadis itu. Kemudian tubuhnya kembali bersandar pada sofa. Menyesap lagi rokok yang masih setia terapit diantara jari telunjuk dan jari tengah.

Beberapa detik terdiam dan berpikir, Da In menampakkan senyum tiba-tiba. Masih memperhatikan Jimin yang membuatnya semakin muak berada diruangan ini.

"Park Jimin, jika kau bisa mendekati Taehyung sendiri, kau tidak mungkin menggunakanku untuk melancarkan rencanamu. Lalu, bagaimana jika aku menggagalkannya?"

Jimin terdiam. Sigaret diletakkan pada asbak diatas nakas. Diputar-putar hingga bara api mati. Matanya masih tajam menyorot pada hazel Da In. Perdebatan Jimin dan Da In tidak pernah membuahkan hasil yang sempurna. Setidaknya bagi Da In. Gadis itu selalu mendapat jalan buntu jika berbicara dengan Jimin. Belum menemukan celah untuk mencetuskan sanggahan.

"Song Da In, kau tidak bisa mengancamku. Kau tahu nyawa sahabatmu ada ditangan siapa." Suasana berubah mencekam seketika. Da In kehilangan senyum yang semula muncul meski dipaksakan. Giginya menggertak kuat sebab mendengar hal yang tidak seharusnya. Dia tidak datang kesini untuk berdebat dengan Jimin.

Dangerous ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang