Halo! Gimana kabar? Baik-baik ae kan.
Masih ada yang ingat alurnya? Ini aku bawa part baru. Yang lupa alurnya, boleh baca ulang, atau langsung lanjut. Ga merubah plot kok. Ini masih lanjutan part sebelumnya juga.
Happy reading, luv.
—•—
"Apa yang akan kau lakukan agar bisa membuat Taehyung berada dipihakmu?" Pertanyaan itu mengudara dari bibir Mingyu. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya mereka berdamai dan setuju akan menjalankan keputusan final Da In. Bagaimanapun, hanya Da In yang satu-satunya dapat Mingyu percaya disini.
Da In lekas meneguk alkohol yang ada dihadapannya. "Aku tidak bisa membuatnya berada dipihakku," sejemang Da In memalingkan wajah menatap Mingyu di sebelah. Tidak terlalu jelas bagaimana ekspresi Da In sekarang sebab lampu temaram terus berkedip dan bergerak. Ditambah alkohol dan kokain yang baru saja Mingyu konsumsi. Namun Mingyu yakin, gadis itu pasti mengulas seringai bersamaan dengan pikiran-pikiran abstrak yang memenuhi otaknya.
"Aku akan berada dipihaknya."
Kedua alis Mingyu nyaris bertaut. Sungguh, meski sudah bertahun-tahun bersama, rasanya sangat sulit untuk memahami jalan pikiran Da In. Semua gagasan dan presepsi Da In selalu berbeda dengan orang kebanyakan. Belum lagi rasa percaya diri dan keangkuhan yang sudah mendarah daging. Tidak pernah menjadi mudah untuk berhadapan dengan Da In.
Da In mengubah posisi tubuh. Yang semula menghadap ke arah bar dengan pemandangan koleksi minuman mahal, kini sepenuhnya menghadap Mingyu disebelahnya. "Dengar, Gyu. Aku berjanji akan menyelesaikan ini dengan cepat. Dan setelah semua berakhir, kita akan kembali ke London. Kau tidak perlu meragukanku. Kau tahu siapa sahabatmu ini."
"A bad bitch?" sahut Mingyu cepat.
Sementara Da In meraih sisa alkohol pada selokinya, kepalanya menggeleng selagi meneguk habis minuman laknat paling favorit itu. "A crazy bitch," sanggah Da In setelah meletakkan gelas kosong ke atas counter bar.
Meski cahaya di dalam kelab sama sekali tidak membantu penglihatan, cukup jelas bagi Da In melihat senyuman di wajah Mingyu. Satu-satunya hal yang mampu mengikis rasa gusar.
"Pinjamkan aku mobilmu besok pagi. Aku ingin menemui kakakku."
Mingyu mengerutkan kening. Tidak mungkin Song Da In mengatakan ingin menemui kakaknya secara gamblang. "Seokjin?"
Lagi-lagi Da In menggeleng. "Hoseok." Sahutnya parau.
Mingyu mengerti. Sudah sepuluh tahun lamanya Da In tidak pernah menginjakkan kaki di Korea. Tentu sama sekali tidak pernah mengunjungi Hoseok. Meski bukan satu-satunya orang yang tahu, namun Mingyu paling mengerti hubungan Da In dan Hoseok. Memahami sekali. Mereka berdua pernah bertahan pada kejamnya dunia. Kemudian saat salah satu pergi meninggalkan, Mingyu datang untuk kembali membentuk pertahanan sejak awal.
Mingyu menggeser tubuh sebelum berucap, "aku sudah memintamu untuk naik kendaraan umum. Kau tidak lagi diijinkan menggunakan mobilku."
Da In mendengus sebal. Mata yang semula terlihat sendu sudah kembali menyorot tajam. "Bukankah kita sudah berbaikan?"
"I love you, Da In. But, I don't want to sacrifice my car for you anymore." Mingyu mengulas senyum dan mengedipkan sebelah mata sebelum meninggalkan Da In seorang diri. Bisa terlihat wajah gadis itu tengah bersungut-sungut. Merutuk Mingyu dalam hati, serta mengucap sumpah serapah.
—
Sesungguhnya, Da In tidak tahu mana yang lebih buruk. Mengikuti permainan Jimin yang bisa membuatnya mati konyol jika Taehyung mengetahui tabiatnya, atau jalan pintas termudah—menikah dengan Jimin. Memang amat kecil kemungkinan Da In memilih opsi kedua. Namun dirasa tidak ada salahnya jika ia mencoba. Da In hanya harus melangsungkan pernikahan kemudian Jimin tidak lagi mengancam akan menyakiti Mingyu. Lalu perkara urusan dengan Mingyu bisa dipikirkan setelahnya. Paling tidak, Mingyu hanya akan membenci Da In sebab meninggalkannya begitu saja, terlebih untuk menikah dengan Jimin. Lagipula, lebih baik Mingyu membencimya daripada ia harus melihat Mingyu terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Choice
FanfictionMature Contents🔞 Sepulangnya ke Valley Hills, salah satu kota kecil yang cukup maju di Korea Selatan, Song Da In dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama tidak memberikan keuntungan. Kedua pilihan memiliki konsekuensi besar terhadap hidupnya. D...