Aku terbiasa tidak menyalakan banyak lampu karena tidak terlalu suka dengan cahaya yang terlalu terang, itu membuat mataku sakit. Hanya beberapa lampu di sudut ruangan dan di depan pintu yang biasa kunyalakan. Namun saat keluar dari kamar mandi, aku mendapati ruangan sudah gelap, hanya diterangi sedikit cahaya dari luar yang masuk dari jendela di ruang duduk. Aku berjalan pelan ke arah dinding dimana saklar berada dan terkejut saat mendapati ruangan yang sudah berantakan. Sebelum aku mengetahui apa yang terjadi, aku melihat sesosok bayangan gelap yang sedang mengamati foto yang tergantung di salah satu dinding di sudut ruangan. Aku terpaku di tempat, tidak bisa bergerak, tidak bisa bersuara, tidak bisa bernapas. Mataku terbelalak saat bayangan itu tiba-tiba menyadari keberadaanku dan mulai bergerak. Jantungku mulai mengentak-entak dada, kepanikan hebat mulai menjalari diriku. Dengan tangan terkepal aku memaksakan diri membuka mulut mengatakan sesuatu namun tidak berhasil. Bayangan itu bergerak semakin mendekat, hanya satu hal yang terpikirkan olehku. Lari. Secepatnya.
Kedua mataku langsung tertuju pada pintu kamarku yang sedikit terbuka. Sekuat tenaga aku berusaha menggerakkan kakiku namun sebelum aku sempat mencapai pintu, bayangan itu berhasil mencegatku. Tangannya menahan lenganku dengan begitu kuat. Aku terkesiap keras dan reflek tanganku menyentakkan tangannya tanpa menoleh ke arahnya. Ketakutan besar melanda saat orang itu memutar tubuhku dengan paksa dan mengatakan sesuatu.
"Masih ingat dengan suara ini?" katanya sambil memiringkan kepalanya. Aku tidak mengenali suara itu, sungguh. Suara seorang laki-laki yang wajahnya tertutup masker dan memakai topi berwarna gelap. Dengan tidak mencolok tanganku yang gemetar terulur ke bawah, menyelinap ke dalam saku piyamaku lalu menekan tombol. Tombol darurat yang akan mengirim pesan SOS kepada Hannah, Alvin dan Andre.
"K-kamu s-siapa?" Aku bertanya dengan susah payah.
"Kalau kamu nggak ingat, nggak apa-apa." Laki-laki itu melanjutkan sambil tangannya terulur dan berhenti di leherku.
"Kamu tahu Diana," lanjut laki-laki itu dengan nada dingin. Tangannya menekan leherku dengan cukup keras. "Apa yang sudah kamu lakukan?"
Sungguh aku tidak tahu siapa laki-laki ini dan kenapa dia menyerangku, namun aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menatap laki-laki itu dengan mata terbelalak ketakutan.
"LO TAHU APA YANG SUDAH LO PERBUAT???!!"
Tiba-tiba dia berteriak dan mencekik leherku. Sementara tangannya yang lain menarik rambutku ke belakang. Aku berusaha melepaskan diri namun perasaan ngeri membuat sekujur tubuhku seperti lumpuh.
"LO HARUS MEMBAYAR AKIBATNYA!"
Teriaknya lagi sembari mendorongku. Aku jatuh tersungkur ke lantai, punggungku membentur dinding dengan cukup keras. Seharusnya aku menjerit, tapi suaraku tidak mau keluar, aku sudah terlalu lemah. Dengan sisa tenaga dan kesadaran yang ada, aku berusaha merangkak menjauh. Namun laki-laki itu kembali menyerangku dan kali ini kepalaku yang membentur dinding, aku berusaha memekik tapi tangannya langsung membekap mulutku dengan kasar. Beberapa detik kemudian aku merasakan seperti ada yang mengalir dari pelipisku dan pandanganku perlahan kabur, namun aku masih bisa merasakan cekikannya di leherku. Aku terus meronta meskipun dengan gerakan yang lemah, mencakar, menendang, apa saja.
Saat aku berpikir mungkin hidupku akan segera berakhir, tiba-tiba cekikannya terlepas dari leherku. Seperti ada yang menariknya berdiri. Namun karena aku sudah tidak punya tenaga lagi dan pandanganku yang semakin kabur, aku tidak bisa menyaksikan apa yang terjadi selanjutnya. Hanya suara teriakan dan gedebuk-gedebuk yang terdengar semakin lama semakin samar dan melambat. Sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaranku, seseorang kembali meraih tubuhku, namun bukan lagi serangan yang kuterima melainkan rengkuhan.
Dan hal terakhir yang kudengar ialah suara pekikan seseorang yang meneriakkan namaku sembari menepuk-nepuk kedua pipiku setelah itu semuanya menjadi gelap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...