Ketika aku bangun keesokan harinya, aku merasakan mual, kepalaku berat, pusing dan ruangan seperti berputar-putar. Walaupun begitu, aku tetap memaksakan diri turun dari tempat tidur, berjalan dengan langkah diseret-seret menuju ke kamar mandi. Aku berharap setelah kusiram kepalaku dengan air hangat, rasa sakitnya akan hilang. Akan tetapi setelah aku selesai mandi, beberes, memakai seragam kerjaku, rasa sakit itu belum berkurang.
Aku membuka pintu dan keluar dari kamar dengan memijit-mijit pelipisku. Aku sempat melihat ada kotak P3K di ruang duduk, semoga Chris menyimpan apa saja yang bisa mengurangi sakit kepala dan kalau ada yang sekaligus meredakan mual, itu lebih bagus.
"Kamu lagi apa?"
Aku tersentak kaget mendengar suara itu. Aku berbalik dan mendapati Chris sedang berdiri memakai celemek dan memegang alat masak di tangan kanannya.
"Itu... Kamu punya obat pereda rasa sakit?" tanyaku sambil berjalan ke arah dapur, tanganku masih memegang dahi. Namun saat aroma yang tidak asing menyerbu hidung, rasa sakit di kepalaku sedikit terlupakan.
"Aku tidak biasa minum obat, jadi aku tidak punya."
Jawabnya sembari bergeser beberapa langkah saat aku memasuki dapur. Aku meliriknya sekilas dan berfikir kenapa dia tidak menanyakan aku sakit apa.
"Kamu lagi masak apa?" tanyaku sambil melongok ke arah panci dari jarak aman. "Baunya enak banget."
"Sup." jawabnya singkat.
Dia mengaduk-aduk sesuatu di panci lalu memasukkan potongan sayur dan berbagai bahan lain ke dalamnya. Aku belum pernah melihatnya memasak dan aku tidak tahu kalau dia bisa memasak dan aku juga tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba memasak sepagi ini.
Aku sedang mengisi gelas dengan air ketika aku melihat sesuatu yang teronggok di tempat sampah. Tempat air minum yang isinya tinggal setengah yang semalam kulihat masih tersimpan rapi di kulkas.
"Kenapa itu di tempat sampah?" tanyaku curiga.
"Hm, ya?" Chris mengikuti arah pandangku dan ekspresinya berubah. Dia menggigit bibir, melirik ke arah tempat sampah dan ke arahku secara bergantian. Lalu tangannya terangkat menggaruk-garuk kepalanya yang aku yakin sebenarnya tidak gatal.
"Aku tidak meminumnya, jadi aku membuangnya."
Aku tidak percaya begitu saja. Dia membutuhkan waktu sekian belas detik untuk menjawab, jadi kurasa dia sedang menyembunyikan sesuatu. "Kamu yakin nggak lagi menyembunyikan sesuatu dariku?"
Dia menggeleng dan melanjutkan pekerjaannya. Namun beberapa saat kemudian dia berkata dengan nada menyesal. "Baiklah, itu minuman beralkohol."
Seketika mataku terbelalak, kaget sekaligus tidak percaya.
"What?!!" Aku berteriak dengan tenaga lebih besar dari pada yang diperlukan. Bagaimana tidak, semalam aku meminumnya tanpa tahu kalau itu minuman beralkohol karena ditempatkan di tempat air minum biasa. Rasanya memang aneh tapi kupikir itu minuman sari buah atau apa. Aku tidak pernah dan tidak akan pernah meminum minuman seperti itu dalam hidupku jadi aku tidak tahu.
"Tenang, aku sedang membuatkanmu sup untuk meredakan rasa pusing dan mualmu. Oke?"
Aku menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Bukan rasa mual dan pusing yang kukhawatirkan, tapi kenyataaan bahwa aku sudah meminum minuman beralkohol. Orang seperti Chris mungkin tidak mengerti persaaan seperti itu.
"Sebaiknya kamu duduk," Perintahnya kemudian sambil menunjuk ke arah meja makan dengan gerakan kepalanya. Aku menurut tanpa membantah, tapi masih dengan perasaan syok.
"Kamu tidak tahu, jadi kurasa itu tidak masalah." Katanya ringan seolah memahami apa yang sedang kupikirkan. Untuk sesaat aku berfikir bahwa selama ini aku sering keliru menilainya.
"Kenapa kamu menaruh minuman itu kesana?" aku bertanya sambil terduduk lesu.
"I don't drink. It was Jane's. Sudah lama aku ingin membuangnya, tapi selalu lupa."
Aku tidak tahu apakah dia mengatakan sesuatu yang sebenarnya atau hanya beralasan saja supaya aku tidak bertambah kesal padanya. "Dan kamu berniat ingin menyembunyikannya dariku?"
Dia tidak langsung menjawab. Tangannya dengan cekatan menuangkan sup ke dalam mangkuk lalu berjalan ke arahku dan meletakkan dua mangkuk itu ke atas meja. "Tadinya begitu, karena kupikir itu akan membuatmu merasa buruk."
Mendengar itu membuatku terpaku. Aku merasakan sesuatu yang aneh. Kalian tahu? Perasaan seperti merasa diperhatikan untuk hal-hal kecil yang terkadang diabaikan oleh banyak orang. Lagi-lagi aku terkesan dengan hal remeh temeh yang dilakukannya.
"Tapi setelah kupikir-pikir lagi, kurasa kamu perlu tahu jadi kamu tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Sekarang, makanlah!"
Kali ini aku melamun. Dia benar lagi, aku tidak tahu apakah dia menyadari pengaruh kata-katanya itu padaku atau tidak. Aku merasa lebih tenang dan berfikir positif. Tapi bagaimana dia bisa tahu kalau aku tidak pernah minum sebelumnya?
"You don't drink?" aku bertanya sambil menyuapkan sup ke mulut. Mataku langsung melebar, supnya enak sekali.
"I did, but I quit." jawabnya tanpa menjelaskan lebih lanjut alasannya.
Aku agak terkejut oleh perasaan senang yang tiba-tiba muncul atau entahlah aku sendiri tidak tahu. Tapi aku segera mengendalikan diri. "It's so unamerican." komentarku kemudian.
"I'm an englishman, thank you very much."
Ah, iya. Tapi bukan berarti orang Inggris tidak minum. Tapi ya sudah lah, aku tidak ingin memulai perdebatan sepagi ini apalagi untuk hal-hal yang tidak penting.
"Apa aku bicara hal-hal aneh semalam?" ini adalah bagian terpenting. Aku harus tahu apa saja yang sudah kukatakan dan kuharap bukan hal-hal yang bersifat pribadi.
Chris mengangkat bahunya. "Kurasa itu tidak aneh,"
Aku membuka mulut ingin bertanya hal tidak aneh apa saja yang sudah kukatakan padanya tapi kuurungkan. Pertama mungkin dia tidak akan memberitahuku. Kedua, mungkin aku akan merasa malu jika mengetahuinya.
"Aku memang nggak ingat apa-apa, tapi apapun itu jangan menganggap itu hal yang serius."
Kulihat Chris mengangguk-anggukan kepalanya setelah diam sejenak. "As you wish."
Sial, aku malah semakin penasaran dengan apa saja yang sudah kukatakan. Chris bukan orang yang bodoh, dia pasti tahu bahwa orang mabuk cenderung mengatakan hal-hal yang sebenarnya. Merasa aneh dengan suasana yang tiba-tiba berubah canggung, aku ingin mengatakan sesuatu, tapi Chris lebih dulu melakukannya
"Kamu sudah lebih baik sekarang?"
Aku menatap mangkuk sup di depanku sesaat lalu mengangguk. "Kurasa kamu bisa keluar dari pekerjaanmu dan membuka restoran khusus untuk orang mabuk, aku yakin restoranmu akan terkenal dengan cepat." gurauku setelah memasukkan satu suapan lagi ke mulut.
"Akan kupertimbangkan."
Dia tertawa, begitupun denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...