Sekembalinya ke kantor, aku menghabiskan lebih dari satu jam di toilet. Hanya duduk diatas dudukan closet tanpa melakukan apa-apa. Aku harus menenangkan jiwa raga sebelum kembali duduk di meja kerjaku. Ada banyak hal yang harus kukerjakan hari ini, jadi aku tidak ingin emosi pribadiku ini mengacaukan segalanya.
Setelah aku merasa lebih tenang, aku keluar dari bilik. Memandangi diriku sendiri di depan cermin, mengerikan sekali. Aku mencoba menyunggingkan sebuah senyum, membangkitkan sisa-sisa semangat yang masih ada. Aku tidak boleh terus seperti ini. Aku harus membuka lembaran baru, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Semangat, Diana.
Aku berjalan keluar kamar mandi sembari merogoh tas mencari ponsel. Tapi yang dicari tidak ada. Sesaat kemudian aku baru ingat kalau ponselku tertinggal di apartemen Chris. Aku mendesah saat memikirkan aku harus kembali kesana untuk mengambilnya, lebih baik aku membeli yang baru. Tapi agaknya hal itu tidak perlu karena aku nyaris terkena serangan jantung saat kemudian aku melihat wajahnya, sedang duduk di sofa di dekat meja kerjaku dengan ponselku di tangannya.
Sebelum aku mengatakan sesuatu, aku menyadari bahwa semua orang di ruangan menatapku dengan tatapan iba. Termasuk Chris. Lalu aku melihat Rina berdiri menatapku dengan mata berkaca-kaca. Ada apa ini? Apa yang terjadi?
Kepalaku menoleh menatap Chris. Aku melihat mulutnya bergetar hendak mengatakan sesuatu.
"What?!" tanyaku setengah membentak.
"I am uh, I am sorry about your mother,"
Ucapnya dengan lirih, pelan, hati-hati. Kata-katanya hampir tidak terdengar tapi berhasil membuat jantungku seperti berhenti bekerja. Apa katanya?
"Diana, your mom......" suara Chris bergetar.
Aku menggelengkan kepala begitu menyadari apa yang telah terjadi. Rina berlari ke arahku dan memelukku erat. Aku mulai panik, tubuhku mendadak dingin, darahku seakan berhenti mengalir. Aku melepaskan pelukan Rina karena aku nyaris tidak bisa bernapas.
"Diana kita harus pulang," kata Chris lagi.
Kakiku tiba-tiba lemas dan tidak bisa menopang tubuh. Rina menahan lenganku. Pandanganku mendadak buram, pendengaranku menjadi tidak jelas. Samar-samar aku melihat orang-orang mulai mendekat. Hal terakhir yang kudengar sebelum kesadaranku benar-benar hilang adalah suara Rina yang menyerukan namaku, lalu segalanya berubah menjadi gelap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER HEARTBREAK
RomanceUmurku sebentar lagi 30 tahun, single. Ibuku, yang memang hidup in a society that marriage is every woman's expected path to success, tentu saja sudah mulai resah. Yes, orang yang paling sering menanyakan kapan nikah tidak lain dan tidak bukan adala...