Pikiran jennie berkecamuk entah apa yang harus ia lakukan, ia masih berdiri di tengah lobby rumah sakit. Jennie memejamkan mata sejenak dan menghembuskan nafas, jennie membuka mata dan melangkah mantap menuju ruang ICU.
Jisoo terduduk menunggu dari luar ruang ICU berharap mendapatkan kabar baik dari dokter.
"Kak jisoo.." jennie berdiri di depannya, jisoo mendongak terlihat jelas matanya memerah, hati jennie terenyuh baru kali ini ia melihat jisoo begitu rapuh.
Dengan pasti jennie menarik jisoo kedalam pelukannya, membenamkan wajah jisoo di perutnya hingga suara tangis keluar dari mulut jisoo. Jennie mengusap surai rambut jisoo pelan menenangkan si tua.
Sebelum kesini jennie meminta irene untuk bertanya pada sunmi dimana kira nya sunmi dan jisoo, sunmi dengan senang hati memberikan informasi pada irene.
"Ayah jen.." isak jisoo. "Ayah drop lagi.." jisoo mengeratkan pelukannya menahan tangis yang lebih keras lagi untuk keluar.
"Aku disini kak, tenang ya, ayah kakak bakalan baik-baik aja." Jennie mengusap kepala jisoo pelan.
Jisoo tak bisa berhenti menangis, ia takut kehilangan ayah nya yang menjaganya sejak kecil.
Jennie sempat berbicara dengan sunmi di lobby rumah sakit, ia menekan ego nya, ia tak ingin kehilangan seseorang yang ia cintai lagi kali ini.
Jennie mendengar penjelasan sunmi, siapa haru sebenarnya apa hubungan mereka juga apa hubungannya dengan jisoo, disini jisoo dan haru tak saling kenal sebagai keluarga karena haru tak menghendaki mengakui ayah jisoo sebagai ayah nya juga. Serta mengakui sunmi sebagai ibu baru haru.
Jennie tak habis pikir kenapa waktu itu haru tak menjelaskan padanya, atau mungkin karena waktu itu jennie sudah termakan cemburu hingga itu menggelapkan pandangan pada haru. Mungkin itu. Jennie harus segera meminta maaf pada haru.
Jisoo mulai tenang, jennie menangkup pipi jisoo mengusap nya pelan menatap mata jisoo lekat.
"Maaf dan terimakasih sudah mau menunggu." Di kecup kening jisoo. "Aku akan terus bersama kak jisoo." Jennie tersenyum.
Jisoo mengangguk pelan, wajahnya kini terlihat lucu sehabis menangis, menggemaskan di mata jennie, jennie tahan lah, jisoo sedang bersedih.
"Kakak makan dulu ya, kakak harus ada tenaga buat temani ayah kakak." Sekali lagi jisoo mengangguk.
.
.
.
Sudah berkali-kali ponsel haru bergetar, ada sekitar puluhan panggilan tak terjawab haru tak menggubris nya satu pun. Dirinya terlalu lelah bahkan hanya untuk mengangkat panggilan dan tak bisakah orang yang meneleponnya itu berhenti? Haru butuh istirahat, ini bahkan pukul 2 dini hari.
Haru memejamkan mata tapi tak bisa tidur, ia hanya bisa memejamkan matanya untuk mengistirahatkan mata. Ia membiarkan pintu kamarnya tak terkunci dan terbuka sedikit, ia tak ingin seseorang yang tengah ia dekati merasa khawatir. Ya di balik pintu irene beberapa jam sekali mengintip keadaan haru hanya untuk mengecek haru tetap ada di sana.
Irene khawatir keadaan haru tapi ia juga tak bisa mengabadikan pesan dari jennie.
Jennie.
Ayah kak jisoo sedang kritis, ia ingin haru segera datang.Irene menghela nafas untuk kesekian kalinya, ia tak bisa memihak salah satu diantara mereka.
"Masuklah, helaan nafas kakak membuat ku tak bisa tidur." Ucap haru masih memejamkan matanya.
Walau ragu irene tetap melangkahkan kakinya masuk, di tangan nya membawa minuman hangat.
"Maaf aku menganggu mu."