Hutang yang paling menyakitkan adalah hutang budi. Kau akan terus tenggelam dalam kegelisahan meskipun kau sudah melakukan hal yang menurut mu lebih untuk membayar hutang budimu akan tetapi tidak bagi dia.
-----@------
So Eun hanya bisa menatap kosong ke atas ranjang rumah sakit. Tubuh lelaki kecil yang sangat ia sayangi itu masih tertidur pulas. Meskipun So Eun tahu jika anak kecil berjenis kelamin laki-laki itu bukan darah dagingnya, tetapi setiap melihatnya dalam kesakitan atau kesulitan, perasaan So Eun selalu gelisah, sedih, takut tanpa dirinya mengerti mengapa semua rasa itu bersemayam di dalam hatinya.
"Dia sudah baik-baik saja Sso."
Tidak ada balasan dari So Eun. Tubuh dan wajah wanita itu masih terus menatap kosong ke wajah tampan sedikit pucat milik Ye Joon. Melihat kondisi So Eun yang terlihat seperti tanpa nyawa, membuat Kim Bum merasa bersalah. Rasa bersalah atas segala kepahitan yang Kim Bum taburkan diatas kehidupan wanita itu.
"Sso ini sudah terlalu malam. Kau bahkan belum makan dari tadi siang. Aku sudah membelikan makanan untukmu, makanlah." Lagi dan lagi ujaran Kim Bum hanya dianggap angin berlalu oleh So Eun.
Kondisi Ye Joon sudah bisa dikatakan membaik saat ini. Anak itu sudah mendapat pertolangan yang tepat sejak tadi siang. Bahkan anak itu sempat sadar tadi sore, tapi karena konsumsi obat yang diberikan dokter setelah makan malam, akhirnya anak itu tertidur kembali dikarenakan efek samping dari obat.
"Sso, ponselmu terus berdering sejak tadi sore. Siapa tahu itu hal penting, angkatlah terlebih dulu." Respon So Eun terhadap ucapan Kim Bum masih sama. Diam dan terus mengabaikan kehadiran Kim Bum di ruang inap milik Ye Joon.
Sebelum Ye Joon sadar tadi, So Eun memang yang paling histeris. Dia terus menangis sambil terus mengucapakan kalimat permohonan atas keselamatan anak imutnya pada Tuhan. Bahkan pelukan dari Seohyun tidak berefek apapun untung memberikan sedikit ketenagan pada So Eun.
Kekalutan So Eun baru berakhir setelah dokter keluar dari ruangan dimana Ye Joon ditangani dan mengatakan jika Ye Joon sudah membaik. So Eun langsung berhenti menangis dan mengucapkan beribu terimakasih pada Tuhan serta dokter yang menangani Ye Joon.
"Kim Bum."
Mendengar suara lemah So Eun, Kim Bum langsung mendekat kepadanya dan bertanya ada apa.
"Apa kita pernah bertemu di masa lalu?"
Pertanyaan So Eun seketika membuat Kim Bum menegang. Meskipun nada yang So Eun gunakan datar, tapi Kim Bum tahu jika So Eun sedang merasa tidak nyaman dengan situasi saat ini atau mungkin kejadian yang hampir merenggut nyawa anaknya.
Untung saja So Eun masih terus menatap ke arah Ye Joon, sehingga wanita itu tidak bisa melihat ekspresi terkejut milik Kim Bum.
"Kenapa?" Tanya Kim Bum berusaha terlihat setenang mungkin.
"Tidak, lupakan saja."
"Katakan mengapa kau bisa berpikir jika kita pernah bertemu."
Sebelum So Eun menjawab, ponsel pintar milik wanita itu kembali berdering. Kim Bum yang tidak sabar melihat respon So Eun yang masih menghiraukan panggilan tersebut langsung menggeser tombol hijau dan memencet tombol loudspeaker.
"Noona, kenapa kau belum pulang? kemana saja kau ini? Appa terus mencarimu." Suara khas milik Seok Jin langsung mengudara. Nadanya terdengar sedikit kesal, tapi ada rasa khawatir pula disana.
"Noona? Kau baik-baik saja kan?"
So Eun tetap diam seperti tadi, tidak berubah sama sekali. Wanita itu masih menghiraukan segala aktifitas diruangan tersebut kecuali dirinya yang selalu mengawasi pergerakan kecil Ye Joon.

YOU ARE READING
This Love Is Our Destiny
RomansaIni bukan hanya tentang kesetian, tapi ini masalah takdir. Takdir dalam cinta kita, jika kau memang untukku. -Kim Bum Aku tahu jika kau memang takdirku, terbuktikan dari semua yang telah kita lalui. Jika aku dan kamu memang diciptakan untuk bersama...