Tidakkah menyedihkan jika kita bisa bersama dengan orang yang kita cintai tanpa bisa memilikinya?
----@-----
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, rumah yang bernuansa putih dengan dikelilingi tumbuhan hijau rindang itu mulai menghasilkan suara-suara bising.
"So Eun." Gerakan lincah memotong Wortel itu seketika terhenti saat seseorang berdiri di belakang So Eun.
"Apa?" Tanya So Eun kesal karena kegiatan paginya diganggung.
"Apa kau tahu dimana kumpulan gambar yang aku kerjakan diruang tamu tadi malam?" Suaranya terdengar sedikit ragu saat menanyakan hal tersebut pada So Eun.
"Tempat biasa." Setelah menjawab, So Eun kembali melanjutkan kegiatan memotong wortelnya.
Si pria masih teguh pada posisinya, dia masih berdiri dengan gelisah untuk mengeluarkan suara lagi.
"Aku sudah mencari disana, tapi aku tidak bisa menemukannya." Akhirnya, setelah mengumpulkan keberaniannya pria itu bisa ia mengutarakan maksudnya dengan lega.
So Eun hanya memberikan tatapan kesalnya, lalu berjalan ke ruangan yang dimaksud dirinya tadi tempat ia menyimpan semua barang yang berhubungan dengan si pria. Pria itu mengikuti langkah So Eun dengan rasa takutnya. Takut jika So Eun bisa menemukan gambarnya, maka ia harus menghadapi singa betina yang marah.
Masih terus mengekori So Eun hingga wanita itu yang sekarang sudah berdiri di hadapan lemari putih dengan motif ukiran daun menghiasi pinggirannya, sangat cocok dengan warna dinding di dalam ruangan tersebut. Wanita itu mulai membuka pintu lemari itu.
Satu, dua, tiga...
Pria itu sudah menghitung di dalam hatinya saat melihat So Eun berhasil menemukan gambaran yang ia maksud.
"Cari dengan cermat, jangan tergesa-gesa. Ini sudah beribu kalinya Kim Bum aku harus mencari barang-barang yang katamu tidak ada terus. Aku kan sudah bilang, semua barangmu pasti ada di lemari ini. Umurmu sudah kepala tiga, mencari barang saja kalah dengan Ye Joon." Benar apa yang sudah Kim Bum takutkan. So Eun pasti akan selalu bisa menemukan barangnya tapi tambahan bumbu pedas juga akan So Eun berikan pada Kim Bum saat menemukan barang tersebut. Apalagi jika tidak mengomel. Itu yang selalu So Eun lakukan disetiap Kim Bum tidak berhasil menemukan barang yang padahal hanya dengan sekejap mata So Eun bisa menemukannya.
"Padahal ini rumahmu." Omel So Eun yang masih terus berlalalu dan wanita itu sudah kembali ke dapur untuk melanjutkan kegiatan memotong wortel.
Kim Bum yang mendapatkan omelan So Eun hanya bisa diam tanpa berkata apapun. Dia tak mau kejadian dimana So Eun tidak mau berbicara sama sekali padanya terulang kembali karena ia yang selalu menjawab semua omelan So Eun.
Sudah sebulan waktu terlewati semenjak So Eun diterima menjadi asisten rumah tangga di rumah Kim Bum. Tapi, sepertinya kepemilikan rumah itu sudah berganti nama dari rumah Kim Bum menjadi rumah So Eun. Meskipun tanpa peralihan nama resmi, bisa dilihat jika rumah itu sudah bukan milik Kim Bum lagi karena sekarang sang pemilik kuasa di rumah asri itu adalah So Eun. Satu saja benda ada yang berpindah posisi, So Eun akan marah dan mereka si ayah dan anak tidak akan mendapat jatah makan yang lezat. Cukup hanya nasi dengan telur mata sapi atau nasi dengan sosis. Intinya hanya nasi dengan satu macam lauk.
Kim Bum sekarang duduk manis di kursi meja makan. Ia sibuk meneliti kembali gambarannya sambil menikmati segelas teh hijau yang sudah So Eun sediakan.
"Pindah." Satu kata yang So Eun ucapakan barusan bisa jadi perkara panjang jika Kim Bum tidak menurutinya.
Tanpa menunggu lama, Kim Bum langsung menyimpan gambarannya kedalam tas ransel yang selalu ia bawa untuk bekerja.
Ia mengerti jika So Eun tidak suka ada suatu barang yang tidak ada hubungannya dengan acara makan berada di meja makan.

YOU ARE READING
This Love Is Our Destiny
RomanceIni bukan hanya tentang kesetian, tapi ini masalah takdir. Takdir dalam cinta kita, jika kau memang untukku. -Kim Bum Aku tahu jika kau memang takdirku, terbuktikan dari semua yang telah kita lalui. Jika aku dan kamu memang diciptakan untuk bersama...