Kalo mikirin gengsi, gimana caranya mau bertahan hidup?
//
Thalia meremas tangannya sambil menunduk. Kini dia dan Gibran berada di warung pecel lele pinggir jalan. Tadi setelah Gibran mendengar suara perutnya, pemuda itu segera menarik Thalia menuju warung yang tak jauh dari tempat mereka berada.
Thalia melirik Gibran yang sibuk dengan ponsel dan sesekali menghembuskan asap rokok di depannya. Kenapa juga Gibran harus baik sama aku? Kita kan ngga sedeket itu.
"Monggo mbak, mas." Thalia tersenyum mengangguk, sedangkan Gibran langsung mencuci tangannya dan mengambil nasi.
Thalia mencuci tangannya, lalu mengambil daging ikannya. "Awh!" Thalia sontak mengibaskan tangannya saat merasakan panas menyengat jarinya saat hendak mencuil ikannya.
Gibran mendongak, ia segera mengambil tangan Thalia lalu meniup-niupnya lembut. Thalia tertegun menatap jarinya, lalu menatap Gibran yang tampak fokus dengan jarinya sambil sesekali mengusapnya.
"Gib," panggil Thalia pelan, Gibran mendongak. "hati-hati bisa?" Tanyanya tanpa ekspresi. Thalia mengerjap, lalu menarik tangannya cepat. "Makasih."
Gibran hanya mengabaikannya, dan tanpa diduga pemuda itu mengambil piring berisi lele milik Thalia. Dengan santai ia menyuwir-nyuwir daging lele itu, lalu memberikannya pada Thalia. Thalia mengerjap, "m-makasih Gib."
Gibran tak mengacuhkannya, pemuda itu kembali fokus dengan ponselnya sambil sesekali menyuapkan nasi ke dalam mulut.
///
Thalia menatap lurus ke depan sambil mendorong sepedanya, di sampingnya Gibran mengendarai motor trailnya pelan menyamai langkah Thalia. Tadi, setelah selesai makan Thalia berterimakasih dengan traktiran Gibran lalu ia pamit. Tapi Gibran malah menahannya, lalu memaksa mengantarnya sampai di rumah.
"Gib, kamu pulang duluan ngga papa kok. Aku bisa sendiri." Ucap Thalia karena dirasa dia sangat merepotkan Gibran.
"Terus lo ketemu orang-orang tadi, terus lo di bacok. Mati. Gitu?" Sahut Gibran ngawur. Thalia membulatkan matanya mendengar ucapan ngeri Gibran.
"Ngga Gib, seriusan. Habis ini ada pemukiman, jadi pasti aman."
"Ribet banget sih lo? Tinggal jalan juga. Lagian ngapain sih tuh sepeda lo bawa? Udah rusak juga. Lo gue bonceng kan malah cepet." Kesal Gibran menatap sepeda Thalia.
Thalia sontak berhenti lalu memeluk sepedanya, "ini peninggalan mendiang ibu aku Gib."
Gibran mengerjapkan mata lucu, "oh, sorry. Gue nggak tau." Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan hening.
"Sekali lagi, makasih Gib." Thalia menatap Gibran setelah sampai di depan rumahnya. Gibran malah menatap sekeliling. "lo tinggal sama bapak?"
Thalia menggeleng polos, "bapak udah meninggal pas aku tiga belas tahun, ibu nyusul bulan lalu karena penyakit jantung."
Gibran mengerjap tak percaya, "oh, sorry. Gue ngga tau." Ucapnya sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.
"Ya udah gue balik." Thalia mengangguk, lalu motor Gibran berjalan melewati gang sempitnya, hilang di ujung belokan. Thalia langsung memasukkan sepedanya ke dalam rumah.
![](https://img.wattpad.com/cover/256787263-288-k906292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (On Going)
Teen Fiction⛔Mengandung banyak kata kasar dan kekerasan⛔ "Berapa yang lo butuhin?" Thalia meremas tangannya gugup, tak berani mendongak untuk menatap Gibran yang sedang duduk bak boss besar di depannya. "Du-dua puluh- j-juta." Kata Thalia pada akhirnya dengan...