Thalia sedang tidur di sofa kala Gibran masuk ke apartemen. Pemuda itu menaikkan sebelah alisnya, tv masih menyala, dan Thalia tidur dengan posisi yang nampak tak nyaman. Tapi gadis itu terlihat tidur pulas. Gibran berusaha mengambil remot tv dari genggaman tangan Thalia.
Thalia langsung mengerjapkan matanya saat merasakan genggaman tangannya dibuka. Ia memang bisa tidur di mana saja, tapi jika ada suatu hal kecil seperti pergerakan lain selain dirinya, ia langsung bisa terbangun. Kecuali jika di kamarnya yang nyaman.
"Gibran?" Gerakan Gibran terhenti saat mata gadis itu terbuka, ia kemudian menegakkan tubuhnya.
"Udah bangun?" Tanya Gibran basa-basi. Thalia langsung ikut menegakkan tubuhnya, kemudian merapikan rambut dan penampilannya yang ia takut berantakan.
"Gue mau pergi, lo ikut atau di sini aja?" Thalia memiringkan kepalanya berpikir. "Em, aku di sini aja deh. Jaga apartemen hehe," ucap Thalia tertawa garing.
"Lo ikut aja deh, biar jok belakang gue ngga kosong." Kata Gibran cepat setelah Thalia mengeluarkan kalimatnya. Thalia mengerjap, ia menatap punggung Gibran yang berjalan menjauh lalu hilang di balik pintu kamarnya. "Terus tadi ngapain tanya?" Gumamnya, gadis itu lalu beranjak untuk bersiap.
"Kita mau kemana Gibran?" Thalia berusaha menjejeri langkah Gibran menuju lift. Ia menggenggam tali tas selempangnya. Gibran tak menjawab, Thalia mengembungkan pipinya.
///
Thalia hanya diam duduk di salah satu kursi depan mini market, Gibran sedang berbincang dengan teman-temannya. Entahlah, mungkin delapan? Sembilan? Sepuluh? Em, sepertinya lima, setelah ia menghitungnya kembali.
"Siapa Gib?" Angkasa yang sudah datang awal bertanya sambil menunjuk Thalia menggunakan dagunya. Gibran menoleh ke arah Thalia, lalu kembali menatap Angkasa. "Thalia."
"Busett, pacar lo Gib?" Calvin ikut menimpali setelah memeriksa motornya. "Bukan, asisten gua." Jawab Gibran tersenyum sombong.
"Asulah asisten, masih SMA juga." Altha berseru kaget sekaligus lebay. Gibran tertawa singkat, ia kemudian berjalan menuju motornya sambil menyalakan rokok.
"Buset ngajak Thalia juga lu, Gib?" Bambang yang terakhir datang dengan Alexis menatap Thalia yang kini sedang memainkan ponselnya, sambil menyalami teman-temannya ala anak laki. Gibran hanya menaikkan bahunya.
"Thal!" Gibran memanggil Thalia saat akan berangkat. Thalia segera mendongak lalu berjalan mendekat mengerti kodenya.
"Woy Thal!" Bambang mengangkat tangan memberi aba-aba untuk bertos. Thalia hanya tersenyum kaku lalu membalasnya. Yang lain ikut-ikutan, modus sambil kenalan.
"Kita mau kemana?" Tanya Thalia lagi setelah ia naik. "Landasan pacu." Thalia hanya ber-oh tanpa suara dan mengangguk. Lalu tujuh orang yang terdiri dari, Gibran, Thalia, Bambang, Alexis, Rasyid, Angkasa, Calvin dan Altha itu berangkat.
Sedang dilain tempat, seorang di dalam mobil putih yang sejak tadi mengamati mereka ikut melajukan mobilnya kala rombongan itu mulai berjalan.
"Motor lu jadi kapan Sis?" Tanya Bambang, Alexis yang tadinya memainkan ponsel mendongak, "hah? Iya hahahaha," jawabnya dengan tawa bingung.
"Motor lu jadi kapan su, malah iya," jawab Bambang, Alexis kembali mengerutkan keningnya, "iya Bam, hahaha," jawabnya dengan tawa paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (On Going)
أدب المراهقين⛔Mengandung banyak kata kasar dan kekerasan⛔ "Berapa yang lo butuhin?" Thalia meremas tangannya gugup, tak berani mendongak untuk menatap Gibran yang sedang duduk bak boss besar di depannya. "Du-dua puluh- j-juta." Kata Thalia pada akhirnya dengan...