DUA BELAS

8 2 0
                                    

Pukul setengah enam sore, Thalia duduk bersandar ringan di motor Gibran menikmati matahari yang mulai tenggelam, nampak indah terlihat jelas di ujung landasan pacu. Thalia tersenyum tak sadar.

Gue emang ngga suka senja yang merindukan, tapi gue suka jingganya yang indah.

Kalimat itu tiba-tiba terngiang di kepalanya. Gadis itu tersenyum, jingga di langit senja memang indah. Thalia menutup matanya menikmati semilir angin lembut yang menerpa wajahnya.

"Minum." Thalia membuka matanya saat suara berat Gibran mendayu di telinganya. Gadis itu langsung menerimanya, "makasih Gib."

Gibran tak menjawab, laki-laki itu hanya mendongak untuk meminum minumannya sambil menatap ke barat dimana matahari mulai tenggelam. Thalia yang melihatnya sontak tersenyum, Gibran tampan. Dan Thalia tak mungkin bisa memilikinya. Derajat, kasta mereka berbeda. Ah, Thalia sedikit mengernyit saat melihat kalung hitam berbandul bulat di leher Gibran. Ia baru menyadarinya sekarang, kalung itu- membuat Gibran semakin keren. Thalia menggeleng sendiri memikirkannya, ia kembali menatap matahari yang sudah tinggal sedikit terlihat. Lalu gelap.

"Yok, pulang." Ajak Gibran, pemuda itu memberikan botol minumnya yang masih setegah kepada Thalia. Thalia menerimanya, lalu ia menegak air di botolnya cepat. Ia lalu naik membonceng Gibran.

///

"Gue calon tunangan lo." Ucap Rasyid datar menatap Tara. Tara meringis pelan, sejak tadi mereka berdebat untuk pulang. Rasyid memaksanya untuk laki-laki itu antar karena sudah malam. Sedangkan Tara terus menolak karena merasa tak enak.

"Tapi Syid-" Rasyid segera merampas kunci di tangan Tara, ia lalu menatap mata Tara. "Bacot."

Tara mendengus tak percaya, ia mengerjap lalu menatap Rasyid yang sudah berjalan ke arah teman-temannya.

"Lo bawa motor gua, gue mau anterin Tara." Rasyid menyerahkan kuncinya pada Alexis. "BUSET OTW PUNYA IBU WAKIL KITA BRO!" Alexis berteriak heboh.

"BUSET BUSET, PESEN PONAKAN JUGA DONG GUA! YANG GANTENG BIAR BISA GUA AJAK MAIN BOLA!" Bambang berteriak ikut-ikutan.

"Jangan cowok deh Syid, kemaren gua ajak si Bambang liat anak kucing gua yang baru lair, dia kasih tu bayi rokok disuruh ngudud biar jadi badboy." Cegah Alexis serius. Rasyid berdecak malas, ia lalu meninggalkan teman-temannya.

"Gua balik sama Tara Gib, ati-ati." Rasyid menyalami Gibran layaknya anak laki. Gibran mengangguk, "ati-ati juga bro." Lalu Rasyid berjalan menuju mobil Tara.

"Kita mampir makan dulu, gua laper." Gibran berkata pada teman-temannya yang langsung diangguki. Mereka melajukan motornya.

Beberapa menit kemudian, motor mereka sampai di sebuah warung makan pinggir jalan. Gibran, Bambang, Alexis, Angkasa, Altha dan Calvin memesan makanan mereka.

Gibran menaikkan sebelah alisnya heran saat Thalia hanya diam. "Harus gua juga yang milihin?" Sindir Gibran, Thalia mengerjapkan matanya meringis.

"Aku, mm- lele goreng aja Gib." Ucap Thalia pelan, Gibran mengangguk. "Minum?"

"Em, es teh." Gibran menulis pesanan mereka, lalu memberikannya pada pelayan.

"Besok ada tandingan bola, lihat ndak?" Calvin bertanya sesaat pelayan pergi. Bambang tampak menaikkan alis, "ya kali gua ngga gas. Mayan, golek musuh." Jawabnya tanpa memedulikan tempat.

Stay With Me (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang