SEMBILAN

6 1 0
                                    

"La-layani?" Tanya Thalia kaku, pikiran gadis itu sudah kemana-mana.

"Jadi pelayan gue, nyiapin keperluan gue, masakin gue." Lanjut Gibran santai, Thalia melebarkan matanya tak percaya. Sial, pikiran Thalia harus direset sepertinya.

"T-tapi, berapa lama?" Dua puluh juta dibanding gaji pelayan yang cenderung sedikit akan membutuhkan waktu berapa bulan?

Gibran menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum miring, pemuda itu menyalakan rokok yang tadi ada di meja ruang tamunya. "Selama yang gue mau." Katanya menghembuskan asap rokoknya sambil menatap Thalia datar.

Thalia menggigit bibir bawahnya, "tapi kamar-"

"Lo tidur di kamar tamu." Jawab Gibran santai. Tak sadar Thalia mengerjapkan matanya. Jadi, Gibran punya kamar lain dan kemarin dia malah- Thalia menghembuskan nafasnya pelan. Ia kembali menatap Gibran, "Ka-kamu beneran?" Tanya Thalia tak yakin. "Lo ngeraguin gue?" Gibran kembali menaikkan sebelah alisnya.

Thalia menelan salivanya susah mendapat tatapan elang Gibran, "ta- tapi beneran harus tinggal sama kamu juga?"

Gibran menaikkan bahunya enteng, "lo pelayan pribadi gue. Jadi harus ada di samping gue kapanpun itu."

Thalia mengigit bibir bawahnya sambil menunduk, Gibran menatap datar tindakan Thalia.

Ah, ia sangat membutuhkan uang itu. Jadi, untuk menjadi pelayan Gibran yang berada di samping pemuda itu 'kapanpun' tak masalah bukan? Dengan imbalan yang sangat menguntungkan?

Mungkin.

Thalia mendongak, menatap mata Gibran dalam. Ia mengangguk mantap, "oke."

Gibran tersenyum kecil, mengulurkan tangannya. "Deal."

Thalia menatap tangan kanan Gibran, lalu menatap tangan kanannya yang diperban. Gibran yang menyadari itu langsung mengganti tangan kirinya untuk berjabat. Thalia mengerjapkan matanya, tak urung membalas jabat tangan kiri Gibran. "Deal."

Tak sadar Thalia tersenyum kecil melihat kekonyolan mereka.

"Perintah pertama, temenin gue ke rumah sakit."

///

Thalia berjalan menunduk di samping Gibran yang memasukkan tangan ke saku dengan pandangan lurus ke depan. Thalia melirik sekilas Gibran yang tampak sempurna, ia merasa kecil bersanding -sebagai pelayan, dengan Gibran.

Saat ini, mereka tengah berjalan di koridor rumah sakit. Entah siapa yang sakit, Gibran tak memberitahunya dan Thalia takut untuk bertanya. Jadi ia hanya menurut, nanti pasti akan tau jawabannya.

Klek

Gibran membuka pintu kayu bertulisan vvip di depan mereka. Lalu Thalia mengikuti Gibran masuk ke dalam. Jantung Thalia langsung berdetak kencang kala mendapati banyak laki-laki yang berada di ruangan itu. Gadis itu masih trauma dengan kejadian kemarin malam. Tanpa sadar ia menarik ujung kaos Gibran dengan tangan kirinya sebagai bentuk perlindungan. Gibran menatap tangan Thalia yang berada di ujung kaosnya heran. Tapi ia tak bertanya.

"G-Gib?" Yudha yang tadi sedang bercanda tawa dengan anggota Asteroid mendadak tersenyum canggung. Gibran hanya menatapnya tanpa ekspresi.

Yudha menggigit bibirnya sedikit, "soal kem-"

"Gue maafin, besok jangan lakuin itu lagi dengan sembarang." Potong Gibran cepat. Yudha hanya mengangguk, masih merasa canggung. Anak Asteroid yang lain ikut hening. "Makasih Gib." Ucap Yudha pelan, biaya rumah sakitnya Gibran yang menanggung. Walau memang Gibran yang membuatnya ada di sini, tapi Yudha menyadari itu kesalahannya.

Stay With Me (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang