Perasaan

11 4 1
                                    

Saysa berjalan menuju halte untuk berteduh, dia sudah tidak kuat untuk berjalan karena kepalanya masih terasa pusing. Saysa tidak mengetahui bahwa Rey mengikutinya dari belakang.

"Sya lo kok di sini?" Rey bertanya kepada Saysa yang terduduk diam sambil menangis dibawah tetesan hujan.

Saysa tanpa sadar memeluk Rey sambil menangis. "Rey kurang gue apa, selama ini gue selalu percaya sama dia tapi kenapa dia gak pernah percaya sama gue."

Saysa sudah tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri. Akhirnya Saysa pun pingsan di pelukan Rey.

Rey merasa bahwa detak jantungnya berdebar dengan kencang. "Sya lo kenapa?" Tanya Rey. "Syaa!" Rey kaget saat mengetahui bahwa Saysa pingsan.

Ia segera membawa Saysa ke rumah sakit menggunakan motornya, Rey memberikan jeketnya untuk Saysa.

Sesampai di rumah sakit Rey segera memanggil suster. "Sus tolong teman saya sus," Rey memanggil suster sambil menggendong Saysa.

Saysa segera dibawa ke UGD untuk diperiksa.

"Sya lo harus sadar, gue mohon," pinta Rey dalam hatinya.

Rey sangat khawatir dengan kondisi Saysa, dia tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Saysa. Sampai saat ini Rey tidak mengetahui perasaan apa yang ada di dalam hatinya. Baru dua hari bertemu dengan Saysa tetapi mengapa rasanya dia tidak bisa berpisah dari Saysa.

Dokter pun keluar dari ruang UGD.

"Dok bagaimana keadaan teman saya, dia gapapa kan?"

"Pasien tidak apa-apa, tapi dia harus istirahat yang cukup karena dia sedang demam, nanti saya beri resep yang harus diminum agar demamnya turun," jelas dokter.

"Baik dok, terimakasih."

"Iya sama-sama semoga cepat sembuh."

Rey meninggalkan ruangan dokter, dia segera membeli obat yang telah diresepkan dokter dan segera menuju ke tempat administrasi untuk membayar semuanya.

Setelah mengurus semuanya Rey segera menuju ke tempat Saysa. "Sya loh gapapa kan?"

"Gue gapapa Rey, oh iya makasih ya lo udah bawak gue ke sini."

"Iya Sya sama-sama."

"Maaf ya gue ngerepotin lo terus."

"Biasa aja Sya, gue gak ngerasa kok direpotin lo, malahan gue seneng direpotin sama lo," Rey tersenyum kepada Saysa.

"Bisa aja lo Rey," Saysa membalas senyuman Rey.

"Yaudah pulang yuk gue anterin, tapi loh udah bisa jalan kan."

"Udah bisa kok, tapi serius nih lo mau nganterin gue."

"Iya Sya, lagian ngapain gue gak serius apalagi sama lo."

"Apaan sih Rey, yaudah pulang yuk kalau lo mau gombal terus kapan kita pulangnya," Saysa tertawa melihat tingkah Rey.

Hujan pun mulai reda, mereka berdua memutuskan untuk segera pulang sebelum hujan kembali deras.

"Sya loh pakek aja jaket gue, kalau nanti tiba-tiba hujan lo gak kehujan."

"Tapi lo gimana?"

"Gue gapapa kehujanan yang penting lo enggak."

Reypun membantu Saysa menggunakan jaket, entah mengapa perasaannya terhadap Saysa semakin terasa di dalam hatinya.

Rey segera menghidupkan motornya dan menuju ke rumah Saysa.

Akhirnya mereka berdua sampai di depan rumah Saysa. "Btw makasih ya Rey udah mau nganterin gue pulang."

"Iya sama-sama Sya, lo cepet sembuh ya jangan lupa di makan obatnya."

"Oke bos," Saysa sambil tertawa lepas saat mengucapakan kata-kata itu. "Oh iya sekali lagi gue makasih banget ya sama lo Rey."

"Iya Sya sama-sama, udah masuk gih masak mau ngucapin makasih terus." Rey memberikan senyuman terindahnya sambil mengelus kepala Saysa.

"Iya deh, bye Rey hati-hati ya," Saysa melambaikan tangannya kepada Rey.

Rey pun tersenyum dan segera meninggalkan Saysa yang sudah masuk ke dalam rumahnya.

***

"Eh non Saysa udah pulang, kok wajahnya pucet non?" tanya bibi.

"Gapapa bi Saysa cuma kecapean aja," dengan wajah pucat itu Saysa memberikan senyumannya kepada bibi, agar bibi tidak menghawatirkan kondisinya. "Yaudah bibi Saysa ke atas dulu ya."

Saysa segera mandi, dia ingin sekali istirahat. Hari ini adalah hari yang menyedihkan baginya, tapi mengapa saat bertemu Rey rasa sedih itu hilang. Setelah selesai mandi Saysa segera berbaring di tempat tidur. Saysa lupa bahwa hari ini dia ada jadwal renang. Dia merasa sangat kedinginan, tubuhnya menggigil. 

Tiba-tiba bibi datang memanggil Saysa. "Non, non Saysa."

Sudah berulang kali bibi memanggil Saysa tetapi Saysa tidak menjawabnya. Bibi segera membuka pintu kamar Saysa dan masuk ke dalam, saat masuk bibi terkejut melihat wajah Saysa yang sangat pucat.

"Non, non Saysa kenapa?" bibi segera memegang dahi Saysa. "Non Saysa demam, bibi telpon mama dan papa non ya?"

"Gak usah bi tadi udah ke rumah sakit, bentar lagi turun kok demamnya."

"Tapi non."

"Saysa gapapa kok bi," jelas Saysa dengan menahan rasa sakit di kepalanya. "Oh iya bi Saysa minta tolong jangan kasih tau mama dan papa ya."

"Baik non, tapi kalau non butuh apa-apa panggil saja bibi ya non."

"Iya bi, makasih."

Bibi pun pergi meninggalkan Saysa yang sedang beristirahat.

                                                                         ***

Rey pun sampai di rumah.

"Eh den Rey sudah pulang, kok telat den pulangnya?"

"Iya bi, soalnya tadi ada temen Rey yang sakit," jelas Rey. "Oh iya bi Rey ke atas dulu ya."

"Baik den."

Rey segera berjalan menuju kamarnya, sesampainya di kamar Rey langsung meletakkan tasnya dan segera ke wc untuk mandi. Setelah selesai mandi Rey memilih untuk duduk di sofa berwarna hitam tepat di dekat jendela kamarnya. Di sana Rey dapat melihat bintang di malam hari sambil memikirkan wajah Saysa wanita yang sangat ia kagumi.

"Den Rey!" panggil bibi dari luar kamar.

Rey segera membuka pintu kamar. "Iya bi ada apa?" tanya Rey.

"Maaf den makanan sudah siap, ibuk dan bapak sudah menunggu den di meja makan."

"Baik bi, bibi turun aja dulu nanti Rey nyusul," Rey tersenyum kepada bibi. "Oh iya bi makasih ya udah mau panggilin Rey."

"Iya den sama-sama, yaudah den bibi turun dulu ya." Bibi segera meninggalkan Rey.

Tak lama itu Rey segera turun ke bawah dan menuju ke ruang makan.

"Rey, gimana sekolah kamu?" Tanya laki-laki setengah baya kepada putranya itu.

"Biasa aja pa, tumben papa nanyain biasanya kan cuek."

"Kamu itu sudah kelas XII, papa mau kamu jadi dokter kayak papa," laki-laki setengah baya itu tersenyum kepada putranya.

"Iya pa, Rey tau," Rey membalas senyuman itu.

Setelah selesai makan Rey segera menuju ke kamarnya. "Papa, mama Rey duluan ya, soalnya Rey capek banget hari ini."

Kedua orang tua Rey tersenyum sambil menganggukkan kepala kepada putranya itu.

Setelah di kamar Rey terpikir tentang Saysa. "Sya lo gimana sekarang, semoga lo udah sembuh ya dan semoga lo mimpiin gue," besit Rey dalam hati sambil tersenyum.

Rey pun segera tidur, ia tak sabar untuk bertemu Saysa besok pagi.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang