12

6.1K 567 63
                                    

12

Mata Pamela memanas. Rasa kecewa dan malu menerpanya dengan dahsyat. Awalnya ia cukup senang melihat Sebastian terpana, tapi kemudian pria itu kembali bersikap dingin seperti biasa.

Pamela mengedip-ngedipkan mata yang mulai digenangi air mata. Lalu setetes kristal bening meluncur di pipinya. Apakah Sebastian benar-benar tak menyukainya?

Bel pintu yang berbunyi menyentak Pamela. Ia segera mengusap air mata di pipi.

"Selamat pagi, Sayang."

Mendengar suara sang ibu mertua, Pamela bergegas ke kamar dan mengganti pakaiannya. Ia tentu saja tak mau terlihat seperti pelacur di hadapan ibu mertuanya. Setelah itu, ia kembali ke depan.

Ketika melihat Pamela, Soraya tersenyum. "Mel, ayo, kemari."

Dengan patuh Pamela menghampiri sang ibu mertua yang masih berada di luar pintu.

Soraya memeluk dan mengecup kedua pipi Pamela.

Mata Pamela menangkap tiga sosok asing berdiri di belakang sang ibu mertua.

Soraya mengurai pelukan mereka. "Sebelumnya pengurus rumah dan tukang kebun Sebastian adalah pasangan suami istri yang bekerja tiga hari dalam seminggu. Namun sejak dua minggu lalu keduanya mengundurkan diri, pulang ke kampung halaman karena suatu urusan. Nah, sekarang mama sudah mendapatkan penggantinya. Kenalkan, Pak Urip dan istrinya, Bi Lasmi. Pak Urip akan merawat kebun, sementara Bi Lasmi akan membantumu mengurus rumah. Mereka akan bekerja Senin sampai Jumat, dari pukul delapan pagi sampai empat sore."

Pasangan paruh baya itu, yakni Pak Urip dan Bi Lasmi, mengangguk sembari tersenyum hangat pada Pamela.

Pamela balas mengangguk.

"Kenapa Mama tidak mendiskusikannya lebih dulu denganku?" sela Sebastian kurang setuju.

Soraya menatap anaknya dengan jengkel. "Sampai kapan menunggumu mencari pengganti Pak Amran dan Bi Gina? Dua minggu sudah berlalu, kau bahkan tidak berusaha mencari pengganti mereka. Kasihan Pamela sendirian mengurus rumah."

Hati Pamela menghangat. Meski Sebastian tidak menyukainya, setidaknya sang ibu mertua menyayanginya.

"Nah, dia Pak Reno." Soraya menunjuk seorang pria awal lima puluh bertubuh kurus. "Pak Reno, kenalkan, ini Sebastian, anak saya, dan Pamela, menantu saya."

Pak Reno mengangguk dan tersenyum sopan pada Sebastian dan Pamela.

Sebastian menatap ibunya dengan tatapan bertanya akan keberadaan Pak Reno di antara mereka.

Soraya tersenyum lebar pada putranya. "Mulai sekarang, Pak Reno akan menjadi sopir pribadi Pamela. Mama menghadiahkan mobil itu pada menantu mama yang baik ini." Soraya menunjuk sebuah mobil yang terparkir rapi di halaman. Lexus keluaran terbaru berwarna hitam mengilap.

Pamela menatap mobil mewah tersebut dan sang ibu mertua silih berganti dengan tatapan tak percaya.

Soraya tersenyum pada sang menantu.

"Mama ..., ini berlebihan," ucap Pamela setelah berhasil menemukan suaranya.

Soraya mengacak sayang rambut sepunggung Pamela yang tergerai. "Tak ada yang berlebihan untukmu, Sayang. Mama tahu kau ke mana-mana menggunakan taksi online. Sebagai istri Sebastian, sudah sepantasnya kau memiliki mobil sendiri."

"Aku punya mobil di Samarinda, Ma. Aku akan membawanya ke sini nanti."

"Tak perlu, Sayang. Khusus kali ini, Mama tak ingin ditolak, oke?"

***

Kehadiran Pak Urip dan Bi Lasmi sedikit sebanyak mengikis rasa sepi yang seminggu terakhir ini melingkupi Pamela. Namun ketika keduanya pulang, rasa sepi itu kembali mencengkeram.

Pada pukul setengah enam, di bawah siraman sinar keemasan matahari sore, Pamela duduk di kursi taman belakang. Angin bertiup sepoi-sepoi, menyegarkan.

Pamela menghubungi ibunya, mengobrol sekitar lima belas menit, lalu menghubungi Anisa. Setelah pembicaraan dengan sang sahabat berakhir, Pamela kembali merasa bosan.

Pamela pikir ia bisa mati bila berlama-lama seperti ini. Tanpa teman. Tanpa kegiatan. Seminggu terakhir ini, mengurus rumah membuat pikirannya sibuk dan waktu cukup cepat berlalu. Namun kini, setelah semua pekerjaannya diambil alih oleh Bi Lasmi, Pamela tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mengisi waktu.

Pamela ingin mengunjungi sang ibu mertua, menjalin komunikasi lebih dekat dengannya, juga dengan Alisa dan anak-anaknya. Meskipun sampai hari ini Sebastian belum pernah mengajaknya mengunjungi sang ibu dan kakaknya, bukan berarti Pamela tak bisa pergi sendiri, ya kan? Yah, ia memang tidak tahu alamat rumah ibu mertuanya, tapi ia bisa menghubungi sang ibu mertua dan menanyai alamatnya.

Semangat seketika memenuhi Pamela. Ia pun berdiri dan berjalan ke rumah, hendak ke kamar untuk bersiap-siap. Tak peduli saat Sebastian pulang nanti, ia tak berada di rumah. Toh, ada atau tidak dirinya tak membawa perbedaan untuk pria itu, bukan?

Namun secepat semangat itu datang, secepat itu ia luruh. Langkah Pamela terhenti ketika tiba di depan pintu kamar.

Tidak. Mengunjungi sang ibu mertua sama saja mengundang petaka untuk diri sendiri. Ibu Sebastian akan bertanya banyak tentang hubungan mereka, dan untuk berkata jujur, Pamela tak sanggup, sama beratnya dengan berbohong.

Pamela menghela napas panjang. Ia membuka pintu kamar dengan lesu lalu duduk di bibir ranjang dengan wajah muram.

Tiba-tiba ponsel yang sejak tadi berada di tangannya berdering. Mata Pamela melebar melihat nama siapa yang tertera di layar.

***

600 vote dan 70 komen langsung update next part ya

Pamela and Her Bastard Husband [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang