Bab 7

22.4K 2.8K 155
                                    

Selamat Membaca






Raina menatap Putra yang tengah memakai sepatu olahraganya dengan pandangan malas. Ini masih cukup pagi untuknya, dan lelaki itu memaksanya untuk olahraga bersama.

“Kenapa, sih, harus ngajak aku? Biasanya juga Abang sendiri,” gerutunya kesal.

“Karena selama kurang lebih satu bulan tinggal bersama. Saya tidak pernah melihat kamu olahraga sama sekali,” jawab lelaki itu sembari membenarkan tali sepatunya.

Raina mendengus kesal. “Aku kan emang nggak suka olahraga.”

Putra akhirnya menatap Raina yang masih duduk malas di sampingnya, dan membiarkannya sepatu olahraganya begitu saja. Lelaki itu mengembuskan napas pelan, dan beranjak ke depan gadis itu, lalu mulai memakaikan sepatu kepada Raina yang mampu membuat gadis itu terdiam karena terkejut.

“Olahraga itu bukan masalah suka atau enggak. Tapi, memang harus. Kamu harus menyayangi tubuh kamu, Raina.”

Raina masih diam. Pandangannya menatap lurus ke arah Putra yang tampak fokus dengan sepatunya. Gadis itu menghela napas pelan. Tangannya terulur memainkan beberapa helai rambut Putra – yang sempat membuat lelaki itu menatapnya – sebelum kembali fokus memakaikan sepatunya.

“Selesai,” ucap lelaki itu begitu sepatu Raina sudah terpasang sempurna di kaki indah gadis itu.

Putra bangkit berdiri, dan menarik Raina sekalian. Tangannya merapikan beberapa helai rambut Raina yang berantakan, dan mengakhirinya dengan menepuk pelan kepala gadis itu.

“Ayo lari pagi,” ujarnya sebelum berlari kecil lebih dulu meninggalkan halaman rumah.

Raina mendengus melihatnya. “Sial, gue baper,”  katanya sebelum mengikuti Putra dengan langkah malasnya.

Baru beberapa menit mereka berlari di area taman. Tapi, Putra yang berada beberapa langkah di depan Raina, sudah seperti artis yang sedang jumpa fans.

Banyak sekali ibu-ibu, gadis muda, dan anak kecil yang terus menyapanya sembali tersenyum. Raina tidak tahu kalau suaminya itu begitu terkenal di area ini.

Raina berdecak kesal begitu melihat Putra tengah berhenti berlari, dan malah berbincang dengan dua gadis dengan pakaian olahraga yang cukup seksi itu.

Sial.

Raina mengenakan kupluk hoodienya, sebelum berlari menuju ke arah mereka, lalu dengan sengaja menabrak dua gadis itu dengan cukup kasar.

“Mianhane gae-sae-kki,” katanya sebelum kembali berlari, tanpa memedulikan ekspresi kesal sekaligus bingung kedua gadis itu.

Raina lanjut berlari sembari tersenyum. Setidaknya hobi menonton drama Korea yang sudah bertahun-tahun dia lakoni ini, bisa dimanfaatkan di masa-masa seperti tadi. Kedua gadis itu pasti tidak mengerti jika Raina sudah mengumpatinya.

“Kamu ngomong apa tadi? Ngomong kasar, ya?”

Raina menoleh, dan menemukan Putra yang tiba-tiba berada di sampingnya. Gadis itu tersenyum sembari menggeleng pelan. “Aku bilang, mereka cantik banget. Sampai mata suami aku nggak berkedip lihatinnya.”

Putra berdeham pelan, dan mengalihkan pandangan ke arah lain, yang membuat Raina mencibirnya pelan.

“Saya kan punya mata, dan mata fungsinya untuk melihat. Jadi, salahnya di mana?”

Raina berhenti berlari. Dia menatap Putra dengan mata melotot kesal. “Enggak. Abang nggak salah. Yang salah dua cewek tadi. Puas?”

Putra malah mengangguk dengan tampang polosnya. “Mereka yang memulai lebih dulu untuk mengajak saya mengobrol.”

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang