Bab 2

29.2K 3K 132
                                    

Selamat Membaca









Hujan gerimis di pagi ini, membuat Putra masih ingin bergelung di selimut, sebelum suara tangisan Caca terdengar. Lelaki itu membuka mata, dan berjalan ke arah tempat tidur Caca yang berada di samping ranjangnya.

Lelaki itu mengulum senyum, dan meraih sang anak ke dalam pelukannya. Memberinya kecupan penuh kasih sayang.

“Selamat pagi, kesayangannya papa,” ujarnya sembari menciumi perut anak itu, yang membuatnya berhenti menangis, dan tertawa kegelian.

Putra membuka gorden jendelanya, dan mengernyitkan kening ketika melihat keberadaan Raina dan Dewa di bawah sana – di taman samping rumah –

Apalagi, ketika melihat keduanya yang hujan-hujanan, dan berjalan ke arah pohon mangga yang ada di tengah-tengah taman.

“Astaga, mau apa mereka?” gumamnya kepada diri sendiri, sebelum berjalan keluar kamar.

Putra memberikan Caca ke salah satu pembantunya saat melewati ruang tengah. Setelahnya, lelaki itu terus berjalan menuju dapur yang lebih dekat dengan taman.

“Rain! Astaga! Turun sekarang!” Teriak Putra kepada Raina yang ternyata sudah ada di atas pohon mangga. Sedang Dewa malah berdiri santai di bawah pohon.

“Eh, Abang udah bangun?” tanya gadis itu sembari menyengir lebar. Gadis itu bahkan tidak peduli dengan tubuhnya yang basah terkena air hujan. “Selamat pagi, suaminya aku.”

Putra berdecak. “Turun kamu! Ngapain di atas sana?”

“Dewa mau mangga. Tapi, nggak bisa manjat pohon.”

Lelaki itu melirik sang adik dengan sinis, yang dibalas Dewa dengan dehaman singkat. Dewa pandai memanjat pohon. Adiknya itu hanya tengah menjaili Raina.

“Ada satpam di depan! Kan bisa minta tolong sama mereka!”

“Loh, kata Dewa, satpam di depan lagi cuti.”

Putra menggeram marah, sedang Dewa sudah berusaha menahan tawa gelinya. Lelaki itu berjalan ke arah taman, yang membuat tubuhnya ikut basah terkena air hujan.

“Turun sekarang,” ujarnya begitu sampai di bawah pohon.

Raina cemberut, dan memelototkan mata ke arah Dewa, yang dibalas cowok itu dengan juluran lidah. Apalagi, kini dengan tidak tahu dirinya, Dewa malah berjalan memasuki dapur.

“Raina,” panggil Putra lagi.

“Iya, Abang. Ini aku mau turun,” kata gadis itu sembari berusaha turun dari pohon.

Namun, karena hujan dari subuh tadi tidak kunjung berhenti, pohon mangga itu menjadi licin. Raina tidak menempatkan kakinya dengan baik, yang membuatnya terpleset, dan jatuh ke tanah, jika saja Putra tidak sigap menahan tubuh istrinya itu, yang membuat mereka jatuh dengan tubuh Raina di atas tubuh Putra.

Putra meringis pelan, yang membuat Raina segera menyingkir dari tubuh suaminya itu.

“Abang nggak apa-apa?” tanya gadis itu panik.

Putra berdecak, sembari memegangi pinggulnya. “Apa ada jatuh yang nggak sakit?” tanyanya sinis.

“Ada, dong. Jatuh cinta sama aku. Abang cobain makanya.” Gadis itu menjawab dengan senyuman manis yang dia berikan kepada suaminya itu.

Untuk sesaat, Putra dan Raina masih saling berpandangan, sebelum lelaki itu beranjak bangun dengan bantuan Raina.

“Udah, sana mandi. Habis itu kita sarapan bareng.”

RAINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang