Selamat Membaca
Ibu Gladis dan Gilang sudah pulang sore tadi, rumahnya telah selesai diperbaiki. Dan, malam ini Raina tengah membereskan pakaiannya untuk kembali ke kamarnya. Gadis itu membereskan pakaiannya ditemani dengan Caca yang tengah memerhatikannya dari ranjang.
"Kamu ngapain?"
Raina menoleh ke arah Putra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambutnya masih basah.
"Beresin baju."
Putra menghampiri Caca yang sudah mengulurkan tangan ke arahnya. Lelaki itu menggendong Caca, dan kembali berjalan mendekat ke arah Raina yang tengah berada di depan lemari.
"Iya, saya tahu. Tapi, beresin baju malam-malam begini mau apa?"
Raina menghentikan gerakannya, dan menoleh ke arah Putra dengan kening mengerut. "Ibu kan udah pulang ke rumahnya. Jadi, nggak ada alasan aku tetap di sini, kan?"
"Memangnya kamu tidak nyaman tidur bersama saya dan Caca?"
Raina kembali fokus dengan pakaian-pakaiannya. "Loh, bukannya yang merasa nggak nyaman itu Abang, ya? Kan Abang yang minta kita tidur terpisah?"
Putra terdiam mendengarnya. Bahkan ketika Raina telah selesai mengemas pakaiannya, lelaki itu masih terdiam.
Gadis itu menatap Caca yang berada dalam gendongan Putra dengan senyuman lebarnya. Mengecup kedua pipi dan keningnya dengan gemas, sebelum berucap. "Anak mama selamat tidur, ya. Jangan bangun pagi-pagi sayang, kasihan Papa."
"Ma-ma." Caca berucap dengan lucunya sambil mengulurkan kedua tangannya kepada Raina.
"Mau ikut mama?" tanya Raina.
"Iiyyaahh..."
"Yaudah, sini ikut mama sebentar, ya." Raina mengambil alih Caca ke dalam gendongannya, dan menepuk-nepuk pelan punggungnya agar gadis kecil itu tertidur.
Putra masih menyaksikan itu dalam diam, sibuk dengan perselisihan yang kini tengah berlangsung di dalam kepalanya. Beberapa menit berlalu, bahkan ketika Raina telah membaringkan Caca yang tertidur di tengah ranjang, dia masih terdiam.
"Abang kenapa, sih?" tanya Raina bingung sambil meraih kembali kopernya.
"Lagi banyak pikiran, ya? Atau, salah satu pasiennya Abang keadaannya menurun?"
Putra menggeleng. "Saya baik-baik saja."
Raina manggut-manggut mengerti. "Kalau gitu sekarang Abang istirahat. Udah malam juga." Dia mengambil tangan Putra, dan mengecup tangan lelaki itu lembut. "Selamat malam, Abang."
Gadis itu berjalan melewati Putra, namun baru beberapa langkah, lelaki itu menghentikannya dengan menahan lengannya.
"Kenapa?"
"Di sini," jawab Putra singkat yang semakin membuat Raina menatapnya bingung.
"Apanya yang di sini?"
"Tidurnya."
"Ha?" Kali ini Raina benar-benar menatap Putra dengan ekspresi bingung. "Abang, tuh, kalau ngomong yang jelas. Jangan perkata gitu, kayak cewek lagi PMS tahu enggak?"
Lelaki itu berdecak, dia memalingkan wajah sebelum berkata. "Kamu tidurnya di sini aja. Gitu aja masa nggak ngerti?!" katanya dengan ketus.
Sesaat Raina masih menatap tidak percaya ke arah Putra, sebelum gadis itu tertawa pelan, yang membuat lelaki itu kembali menatapnya.
"Kamu menertawakan saya?"
Raina menepuk-nepuk pelan dada Putra. "Bilang gitu aja pakai malu. Gemesin sekali suami aku," ujarnya sambil berjalan dan meletakkan kopernya di sudut kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA
RomanceAnggoro series 2. Menikah dengan lelaki yang masih terbayang-bayang oleh masa lalunya, tidaklah mudah. Ada hati yang harus siap dikorbankan kapan pun, karena luka akan datang setiap harinya. Sebenarnya, sudah kodratnya, jika kalian mencintai, maka s...