Chapter - O4

168 71 74
                                    

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara ───────────────Novel bertajuk "Romeo and Juliet" itu terbang lalu tak lama menghempas keras dinginnya lantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
───────────────
Novel bertajuk "Romeo and Juliet" itu terbang lalu tak lama menghempas keras dinginnya lantai. Aku mendengkus ke sembarang arah. Menatap Zoya tidak suka dengan hati yang terus mengucap sumpah serapah.

Pagi ini aku benar-benar malas menghadapi tingkah Zoya yang ... well, memalukan. Kuraih novel tebal dengan kertasnya yang kuning itu. Sial! Zoya malah menendangnya semakin menjauhiku. Oh, ayolah. Ada apa dengan gadis ini? Senang sekali mencari keributan bersamaku.

Lagi dan lagi aku mendengkus geram. Menggeletukkan geraham lalu dalam sekali gerakan, novel itu sudah berada dalam genggamku.

"Haha seru juga ya, Joy, ngerjain si kutu buku," ujar Giselle tertawa puas. Zoya tentu saja memberikan jawaban yang tak kalah memuaskannya—bagi mereka.

"Belum, Selle, belum. Mumpung lagi banyak orang disini, gimana kalau kita jambak atau gak tampar pipinya sekalian? Umm ... tempelin permen karet bekas juga kayaknya bakal tetap cantik. Iya 'kan, Nadara?"

Persetan dengan cantik. Bagaimanapun juga, wajah Zoya tidak akan pernah berhasil menandingi 'ku. Ibarat kata seburuk-buruknya rupa seseorang, jika ia memiliki hati yang baik, maka dialah orang tercantik di muka bumi. Dan lagi, cantik itu relatif. Bukankah begitu?

"Terserahlah, aku tidak peduli. Kau tahu? Waktuku sangat berharga untuk dipergunakan melayani manusia yang bahkan nyaris seperti sampah," sarkas 'ku. Tampaknya Zoya maupun Giselle tidak akan diam saja dikatai sampah. Lihat, bagaimana pergerakan tangan putih Zoya yang mulai melayang dan hendak menimpa pipiku.

"Adriana Zoya, Victoria Giselle!" tahan Mrs. Emma—guru yang bergelut dalam dunia musik. Maksudku dia ini pelatih klub musik di SMU Harmony.

"M-mrs?" gugup Zoya. Aku menangkap bola matanya yang memberikan kode pada Giselle. Taruhan, mereka akan kembali memulai drama.

"N-Nadara. Gue sama Zoya 'kan, udah minta maaf. Lo jangan emosi gini dong. Kita juga gak sengaja," ujarnya.

"Iya, Nad. Maaf gue salah, lain kali gue pasti hati-hati kok," timpal Zoya. Dengan kompak, keduanya melakukan seikerei—aturan membungkuk 90 derajat pada masa pendudukan Jepang.

Bak pencuri tertangkap basah, kedua gadis itu segera melesat secepat peluru ditembakkan. Mrs. Emma yang melihatnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Ayolah, aku saja malu jika harus mengakui bahwa Zoya itu kakak sambung 'ku. Tingkahnya sehari-hari sangat mirip seperti anak-anak.

Sepeninggal Zoya, Mrs. Emma menggenggam tanganku. Bukannya tidak nyaman, hanya saja wanita ini pasti akan mengucapkan permohonannya sampai membuat hatiku bimbang. Pfffttt aku tidak menyukai situasi seperti ini.

Best Part [ COMPLETED ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang