Chapter - O9

84 44 100
                                    

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara ───────────────Aku memainkan jemari dengan gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nadara Rafeyfa Azzura Dirgantara
───────────────
Aku memainkan jemari dengan gugup. Bersiap mendengarkan hasil diagnosis atas kondisi Zayn. Kulihat raut hambar dari dokter ber-name tag Willy. Dia memberiku sebuah dokumen berisi rekaman medis.

"Kau ini Rafeyfa?" tanya Dokter Willy. Sebelum menjawabnya, 'ku ukir seulas senyuman tipis.

"Ya. Kau mengenaliku?"

"Secara tidak langsung, ya. Zayn sering menceritakan segala hal tentang dirimu. Umm ... kuharap selepas ini kau tidak membenci Zayn."

Tentu saja tidak akan. Memangnya apa kesalahan yang diperbuat Zayn hingga aku membencinya? Well, aku bukan orang gila yang akan tiba-tiba marah tanpa sebab.

Kubuka lembaran pertama dari catatan medis ini. Tak ada yang menarik, hanya serangkaian kata pengantar seperti sebuah proposal. Di lembaran berikutnya, aku menemukan sesuatu yang menarik.

Deg!

Hatiku berdenyut ngilu membacanya. Ada pertanyaan seperti mengapa ini harus terjadi kembali? Apa? Lima bulan? Bahkan dahulu Mommy tidak secepat ini. Mataku perih seakan ada seseorang yang dengan sengaja menumpahkan perasan air lemon.

"Apa maksudmu? Z-Zayn t-tidak akan bertahan dalam ... lima bulan ke depan?"

Dokter Willy, pria itu menggeleng lemas. "Tidak, maafkan aku. Entah mengapa tiba-tiba saja kondisinya begitu drop hingga lima bulan itu tergantikan dengan waktu yang tak dapat ditentukan. Maaf, tapi kupikir kita hanya perlu menunggu kematian itu datang."

Semudah itukah pria ini mengatakannya? Aku emosi, sungguh. Melepaskan seseorang yang kucintai untuk kedua kalinya dengan sebab yang sama bukanlah hal yang dapat kulakukan. Perbincangan ini benar-benar menguras kesabaranku. Perkataannya tadi begitu menohok.

Dengan emosi disertai deraian air mata, aku meninggalkan ruangan pribadi Dokter Willy. Kehadiranku disambut tanda tanya dari seluruh anggota Jarsezasa—well, lewat ponsel pintar Zayn, aku mengabari mereka dalam ruang obrolan Jarsezasa.

"Eh, Nad, lo kenapa??" panik Jay ketika aku bersimpuh. Tangisku kian menjadi tatkala kembali mengingat perkataan Dokter Willy. Aku tidak ingin kehilangan Zayn sama seperti aku kehilangan Mommy sepuluh tahun silam. Zayn ibarat matahari bagi duniaku. Jika tanpanya maka aku akan kedinginan lalu mati dalam keadaan membeku.

"Hiks ... hiks ... hiks ...." hanya isakan tangis yang aku tunjukkan. Sebisa mungkin aku menelungkupkan kepala diantara kedua lutut yang aku lipat. Tidak! Ini begitu menyesakkan dada. Aku seakan mengalami kesulitan bernapas.

"Anjir, ini cewek kayaknya kesurupan," celetuk Satria dihadiahi pukulan pelan pada tengkuknya.

"Goblok! Sekali lagi lo ngomong sembarangan di rumah sakit, gue kawinin lo sama suster ngesot!" ancam Rio terdengar absurd.

Best Part [ COMPLETED ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang