Gangguan

279 61 1
                                    

Memasuki waktu ujian semester, Kenma mau tidak mau memuseumkan ponsel keramatnyaㅡyang khusus untuk bermain gameㅡke dalam laci meja belajar. Walaupun tangannya gatal ingin bermain game, ia menahan diri. Apalagi kunci laci itu tidak ada di tangannya sekarang. Sengaja ia titipkan Hinata agar ia tidak khilaf.

Ia tidak seambisius teman sekelasnya, Nishinoya dan Tanaka yang sehari-harinya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar tanpa lelah. Namun, ia juga butuh menyelamatkan nilainya di awal-awal semester.

Tiga jam sudah ia berkutat dengan materi-materi selama satu semester ini. Kepalanya lunglai dan jatuh menelungkup di atas meja.

"Ah, sial. Aku benci belajar," gumamnya.

Ketidakniatannya menjalani hidup memang tidak lantas membuat dirinya tidak niat belajar. Yah, walaupun tetap saja ia tidak akan bisa seniat orang lain, setidaknya ia sudah berusaha.

Baru sekian detik matanya terpejam karena kelelahan, terdengar suara gaduh di dekat jendela kamarnya yang terbuka.

Belum sempat ia mengangkat kepala, terdengar suara Bokuto yang berteriak memanggil namanya. Diikuti suara Akaashi yang meminta Bokuto untuk tidak berisik. Kemudian juga terdengar suara Kuroo yang ikut-ikutan memanggil namanya dengan nada yang dibuat sok manis.

Dalam sekian detik, kepala Kuroo dan Bokuto menyembul di sela jendela yang terbuka.

"Kenma-chan, ayo main voli bersama kami!" seru Bokuto dengan semangat menggebu.

"Aku ke sini bukan mau mengajak Kenma-chan main voli. Diam kau!" Kuroo memukul kepala Bokuto dengan ujung ponselnya. Lalu beralih menatap Kenma. "Kenma-chan, jangan terlalu tegang belajarnya. Ayo, keluar sebentar. Aku traktir udon di kedai Mr. Ukai."

Masih dengan kepala terkulai di atas meja, Kenma menoleh. Menyebabkan sulur-sulur rambutnya jatuh menutupi sebagian wajah. "Aku tidak punya tenaga."

"Maksudnya kau minta digendong Kuroo-kun ya, Kenma-chan?"

Bokuto tertawa lebar hingga menampilkan gusinya.

"Kau mau kugendong? Baiklah, aku akan masuk ke dalam dan membawamu pergi dari ruangan sempit ini."

Kuroo langsung bersiap masuk melalui jendela. Membuat Kenma mau tidak mau menegakkan punggung lalu menyeret kaki ke arah jendela yang cukup lima langkah saja.

"Kalian berisik sekali." Kenma memiringkan kepala untuk mendapati Akaashi yang bersandar di tembok. "Akaashi senpai, tolong bawa dua orang ini pergi."

"Kau ikutlah kami saja, Kenma-chan. Materi-materi yang di buku tidak akan masuk ke otak kalau kau terlalu stres."

Dasar Akaashi! Sama sekali tidak membantu.

Kenma menampilkan wajah malas lalu menatap Bokuto dan Kuroo yang masih setia menunggu jawaban Kenma.

"Menyingkir dari jendela!" seru Kenma. Tidak tahan melihat wajah Bokuto dan Kuroo yang sok imut.

Dalam sekian menit, Kenma sudah berada di sisi jalan, bersama tiga seniornya yang tergabung dalam klub voli.  Kenma menjadi dekat dengan Bokuto dan Akaashi karena dua orang itulah yang selalu terlihat bersama Kuroo.

Ya, tidak hanya saat latihan voli saja, tetapi juga di mana ada Kuroo, selalu ada sepasang manusia yang sifatnya begitu berbeda itu. Yang satu pecicilan, dan yang satunya lagi lebih kalem.

"Kenapa kedai Mr. Ukai jauh sekali, sih?" keluh Kenma.

Ketiga seniornya itu tertawa. Sudah terbiasa dengan keluhan-keluhan Kenma.

"Kau, sih, tadi mau kugendong tidak mau," ucap Kuroo sambil merangkul pundak Kenma.

Kenma ingin berkelit dari rangkulan itu namun ia sedang tak bertenaga. "Jauhkan tanganmu, senpai. Kau menambah-nambahi beban saja."

"Maaf Kenma-chan, aku hanya tidak bisa untuk jauh-jauh darimu."

Kalau sudah berkata begitu, Kenma tidak lagi mau mendebat. Selama dua bulan terakhir ini, kalimat itu seperti mantra yang mudah sekali terucap dari bibir Kuroo ketika sedang bersamanya.

Setelah berjalan sekitar dua blok dari indekos Kenma, mereka pun sampai di kedai milik Mr. Ukai.

Bouton sudah lebih dulu masuk diikuti Akaashi. Tertinggal Kuroo dan Kenma yang masih berdiri di depan pintu.

"Kenma-chan, setelah selesai ujian, kau mau tidak jadi pacarku?"

Pundak Kenma yang semula jatuh kini menegak. Tidak sepenuhnya tegap, namun bisa terlihat bahwa pertanyaan Kuroo itu memengaruhi kerja otaknya.

Kenma mendongak dan mendapati Kuroo sedang menatapnya, menunggu jawaban.

"Kau tidak mudah menyerah ya?"

Seolah ia punya jawaban lain saja. Ini adalah kedua kalinya Kuroo mengajak Kenma berkencanㅡsetelah beberapa bulan yang lalu saat selesai masa orientasiㅡdan langsung Kenma tolak dengan tanpa berpikir.

"Sudah, ayo, masuk!" ajak Kenma tanpa memberikan jawaban yang jelas. "Kita tidak akan bisa berkencan kalau aku mati sekarang karena kelaparan."

Kuroo tersenyum lebar. Memeluk tubuh Kenma dalam rengkuhan lengannya yang kokoh.

Ini ... adalah pelukan pertama mereka berdua sebagai pasangan.

"AKU SUDAH LEPAS DARI JERATAN KEJOMBLOAN!" teriak Kuroo menimbulkan kegaduhan dari dalam kedai, karena Bokuto yang merespons dalam teriakan yang sama kerasnya.

to be continued

Sepatu yang Kehilangan Tuannya || Kuroken AU [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang