Page ten

3.4K 281 5
                                    

"Tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak."

"Ya?" tanya Hani tidak yakin dengan apa yang ia dengar barusan. Memusatkan lagi seluruh fokusnya pada Jungkook yang tampaknya tidak minat menjawab kebingungan yang ia ciptakan. "Jadi?"

"Belajarlah, beberapa materi sepertinya akan sulit untuk kau jawab nanti." lantas Jungkook pergi meninggalkan Hani yang berdiri disamping meja belajar, menatap punggung Jungkook yang mulai menjauh. Sibuk membuat spekulasi jawaban yang menurutnya pas. Ia pun yakin Jungkook tidak memberinya izin karena memang dirinya yang masih terikat perjanjian itu.

Lalu ponsel Hani bergetar, satu pop up pesan terlihat, itu dari Park Jimin. Katanya ia ada waktu hari ini dan secepat mungkin Hani bersiap-siap dengan segala hal. Sampai diruang tengah langkah Hani terhenti, tentu saja karena ada Jungkook disana.

"Pergilah Jimin sudah memberi tahu."

Hani menganggukan kepalanya merasa senang, akhirnya ia tidak perlu merangkai banyak kalimat disaat sosok itu melayangkan ratusan pertanyaan.

"Aku pergi." setelah itu Hani benar-benar menghilang dari pandangan Jungkook. Disisi lain Jungkook meremas kuat sebuah dokumen yang bercetak tebal bertuliskan Play Dirty.

Menatap penuh amarah akan isi sampah yang ada didalam itu, mengapa dengan bodoh ia menulis kalimat 'Jangan melibatkan perasaan' padahal itu hanya mitos jika tidak pernah bisa melibatkan perasaan dan ia bingung cara menjelaskan pada Hani jika ia merasakan hal itu tapi secara berlebihan.

ㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hani?" Hani menoleh pada panggilan itu, menemukan sosok perempuan yang ia tahu merupakan salah satu mahasiswa yang ada dikelas Jungkook.

"Woah, aku tidak menyangka kau mengikuti kelas ini padahal nilaimu selalu sempurna."

Hani juga heran, bisa-bisanya ia mendapat nilai buruk disaat semua jawabannya selalu benar. Ia hanya bisa berpikir positif dikala dosennya itu hanya salah memeriksa, dan tidak memiliki maksud lainnya. Tapi semakin ia membelah permasalahan itu hanya titik buntu yang ia terima.

Sesaat kemudian Jimin masuk dengan pakaian kasualnya dan beberapa buku digenggaman tangan kirinya. Berjalan dengan karisma yang memikat bak bisa menyihir semua orang dikelas itu untuk tetap menyukainya. "Halo semuanya, maaf memberitahu kalian tentang kelas ini secara mendadak." ucap dosen itu dengan senyuman lebarnya.

Beberapa mahasiswa perempuan lainnya tertawa mendengar ucapan Jimin, seakan tidak merasa keberatan karena akhir pekan mereka diisi oleh kelas miliknya karena memang rata-rata yang mengikuti kelas tambahan ini adalah mahasiswa yang menyukai Jimin. Tapi ada juga yang mengikuti kelas ini karena terpaksa, Hani contohnya.

Berjam-jam Hani lewatkan dengan fokus pada semua penjelasan dan ajaran Jimin, kadang ia ingin bertanya guna meminta Jimin menjelaskan materi lebih rinci tapi Hani terlalu ragu untuk mengangkat tangannya. Ia juga mengabaikan semua tatapan tajam yang diberikan Jimin, karena jujur saja ia lebih takut pada tatapan itu daripada tatapan milik Jungkook. Rasanya seperti ia tidak bisa berbuat apa-apa dengan tatapan tajam itu.

"Kau akan tetap duduk disana?" tegur Jimin tiba-tiba yang membuat Hani terkejut dan tidak sengaja mencoret setengah catatannya. Hani pun melihat sekeliling dan memang hanya ada mereka berdua dikelas. Hani terlalu sibuk dengan pikirannya hingga ia tidak tahu jika kelas sudah berakhir.

Jimin hendak berjalan lebih dahulu, tapi Hani mencegahnya dengan meraih ujung lengan baju Jimin. "Tolong tepati janjimu, Sir."

"Perihal apa?"

Hani pun gugup dikala ditatap setajam itu oleh Jimin. "Nilaiku."

Mendengar kata singkat itu membuat gairah aneh ditubuh Jimin, ia memang dikenal dengan dosen yang pelit akan nilai, bahkan tidak segan memberi mahasiswanya F jika memang menurutnya mahasiswa itu pantas mendapatkannya.

"Haha sialan." Jimin tertawa mendengar ucapan Hani, bagaimana bisa gadis ini dengan lantang mengatakan hal itu. "Give and take. Layaknya kau dan Jungkook yang memberi dan menerima, lantas apa yang bisa kau berikan padaku?"

"Sir, diawal kau tidak mengatakan perihal give and take, tapi mengapa tiba-tiba kau mengatakan hal itu?"

Hani sungguh tidak mengerti, kalau pun Jimin memang menginginkan uang sepertinya ia bisa memberikan seluruh uang di atmnya yang setiap minggu selalu diisi oleh Jungkook, ataupun jika Jimin menginginkan barang mahal maka akan Hani berikan meskipun ia harus menghabiskan seluruh tabungannya. "Apa kau menginginkan uang?"

"Tidak." Jimin meraih dagu Hani, memeriksa wajah gadis itu dengan seksama memikirkan hal tidak penting dan menyusun semua rencana yang akan membuat gadis dihadapannya ini semakin menderita. "Kalau aku memintamu untuk memutuskan kontrak dengan Jungkook, apa kau akan melakukannya?"

"Mustahil...." desah Hani dengan nada sangat kecil karena ia tahu apa yang dikatakan Jimin itu adalah hal yang mustahil. Kontrak perjanjian itu hanya bisa diputuskan oleh Jungkook saja sebagai dominan.

Jimin terkekeh. "Semua ada padamu, aku hanya perlu mengubah nilaimu menjadi F dan dengan itu semua rencanamu mendapatkan nilai sempurna itu akan berantakan."

"Sir!"

"Jangan terkejut Hani, memang begini cara kerjanya. Jika kau menginginkan nilai sempurna dariku, berikan apapun yang kau berikan pada Jungkook kepadaku. Mudahkan?" diakhir kalimatnya Jimin hanya tersenyum lalu berjalan menjauh tanpa merasa bersalah akan apa yang ia katakan tadi.

Hani benar-benar bisa gila karena terjebak disituasi ini, ia tidak kuat lagi menahan semuanya, jika ia tidak bisa membuat semua nilainya sempurna maka sekalian saja semua nilainya hancur. Hancur tak tersisa agar semua kegilaannya ini berhenti menghantuinya.

[]

[М] PLAY DIRTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang