Page nineteen

2.4K 225 34
                                    

"Baiklah jika itu maumu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Baiklah jika itu maumu." jawab Hani seadanya, bukan ingin membohongi dirinya atau siapapun, tetapi Hani sudah terlanjur lelah dengan semuanya. Perdebatan yang tiada henti menghampirinya bagai angin kencang yang bisa saja merobohkannya kapan pun. Masalah yang datang bahkan disaat dirinya hanya duduk diam tanpa melakukan apapun.

"Semudah itu?" tanya Jungkook memastikan, ia terkejut karena Hani yang tidak memberikan perlawanan. Seperti bukan sosok Hani sebenarnya, atau ini sosok Hani yang baru.

Hani berjalan mematikan kompor lalu mengambil capit besi untuk mengambil sisa-sisa map yang sudah hampir terbakar keseluruhannya dan meletakannya dalam wastafel. Menyalakan keran air, mematikan api yang masih hidup. "Memangnya kau berharap apa?" ucapnya melanjutkan kegiatan membersihan abu dan kotoran yang disebabkan oleh Jungkook.

Jungkook menatap Hani. "Marah?"

"Hell, kalau aku marah tetap saja yang menang adalah dirimu. Jika berdebat juga akan dirimu yang memang. Kau lebih unggul satu langkah dariku, jadi aku tidak bisa berbuat banyak." Hani hanya menghela nafas lalu duduk disofa ruang tamu. "Aku hanya khawatir Jimin akan melakukan hal gila yang akan melukai dirimu atau diriku dan juga pada keluargaku."

"Jimin bertemu denganku tadi dikampus." suara Jungkook memelan. Mengikuti langkah Hani yang duduk disofa.

"Dia berkata apa?"

"Nilaimu sudah menjadi sempurna semua, kau tidak perlu mengkhawatikan semester ini tapi kau diminta menemuinya secepat mungkin, atau jika aku mencoba menahanmu maka ia akan menghancurkan karir ku."

"Ah sudah ku duga, kau sudah menduga ini juga kan? kenapa kau masih berteman dengannya? berkali-kali ia merebut gadis yang kau sukai dari sisi mu dan kau masih saja berteman dengannya." Hani menatap kesal pada Jungkook, bodoh sekali karena pemuda itu tetap berteman dengan sosok seperti Jimin.

"Karena aku tidak pernah punya bayangan akan bertemu dengan sosok sepertimu, sosok realistis yang hanya mengharapkan nilainya menjadi sempurna, mengesampingkan egonya agar nilainya sempurna. Aku tidak pernah menemukan gadis sepertimu di list gadis yang pernah membuat perjanjian denganku."

"Jika kau memang benar mencintaiku maka katakan langsung, jika kau tidak ingin aku benar-benar jatuh ke tangan Jimin maka kita pikirkan jalan keluarnya bersama. Jung, kau bukan lagi anak SMA yang sedang dimabuk asmara, seharusnya kau tahu jika dalam sebuah hubungan bukan hanya kau yang menjalaninya, tapi aku juga termasuk didalamnya, berkali-kali kau membuatku bingung dan berakhir dengan aku yang selalu menyesal mengambil suatu keputusan. Jadi tolong, anggap aku bagian dari hubungan ini, setidaknya anggap aku sebagai kekasih sesungguhnya seperti status yang kau berikan tadi padaku." ucap Hani terlalu panjang sampai Jungkook diam bisu dibuatnya.

"Kau tertekan?"

"Iya, banyak sekali. Aku akan jujur padamu, sebanyak apa yang aku rasakan, sesakit apa yang aku rasakan dan semenderita apa yang aku rasakan. Aku sudah tidak peduli jika kau menghukumku dengan cara atau gaya apapun itu, karena untuk saat ini, mentalku yang lebih dahulu ingin aku utamakan."

ㅡ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin melumat bibir Hani, meraba tengkuk gadis itu sekaligus mendorongnya agar ciuman keduanya semakin dalam. Mengigit bibir bawah Hani yang mana membuat gadis itu semakin membuka lebar akses mulutnya dan membuat Jimin semakin menggila.

Dirasa sudah lama, tautan keduanya dipisahkan, sedikit terengah tapi Jimin menunjukan smirknya, mengecup terakhir bibir Hani dan meremas sebelah dadanya. "Jungkook ada melarangmu menemuiku?"

Hani merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan, "Tidak, kami malah tidak ada berbicara selain menyuruhku menemuimu."

"Baguslah." Jimin menarik tubuh Hani untuk duduk diatas pangkuannya, mulai meraba masuk kedalam baju tipis Hani dan mengelus kedua buah dadanya. "Apa kau ingin bermain ke apartment ku?"

Jimin mulai mengendus tengkuk Hani, mengirim sensasi nikmat sekaligus geli pada Hani, sialnya Hani tanpa sengaja melontarkan desahan terlalu seksi sampai membuat junior Jimin tegang dibawa sana. "Aku anggap itu jawaban iya."

"Tapi dokter mengatakan jika aku harus berhati-hati dalam sex karena ada luka robekan lagi saat kau sex terlalu semangat malam itu. Jika aku mengacaukannya lagi maka hanya hal buruk yang akan datang."

Jimin tersenyum, "Bukan sebuah masalah bagiku, lagipula aku tahu cara menikmati tubuh manismu gilanya aku sudah terlalu candu sampai-sampai aku membuang semua jalang milikku karena aku hanya ingin dirimu, sampai-sampai aku ingin kau mengandung anakku." ucapnya diakhir kalimat.

Bagaimana Hani tidak berhenti berpikir dan syok disaat pemuda didepannya dengan jelas mengatakan akan membuatnya hamil dan mengandung anaknya, Jimin itu gila dan Hani tidak mau anaknya memiliki ayah yang gila. Dan Hani belum ingin mengandung anak dari siapapun, Hani belum siap jika ia sampai pada titik itu. Hani sudah menata banyak hal untuk masa depannya bahkan mempertaruhkan segalanya.

Dilihatnya lagi wajah Jimin, pemuda itu hanya tersenyum seperti mengirim telepati, 'Bingo, kau milikku, kau sudah telalu terlambat untuk kabur, atau aku hancurkan seluruh kehidupanmu jika aku gagal memilikimu.' dengan senyum mengerikannya.

[]


help aku buntu sama cerita ini.

[М] PLAY DIRTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang