Chapter 49 - Doubtful Promise

1.9K 356 172
                                    

Setelah seminggu hanya berbaring di atas ranjang, akhirnya kondisi (Y/n) benar-benar pulih. Ia pun sudah bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa lagi. Hanya saja, Gin belum memberikannya misi apapun. (Y/n) merasa jika burung gagaknya itu telah diperintahkan oleh Kagaya agar berhenti memberikan misi untuknya lantaran kondisi tubuhnya yang baru saja pulih. Selain itu, nichirin-nya patah. Maka, ia harus menunggu sedikit lebih lama hingga nichirin barunya tiba.

(Y/n) pun berakhir di rumahnya. Menulis di atas sebuah buku jurnal miliknya. Selagi ia ingat untuk menulis, maka ia pun akan langsung menuliskannya. Ia berjaga-jaga jika suatu saat buku jurnal yang ditulisnya ini pasti akan berguna. Entah itu kapan. Namun, yang pasti ia yakin jika nantinya buku jurnal ini akan bermanfaat.

Tangan (Y/n) menutup buku di hadapannya. Kini ia memandang ke sekitarnya. Hari ini terasa seperti déjà vu. Entahlah, mungkin karena ia terlalu sering menulis di buku jurnalnya hingga semua hari terasa sama saja.

Karena rasa bosan yang mendadak menghampiri (Y/n), maka ia pun memutuskan untuk jalan-jalan ke luar. Selagi hari masih siang dan Iblis tidak akan muncul di siang hari.

Tidak ada tempat tujuan yang ingin (Y/n) kunjungi. Ia hanya berjalan-jalan untuk menghilangkan rasa bosannya yang sering muncul secara tiba-tiba. Sambil berpikir, (Y/n) berjalan menikmati cuaca siang hari yang cukup cerah. Semilir angin menerpa wajahnya dengan lembut. Membuat beberapa anak rambut di sekitar wajah (Y/n) tertiup oleh angin.

Setelah berjalan-jalan cukup lama, (Y/n) memutuskan untuk duduk di sebuah hamparan rumput yang sangat luas. Ia duduk sambil meluruskan kakinya. Tangan kanannya menengadah ke atas. Menghalangi cahaya matahari yang menusuk matanya ketika ia mendongak menatap langit biru.

Kedua tangannya ia jadikan penopang tubuhnya agar tidak jatuh ke atas rerumputan. (Y/n) pun memejamkan matanya. Sebuah senyuman terbit di wajahnya. Entahlah, seketika ia ingin tersenyum. Untuk apa itu, ia tidak tahu. Hanya karena sebuah keinginan di dalam benaknya.

"(Y/n)?"

Begitu mendengar namanya dipanggil, (Y/n) langsung membuka matanya. Menatap wajah pemilik suara yang memanggilnya itu. Oh, seseorang yang tidak pernah dipikirkannya tiba-tiba muncul di hadapannya.

Tokito Muichirou.

Anak lelaki dengan surai berwarna hitam dan mint yang menjadi ciri khasnya itu kini ikut duduk di samping (Y/n). Menatap ke arah langit yang sama dengan tatapannya yang datar dan kosong itu.

"Jarang sekali aku melihatmu duduk di tengah padang rumput seperti ini," ujar (Y/n) memecahkan keheningan.

"Aku tidak sengaja melihatmu. Di saat aku sadar, aku sudah duduk di sampingmu," ucap Muichirou tanpa memandang (Y/n).

"Ah, begitu."

Bohong.

Muichirou berbohong.

Sebenarnya ia sudah mencari (Y/n) sejak tadi. Ia sempat pergi ke rumah gadis itu untuk mencari keberadaannya. Namun, ia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Bahkan, Asano yang selalu menyapanya dengan senyuman pun tidak ada di sana. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mencari (Y/n) sendiri.

Di saat ia sudah menyerah untuk mencari keberadaan (Y/n), tiba-tiba saja ia melihat gadis itu. Sedang duduk di tengah hamparan rumput yang luas. Menatap ke arah langit yang menurut Muichirou adalah hal yang membosankan. Namun, senyumannya berkata lain. Tidak pernah sekalipun Muichirou tidak menyukai senyuman (Y/n). Ia menyukainya. Selalu menyukainya.

Entah sejak kapan ia mulai menyukai senyuman itu. Mungkin sejak pertama kali ia melihatnya. Menurut Muichirou, (Y/n) adalah gadis yang unik. Sifatnya selalu berubah-ubah. Ceria, cerewet, marah, kesal, senang, sedih, bahkan menangis. Meskipun Muichirou sendiri tidak pernah melihat cairan bening itu keluar dari manik (e/c) miliknya. Atau mungkin belum.

"Mui-chan, apa yang sedang kau pikirkan?"

Pertanyaan dari (Y/n) itu seketika mengingatkan Muichirou akan keberadaan gadis di sampingnya itu. Ia pun menoleh dan berkata, "Tidak ada yang kupikirkan."

(Y/n) pun tidak bertanya lebih lanjut lagi. Ia hanya diam dengan pikirannya sendiri. Muichirou pun demikian. Mereka hanya diam dengan pikiran mereka masing-masing.

"(Y/n)."

(Y/n) menolehkan kepalanya ke arah Muichirou. "Ya?"

Muichirou diam sejenak sebelum mengatakan sebuah kalimat yang sejak tadi berada di pikirannya.

"Aku senang bertemu denganmu. Sangat senang."

(Y/n) terdiam mendengar apa yang anak lelaki itu katakan. "Itu kata-kata yang langka darimu, Mui-chan. Aku pun senang. Aku pun senang bertemu dengan kalian. Meskipun jika suatu saat aku akan pergi, aku merasa senang karena sudah bertemu kalian semua."

Muichirou menatap manik (e/c) milik (Y/n). Tatapannya sulit diartikan oleh gadis itu. "Kau akan pergi? Kapan? Ke mana?" cecarnya.

"Hmm... Entahlah. Aku pun tidak tahu," jawab (Y/n) menggantung dan membuat Muichirou merasa kurang puas dengan jawabannya.

"Jangan pergi."

Senyuman di wajah (Y/n) menghilang ketika Muichirou tiba-tiba menatapnya dengan serius. "Memangnya kenapa jika aku pergi nanti, Mui-chan?" tanya sang gadis.

"Aku akan kehilanganmu. Yang lain pun pasti akan merasa seperti itu. Aku tidak ingin kehilangan siapa-siapa lagi," tuturnya sambil menunduk.

Ia terkekeh pelan. "Jika Mui-chan yang berkata seperti itu, aku tidak akan pergi."

"Janji?"

Janji? Apakah ia bisa berjanji? Bagaimana jika ia tidak bisa menepati janjinya? Apakah Muichirou nanti akan marah padanya? Jika lebih buruk, apakah Muichirou akan membenci dirinya? Namun, bagaimana cara agar ia bisa menepati janji itu? Apakah dirinya bisa melakukannya? Bagaimana jika tidak?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu bertumpang-tindih di dalam pikiran (Y/n). Ia tidak ingin membuat sebuah janji yang ia sendiri ragukan sejak awal. Dan, ia pun tidak ingin membuat Muichirou merasa sedih jika (Y/n) tidak berjanji padanya.

Namun, satu kata itu pun ia ucapkan. Satu kata yang ia sendiri tidak sadari telah terucap dari bibir mungilnya. Satu kata yang ia sendiri ragukan akan kenyataannya suatu saat nanti.

"Janji."

***

END ━━ # . 'Unexpected ✧ Kimetsu no YaibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang