"Sampai kapan kau akan terus menatap ke arah langit, (Y/n)?"
Suara seseorang membuat (Y/n) mengalihkan pandangannya dari langit jingga itu. Ia menolehkan kepalanya, manik (e/c)nya bertemu dengan manik sebiru langit milik Kazuo.
"Entahlah. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu," jawab (Y/n) menggantung.
Kazuo mendekat, duduk di samping (Y/n), dan menatap gadis itu. "Apa kau merasa takut?" Setelah menanyakan itu, Kazuo terkekeh, "Kuralat, aku sudah tahu kau pasti merasa begitu."
(Y/n) menunduk. Sangat kentara rasa takut dan khawatir menyelimuti dirinya. Ini adalah pertama kalinya mereka akan bertarung bersama. Bisa dikatakan, malam nanti adalah malam penentuan.
"Apa kau tidak merasa takut, Kazuo?" Kini (Y/n) bertanya balik pada lelaki bersurai cokelat itu.
Kazuo tersenyum kecil. Tatapannya menerawang jauh, ke arah langit berwarna jingga yang sebentar lagi akan berubah menjadi gelapnya malam hari.
"Pasti aku juga merasa takut. Apakah menurutmu itu hal yang wajar jika kau tidak merasa takut pada apapun? Justru itu aneh, (Y/n). Karena kita adalah manusia yang tak sempurna," tutur Kazuo lembut.
"Ya, kau benar. Teman-teman kita yang lain pun pasti akan merasa takut, bukan? Apakah menurutmu begitu?" (Y/n) ikut menatap langit jingga berawan putih itu.
"Hanya saja di antara mereka ada yang pandai menyembunyikannya," timpal Kazuo.
(Y/n) terkekeh. Ia tahu siapa orang yang dimaksud oleh Kazuo itu.
"Sebenarnya aku tidak perlu mengatakan ini, " Kazuo menatap gadis di sampingnya, "bersiaplah, (Y/n). Malam ini akan sangat mendebarkan."
Ya, hanya dalam beberapa jam lagi, malam ini akan menjadi malam yang sangat mendebarkan. Juga pastinya akan terjadi pertumpahan darah yang tak bisa dihindari oleh mereka.
***
Sang bulan purnama mengisi kekosongan di angkasa. Ditemani oleh taburan bintang yang berkelap-kelip. Pemandangan di angkasa sana dapat membuat siapa saja akan merasa tenang ketika melihatnya.
Suara langkah kaki bersepatu yang menginjak tanah terdengar mengisi keheningan malam. Dedaunan kering yang bergesekkan dengan sepatu itu membuat orang yang berada di dalam rumah tersebut menyadari keberadaannya. Rasa waspada semakin menguat ketika orang itu semakin dekat. Dekat, dekat sekali.
Di saat ia memunculkan batang hidungnya, Kagaya tahu, dialah Kibutsuji Muzan. Sang pemimpin dari para makhluk rendahan tak berperasaan bernama Iblis.
"Akhirnya kau datang kemari, Kibutsuji Muzan. Iblis yang telah lama keluargaku cari," ujar Kagaya. Ia duduk di atas futon dan Amane berada di sampingnya.
"Aku tidak ingat jika luka menjijikan di wajahmu itu telah hilang dengan sempurna," ujarnya. "Apakah gadis itu yang melakukannya?"
"Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu itu, Kibutsuji Muzan? Aku rasa kau sudah tahu apa jawabannya," ucap Kagaya tenang.
"Semuanya akan berakhir. Gadis bernama (F/n) (Y/n) itu, para pemburu iblis, dan juga kau, Kagaya. Aku akan membunuh kalian semua," tutur Muzan.
Kagaya hanya tersenyum. Ia menatap Muzan tepat pada maniknya yang berwarna merah. "Kau seharusnya bisa membunuh kami semua dari dulu. Terlebih tentang (Y/n). Tetapi, kau hanya selalu menyuruh Iblis bawahanmu untuk membunuhnya. Padahal kau bisa melakukannya sendiri. Tetapi, kenapa selama ini kau tidak melakukannya? Apakah ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirimu tentangnya?"
Muzan terdiam. Ia sama sekali tidak menjawab perkataan Kagaya. Ia pun jadi berpikir. Mencari jawabannya meskipun sebenarnya jawaban itu tak dibutuhkan.
Namun, itu telah sesuai dengan rencana mereka. Di saat itulah mereka langsung melaksanakan rencana yang telah mereka susun sedemikian rupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
END ━━ # . 'Unexpected ✧ Kimetsu no Yaiba
FanfictionKala dingin menusuk epidermismu, kau pun terbangun. Dengan pemikiran mengapa kau bisa berada di sana. Tanpa alasan dan juga penyebab yang pasti. Namun, rasa tidak percaya atas apa yang kau lihat saat ini pun perlahan memudar. Bersamaan dengan muncul...