“Kalau Alen gak mau check up lagi, seret aja gapapa ya, Bal.” Pesan Gala pada Ikbal, saat Alen keluar dari ruangan pemeriksaan.
“Siap, Om!” Ikbal dan Gala kemudian terkekeh kompak saat Alen hanya bisa pasrah saja.
Saat tadi, Ikbal iseng menanyakan kapan ia akan check up, dan membantu membujuknya atas perintah Gala.
Alen tiba-tiba saja terdiam. Lalu mengatakan jika ia ingin berubah pikiran dan menyerah saja.
Dulu Alen memang sangat bertekad, namun melihat perubahan sedikit demi sedikit yang dialaminya. Penyakit itu mulai menggerogoti tubuhnya. Rasanya ingin menyerah. Alen sudah mulai merasakan sedikit dari kata lelah.
Bahkan, alasan selama ini dirinya ingin terus berjuang adalah sang Papa, yang sedari dulu mengganggap kehadirannya adalah malapetaka, ia tak diharapakan. Itu alasannya sang Papa membencinya, dan fakta itu tak pernah berubah sampai sekarang.
Alen tetap kukuh tak ingin check up rutin seperti biasa, hingga akhirnya Ikbal memutuskan membawanya paksa agar mau tak harus mau ikut.
Alen yang keras kepala begitu juga dengan Ikbal. Perpaduan yang saling bertabrakan membuat kedua remaja lelaki itu hobi sekali berdebat hanya karena permasalahan yang sepele.
Mereka dari awal sebenarnya sudah saling kenal semenjak bersekolah di taman kanak kanak, namun memang tak sampai berteman dekat.
"Dulu waktu zaman bocil lo pernah bilang kalau lo itu bukan teman gue, bukan saudara gue." Alen membuka pembicaraan, setelah mereka sudah masuk ke dalam mobil.
Ikbal hanya berdeham mengiyakan.
Alen memainkan alis. "Jadi, buat apa tiba-tiba sok kenal sok akrab?"
“Gue ga mau lo sampai mati!"
Alen manggut-manggut. “Oh, jadi lo takut kalau gue bakalan beneran mati, lo ga bisa lagi nyalin PR sama contekan gue, kan?”
Ikbal spontan memutar bola mata malas, helaan napas penatnya mengudara. “Ribet dah ngomong sama lo, cuma nambahin dosa gue mulu!" ucapnya, "Cari pacar sana, biar ada yang kasih perhatian! Ujung-ujungnya kasihan juga sama nasib lo.”
Alen berdecak
Tiba-tiba Ikbal bergidik ngeri. “Jangan bilang lo---"
Alen seketika menatap dengan tak kalah sinis. “Apa? Gua normal!"
"Ya, makanya cari pacar sana!"
“Haram," jawab Alen.
Singkat, padat, jelas, sekaligus membungkam.
***********
Saat ini, mobil yang Ikbal kendarai mulai memasuki halaman rumah di sebuah komplek perumahan para petinggi Kepolisian.
Rumah bercat putih dengan desain minimalis modern itu memiliki halaman yang cukup luas dengan hamparan rumput hijau hingga sangat pas sekali dipakai untuk bersantai. Lantas, apa alasan Ikbal merasa tak betah jika seharian saja berada di rumah?
Kediaman ini tampak sangat nyaman, terlebih jika diisi oleh keluarga harmonis yang sering dibayangkan oleh siapa pun.
"Ibu ada kan, Om?" tanya Ikbal setelah mereka turun, pada salah satu bawahan milik sang Ayah yang kini terlihat berjaga di depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alleen (End)
Genç Kurgu[Halal Area] BUKAN lapak bl atau b×b👊 Alleen hanya ingin menjadi yang terbaik. Apa pun cara akan ia lakukan agar mereka dapat menerima kehadirannya. Ia yang tak pernah diharapkan dari lahir, seharusnya tak perlu hidup dan menanggil lelaki yang hidu...